Sistem keagenan merupakan salah satu bagian dari jaring bisnis dan pemasaran produk warung cashback dot com yang dikelola oleh PT Mitra Bangkit Sejahtera (MBS). Ada dua sistem keagenan yang diperkenalkan, yaitu agen dan sub agen.
Sebagaimana sebelumnya pernah disampaikan oleh penulis, bahwa untuk menjadi mitra warung cashback dot com (selanjutnya kita sebut WRCB), adalah dilakukan dengan jalan member mendaftarkan diri terlebih dahulu kepada agen / sub agen.
Bagi peserta yang memiliki modal lebih, dia juga bisa mendaftar menjadi mitra level sub agen (level desa / kecamatan ) dan agen (level kota / kabupaten). Biaya pendaftaran itu diperinci sebagai berikut:
- Untuk level Sub Agen, dibutuhkan biaya sebesar 50 juta
- Untuk level Agen, dibutuhkan biaya sebesar 100 juta
- Misi keanggotaan ini tetap sama, yaitu dibatasi selama 40 putaran (40 hari).
Bagaimana sistem keagenan itu berjalan? Simak hasil riset dan investigasi dari Tim el-Samsi – Sharia’s Transaction Watch berikut ini! Namun, anda juga bisa menyimak gambaran alur sederhananya di sini: https://youtu.be/Y9xMUSqDEG0
Untuk keagenan dengan biaya pendaftaran sebesar 100 juta:
Pertama. Diawali dengan calon agen setor keuangan ke PT Mitra Bangkit Sejahtera (MBS). PT MBS adalah payung usaha dari WRCB.
Kedua. Selanjutnya, dari dana 100 juta tersebut, keuangan dibagi menjadi 3 alur distribusi. Ketiganya adalah berbasis 60 juta, 30 juta dan 10 juta.
- 60 juta masuk sistem, dengan atas nama pembelian 60 box madu propolis dan voucher belanja, selanjutnya uang tersebut akan didistribusikan mengikuti sistem berikut:
- 2,5% /1.5 juta cashback, dan 1% / 600 ribu (Voucher Belanja) diberikan selama 40 hari
- 100 % / 60 juta masuk rekening, dan 40% / 24 juta Voucher Belanja
- Mendapat produk senilai 30 juta
- 10 Juta Tiket
Analisis Sistem Distribusi Modal 100 Juta Agen WRCB
Pada dasarnya, pola keagenan dari sistem WRCB ini tidak jauh beda dengan praktik menjadi anggota pada level Bronze, Silver, Gold, Diamond dan Platinum. Bedanya, ada pada cost sebesar 30 juta yang dirupakan produk dan dibawa oleh agen.
Jika ditelusuri lebih jauh, dan dengan mengadopsi pola kemitraan member biasa, maka perjalanan distribusi cost sebesar 100 juta itu adalah sebagai berikut.
Ketika agen menyetorkan keuangan sebesar 100 juta, akadnya adalah akad membeli madu propolis sebesar 100 juta. Selanjutnya, pihak agen ditawari untuk memilih menjual madu propolis senilai 100 juta itu sendiri atau dijualkan oleh PT MBS?
Seiring sulit menjual produk propolis senilai 100 juta oleh agen, maka pihak PT MBS berdalih membeli kembali produk (atau yang semacamnya) yang sudah dibeli oleh agen tersebut senilai total 40% dari harga beli asalnya. Inilah letak titik penyamaran itu terjadi.
Penyamaran ini memiliki besutan baru dan dipoles sedemikian rupa. Ada pemecahan komposisi dari 40%.
Mungkin masyarakat akan bertanya, mengapa disamarkan dan mengapa ada pemecahan komposisi sehingga berbeda dengan menghadapi member pasif?
Pertama, Pemecahan terhadap 40%
Mengapa perlu ada penyamaran senilai 40%? Begini logikanya! PT MBS sedang menghadapi kelas level keanggotaan yang terdiri dari agen dan sub agen, yang sudah pasti harus menyediakan barang di rumahnya. Tujuannya, untuk menggait kepercayaan kelas member. Bagaimana uraian pemecahan itu? Simak alurnya!
Pemecahan terhadap 40% dari 100 juta, dilakukan melalui dua tahap, antara lain: 30% dan 10%.
- 30% dari 100 juta (30 juta) dirupakan produk, dan
- 10% dari 100 juta (10 juta) disamarkan berupa Tiket.
- Total akumulasi, harga adalah 40% dari 100 juta (40 juta).
Produk yang dimaksud untuk 30% itu sudah tidak lagi melulu berupa madu propolis. Mereka beralih ke produk-produk lain yang di-mix-kan dengan madu propolis. Sudah barang tentu, agar kelihatan bahwa seolah kelas agen ini telah menjual barang. Produk itu bisa berupa beras, kopi, teh, dan lain sebagainya.
Harganya? Jangan tanya lagi soal harga! Wong mereka setor uang 100 juta, namun membawa barang yang bisa dijual hanya senilai 30 juta.
Kedua, Proporsi 60% yang dijadikan landasan sharing profit and margin
Proporsi 60% merupakan sisa dari 100 juta disebabkan karena pembelian kembali produk Agen oleh PT MBS senilai 40% dari 100 juta. Mereka mendaku 60% ini adalah keuntungan perusahaan. Lalu akan dibagi-bagikan ke agen selama 40 putaran (40 hari), dengan komposisi pembagiannya:
- 2,5% dari 60 juta diatasnamakan sebagai Voucher Cashback
- 1% sisanya dirupakan sebagai Voucher Belanja
Pihak WRCB memperkenalkan pola ini sebagai istilah sharing profit and margin. Alhasil, jika dikalkulasi, akan muncul nilai-nilai semacam ini:
- 2,5% dari 60 juta = 1.5 juta rupiah. Setelah 40 hari terkumpul 1.5 juta x 40 = 60 juta
- 1% dari 60 juta = 600 ribu rupiah. Setelah 40 hari terkumpul uang senilai 24 juta rupiah.
Akumulasi Penerimaan Agen dari Sharing Profit WRCB
Menyimak dari alur-alur di atas, maka yang diterima oleh pihak Agen setelah 40 Putaran, adalah sebagai berikut:
- Tiket senilai 10 juta
- Produk senilai 30 juta
- Voucher Cashback di Akun Deposit senilai 60 juta
- Voucher Belanja di Akun Deposit senilai 24 juta.
Alhasil, total penerimaan Agen atas modal yang dikeluarkan adalah 124 Juta, dalam waktu 40 hari atau 40 putaran.
Jika ditampilkan dalam data statistik, hasil keuntungan yang didapatkan oleh agen ini bisa diperinci sebagai berikut:
- Keuntungan dari modal pasif, berasal dari: Voucher Cashback (60 juta) + Voucher Belanja (24 juta) + Tiket (10 juta), sama dengan 84 juta (+67,74% dari 124 juta)
- Produk barang yang mungkin untuk dijual senilai 30 juta (32,26% dari 124 juta)
Ini artinya, ada 16 juta rupiah sisanya yang harus ditutup. Bagaimana cara menutupnya? jawabannya, adalah ingat kembali dengan member pasif yang daftarnya harus lewat Agen. 90% uang member itu yang akan dibagi-bagi guna menutupi celah 16 juta tersebut pastinya. Bukankah member tidak berjualan sama sekali dan 100% pasif?
Bagaimana tinjauan fikihnya? Simak ulasan berikutnya!
Muhammad Syamsudin (Direktur eL-Samsi dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur)
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.