el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Images (62)
A currency war atau yang lebih dikenal sebagai perang mata uang, adalah sebuah eskalasi kebijakan untuk mendevaluasi mata uang yang terjadi di antara dua atau lebih negara, dan masing-masing berorientasi pada usaha merangsang ekonominya sendiri. 

Harga mata uang satu dengan mata uang negara lain memang akan senantiasa berfluktuasi setiap harinya di pasar valuta asing (forex market). 

Akan tetapi, ketika situasi perang mata uang itu diciptakan, maka akan ada sejumlah negara melakukan sebuah keputusan kebijakan untuk mendevaluasi (menurunkan) harga nilai tukar mata uang mereka sendiri.

Tujuan dari pendevaluasian ini adalah untuk membuat ekspor produk mereka menjadi lebih menarik di pasar dunia. Bagaimana tidak? 

Ketika terjadi kebijakan pendevaluasian mata uang ini, maka negara-negara lain akan terpancing untuk memborong produk ekspor disebabkan harga barangnya yang murah bila dibeli dengan kurs yang murah antara negara pengekspor dengan negara penghasil produk. 

Saat barang-barang itu sudah diborong, maka negara pengekspor akan memiliiki banyak valuta asing sebagai bagian dari cadangan devisa negara. 

Di sisi lain, ketika devaluasi ini terjadi, maka impor produk akan mengalami hambatan sebab harga barang dari luar negeri menjadi mahal. Pada akhirnya, perusahaan yang membutuhkan impor barang akan mencari alternatif lain yaitu memanfaatkan produk lokal dan diproses di dalam negeri. 

Efek domino dari kenaikan ekspor produk dan optimalisasi potensi dalam negeri, adalah secara perlahan akan memicu pada terciptanya:

  1. pembukaan lapangan kerja di dalam negeri lebih tinggi, sehingga 
  2. pertumbuhan ekonomi akan terpacu menjadi lebih tinggi pula dan lebih cepat. 

Namun, bagaimanapun juga, pertumbuhan ekonomi ini masih memungkinkan mengalami hambatan apabila:

  1. Teknologi produksi masih bergantung pada impor produk
  2. Kalau mata uang negeri tersebut mengalami devaluasi, maka otomatis harga teknologi itu akan menjadi lebih mahal

Bagaimana pengaruh perang mata uang ini terhadap pertumbuhan ekonomi global?

Bagaimanapun juga, perang mata uang ini merupakan kebijakan yang sengaja dibuat oleh suatu negara. Efek dari kebijakan itu adalah munculnya proteksionisme terhadap distribusi produk. Akibat dari proteksi, adalah munculnya krisis global tergantung tingkat kebutuhan konsumsi barang yang diprotek. 

Misalnya, Eropa melakukan proteksi terhadap kebijakan gas yang distock dari Rusia dan disambut oleh Rusia dalam bentuk penghentian pasokan. Rusia juga telah mengeluarkan kebijakan bahwa pembelian minyak Rusia tidak lagi menggunakan dolar US. 

Akibatnya, sangat fatal. Harga USD mengalami depresiasi. Termasuk harga nilai tukar negara-negara yang mengeluarkan kebijakan proteksi. 

Ambil contoh, misalnya adalah Jerman. Imbas kebijakan proteksi energi, Jerman diperkirakan saat ini memasuki masa resesi. Pertumbuhan ekonominya menyusut pada kisaran 0,1 – 0,3%. 

Inflasi harga-harga produk lokal yang tinggi memaksa Jerman harus menggelontorkan dana BLT ke sejumlah warganya. Para pekerja di negaranya akan menerima kompensasi inflasi dalam bentuk uuang tunai sebesar 300 Euro per orang (Rp 4,4 juta). Ini masih di Jerman. 

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content