Menurut Kams Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rekonsiliasi secara bahasa memiliki makna perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan. Arti lain dari rekonsiliasi adalah penetapan pos-pos yang diperlukan untuk mencocokkan saldo masing-masing dari dua akun atau lebih yang mempunyai hubungan satu dengan lain. Di sisi lain, rekonsiliasi juga diartika sebagai ikhtisar yang memuat rincian perbedaan antara dua akun atau lebih.
Berangkat dari tinjauan secara bahasa di atas, selanjutnya mari kita urai pengertian dan maksud dari rekonsiliasi syariah? Apa itu rekonsiliasi syariah? Apa manfaatnya mempelajari soal rekonsiliasi? Kita akan urai dalam bingkai fikih muamalah.
Pengertian Rekonsiliasi Syariah
Menyematkan diksi syariah setelahnya rekonsiliasi, menandakan bahwa pengkajian rekonsiliasi ini ada dalam konstruk (wadla’) yang dilegalkan oleh Syari’ dan merupakan khithab langsung dari Allah SWT serta Baginda Nabi Muhammad SAW. Termasuk bagian dari khithab syar’i, adalah ijma’ serta penjelasan-penjelasan yang disampaikan oleh para ulama dalam wilayah qiyas (analogi).
Dalam ruang kajian fikih, para ulama memasukkan akad rekonsiliasi ini dalam bab shuluh. Alhasil, pembahasan rekonsiliasi syariah, adalah sama dengan pembahasan bab shuluh itu.
Ruang Lingkup Kajian Rekonsiliasi Syariah
Syeikh Abi Syuja’ menyampaikan bahwa:
ويصِح الصُّلْح مَعَ الإقْرار فِي الأمْوال وما أفْضى إلَيْها
“Sah melakukan akad rekonsiliasi yang disertai dengan iqrar pada harta dan sesuatu yang bisa disandarkan sebagai harta.”
Jadi, suatu akad rekonsiliasi hanya boleh dan berlaku sah, apabila:
- Ada iqrar
- Berkaitan dengan persoalan harta dan yang semakna dengan harta
Berangkat dari sini, dapat ditarik kesimpulan lain bahwa akad rekonsiliasi meniscayakan berlaku pada obyek:
- Harta halal baik itu terdiri atas ain (barang), dain (utang) atau fi’lin (jasa).
- Sesuatu yang tidak bisa dijadikan harta, maka tidak bisa dijadikan obyek rekonsiliasi
- Obyek rekonsiliasi harus dapat berlaku sah sebagai sil’ah (komoditas)
- Rekonsiliasi adalah bagian dari akad jual beli (bai’)
Macam-Macam Rekonsiliasi
Ada 2 macam jenis rekonsiliasi dalam Islam. yaitu: (1) shuluh ibra’ (rekonsiliasi pembebasan), dan (2) shuluh mu’awadlah (pertukaran).
Shuluh Ibra’
فالإبراء اقْتِصاره من حَقه على بعضه
“Shuluh ibra merupakan pernyataan pembatasan seseorang berkaitan dengan haqnya atas pihak lainnya.”
Contoh: Seseorang memiliki hak atas suatu tanah. Kemudian, di tanah tersebut dibanguni jalan setapak sehingga bisa dilewati oleh siapapun guna mempersingkat jalan.
Secara fikih, pemanfaatan jalan setapak itu adalah bagian dari hak khusus pemilik tanah sebelum adanya iqrar shuluh ibra’. Alhasil, orang yang lewat di atasnya, memiliki kewajiban untuk idzin kepadanya. Ketiadaan idzin dalam memanfaatkan jalan setapak itu, adalah termasuk tindakan ghashab sehingga berdosa.
Namun, seiring adanya iqrar dari pemilik lahan bahwa jalan setapak itu direlakan agar memudahkan orang-orang yang lewat dalam menyingkat perjalanannya, maka hak pemilik lahan untuk dimintai idzin oleh orang yang lewat menjadi gugur diiakibatkan iqrar tersebut. Akad ini, disebut sebagai akad shuluh ibra’.
Tujuan dari disyariatkannya shuluh ibra’ ini dalam pandangan Syeikh Taqiyuddin al-Hishny dalam masterpiece-nya Kitab Kifayatu al-Akhyar, disampaikan:
الصُّلْح فِي اللُّغَة قطع المُنازعَة وفِي الِاصْطِلاح هُوَ العقد الَّذِي يَنْقَطِع بِهِ خُصُومَة المتخاصمين
“Shuluh secara bahasa berarti memutus perseteruan. Dan secara istilah bermakna akad yang dilakukan guna menyelesaiikan perseteruan antara dua pihak yang saling berseteru satu sama lain.”
Ketika telah terjadi adanya iqrar shuluh ibra’, maka berlaku kewajiban atas pemilik lahan, antara lain:
- Tidak boleh menetapkan syarat kepada pejalan kaki yang lewat di atasnya (ولا يجوز على شَرط)
- Tindakan menetapkan syarat adalah termasuk mengingkari iqrar (janji) yang sudah disampaikan. Tindakan mengingkari janji adalah bagian dari sifat nifaq yang harus dihindari sebab termasuk dosa besar.
- Iqrar shuluh tidak bisa dicabut kembali. Alhasil, membongkar jalan setapak tersebut adalah tidak dibolehkan secara syara’, kecuali menyediakan ganti jalan alternatif lain.
Shuluh Mu’awadlah
Makna dari mu’awadlah sendiri adalah pertukaran. Diksi mu’awadlah yang dilekatkan pada shuluh, menjadikan makna shuluh tersebut harus disertai dengan adanya pertukaran. Ada ‘iwadl yang diserahkan.
Sesuatu yang bisa ditukar adalah meniscayakan terdiri dari ain (barang), dain (utang) dan fi’lin (jasa). Jadil, apabila shuluh itu harus disertai dengan adanya pertukaran, maka sifat kelaziman (keharusan) menyediakan adanya penukar (iwadl) tersebut, adalah menempati maqamnya “syarath” atau janji yang harus diipenuhi (وما أفْضى إلَيْها).
Dalam contoh kasus di atas, apabila pihak pemilik lahan kemudian memasang sebuah portal dan mengharuskan setiap orang yang lewat di atasnya harus membayar terlebih dulu baru kemudian boleh lewat, adalah bagian dari shuluh mu’awadlah. Mengapa? Sebab ada harga yang harus diserahkan.
Apakah hal itu dibolehkan? Jawabnya adalah boleh seiring shuluh adalah bagian dari akad jual belii (bai’). Akad seperti ini merupakan istilah lain dari akad ijarah.
Alhasil, jalan tol, adalah bagian dari infrastruktur yang terbentuk dari akad shuluh mu’awadlah. Meskipun yang nampak di permukaan adalah akad ijarah-nya.
Apakah itu wajar? Ya jawabnya adalah wajar, sebab shuluh adalah bagian dari akad jual beli. Dan ijarah adalah termasuk cabang dari jual beli tersebut. Bagaimana menurut anda? Wallahu a’lam bi al-shawab.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.