Sebenarnya, topik ini lahir dari pertanyaan dan ada kaitannya dengan jasa endoresement dan sudah sekian lama ada di inbox penulis. Untuk endoresement, penulis pun juga sudah pernah menguraikannya dengan penjelasan yang panjang lebar di NU Online, sejak September 2020 yang lalu. Kali ini, penulis akan mengulasnya kembali dengan singkat perihal jasa satu ini. Namun, kali ini penulis akan mengaitkan dengan persoalan sehubungan dengan profesi dokter dan medical representative (Medrep), yaitu seseoorang yang bertugas selaku Sales produk Farmasi tertentu.
Banyak dokter di lingkungan kita yang sering menerima promosi obat-obatan tertentu dari Sales Farmasi. Selain bertujuan memperkenalkan produk obat-obatan tertentu, di sisi lain dokter mendapatkan penghasilan tambahan dari meresepkan obat ke pasien. Kadang kala, dokter yang setuju dengan memberikan resep, dia difasilitasi dengan jasa seminar, yang ujuungnya akan menerima honor dari pihak produsen obat.
Beberapa pengkaji fikih, dan beberapa website lainnya merekomendasikan bahwa tindakan promosi sales tersebut kepada dokter, dipandang sebagai tindakan suap (risywah) sehingga diputus sebagai haram. Benarkah semacam itu?
Penulis dalam diskusi dengan bersama para awak Komunitas eL-Samsi (Lembaga Studi Akad Muamalah Syariah Indoonesia) atau Sharia’s Transaction Watch, dalam hal ini berhasil mengidentifikasi sejumlah masalah yang berkaitan dengan hal tersebut, dan selanjutnya mengupasnya dari berbagai sudut pandang, sehingga dirasa kajian ini kelak menemui urgensitas yang dibutuhkan. Simak terus ulasannya!
ATURAN PENGENALAN PRODUK FARMASI
Hasil penelusuran Tim eL-Samsi, mendapati bahwa strategi marketing obat-obatan medis – produk dari perusahaan farmasi – pada dasarnya bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, obat yang masuk kelompok dipasarkan secara Over The Counter (OTC). Kedua, obat yang harus dipasarkan lewat strategi ethical.
Pembedaan ini secara tegas memiliki landasan aturan, sebab yang dijual adalah obat, yang mana penggunaannya membutuhkan pengawasan dan untuk kondisi tertentu membutuhkan peran dokter selaku penunjuk ((dilal) berbekal keilmuannya. Di sisi yang lain, seorang dokter merupakan pribadi yang bebas dalam mengambil keputusan berdasar basic profesionalitas dan keilmuannya, secara bertanggung jawab.
Berangkat dari kedua kondisi menyangkut peredaran obat dan sekaligus sosok dokter dari sisi profesionalitas dan keilmuan yang dimilikinya, maka penting kiranya memperhatikan mengenai pola marketing obat tersebut sebab hal ini menyangkut bagaimana suatu obat itu diedarkan. Dalam hal ini, Tim eL-Samsi, mendapati kompleksitas permasalah yang terjadi di lapangan, yang mana tak seindah yang dibayangkan. Betul-betul kompleks dan saling bersineanrgi antara satu sama lainnya.
Bersambung
4 Comments
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.