Arti Penting Kuitansi dalam Kontrak Bisnis Syariah
Awal mulanya, ketika ada 2 pihak melakukan kontrak jual beli atau ijarah, atau berbagai akad kerjasama, mereka cukup melakukannya dengan lisan. Namun, seiring perkembangan jaman dan metode transaksi yang dilakukan, kesepakatan berbasis lisan itu seringkali dianggap tidak cukup. Penyebabnya, adalah:
- Obyek transaksinya melibatkan barang besar atau kompleks sehingga membutuhkan instrumen lainnya sebagai catatan, atau bukti transaksi
- Seringkali subyek transaksi terdiri atas lebih dari 2 orang. Bahkan, terkadang harus melibatkan lebih dari 3 orang, 10, atau 100 orang sekaligus. Oleh karena itu dibutuhkan instrumen catatan lain yang dapat memperkuat transaksi.
- Subyyek transaksi yang terdiri dari banyak pihak, seringkali melibatkan orang yang berbeda karakternya. Ada yang amanah [yad al-amanah] dan ada yang tidak. Untuk itu dibutuhkan instrumen pertanggungjawaban kontrak berbasis ganti rugi [yad al-dlammanah].
Contoh dari instrumen transaksi ini, adalah nota pembayaran / kuitansi / invoice atau faktur.
Pengertian Kuitansi
Kuitansi adalah dokumen yang memiliki fungsi sebagai bukti pembayaran atau penerimaan dana. Penerima mengeluarkan serta menandatangani dokumen, yang kemudian diserahkan kepada pembayar atau pemberi uang sembari melakukan penyerahan barang / jasa.
Landasan Hukum Kuitansi
Landasan hukum perlunya kuitansi dalam sebuah transaksi adalah didasarkan pada Firman Allah SWT di dalam Q.S. Al-Baqarah 282:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِذَا تَدَایَنتُم بِدَیۡنٍ إِلَىٰۤ أَجَلࣲ مُّسَمࣰّى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡیَكۡتُب بَّیۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا یَأۡبَ كَاتِبٌ أَن یَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡیَكۡتُبۡ وَلۡیُمۡلِلِ ٱلَّذِی عَلَیۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡیَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا یَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَیۡـࣰٔاۚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya.”
Berangkat dari dasar landasan ini, maka Imam al-Mawardi menyampaikan adanya 4 macam hukum mencatat transaksi, yang dalam kesempatan ini kita maknai sebagai pembuatan nota/ faktur / kuitansi itu sendiri. Keempat ruang hukum tersebut, meliputi sebagai 1) hukum wajib kifayah, 2) wajib ketika senggang, 3) sunnah dan 4) mubah seiring adanya pandangan bahwa ayat tersebut telah dimansukh. Selengkapnya, pandangan tersebut tertuang di dalam Kitab Tafsir Al-Mawardi sebagai berikut:
تفسير الماوردي = النكت والعيون ١/٣٥٤ — الماوردي (ت ٤٥٠) البقرة←٢٨٢
وَفي ﴿فاكْتُبُوهُ﴾ قَوْلانِ: أحَدُهُما: أنَّهُ نَدْبٌ، وهو قَوْلُ أبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، والحَسَنِ، والشَّعْبِيِّ. والثّانِي: أنَّهُ فَرْضٌ، قالَهُ الرَّبِيعُ، وكَعْبٌ. ﴿وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكم كاتِبٌ بِالعَدْلِ﴾ وعَدْلُ الكاتِبِ ألّا يَزِيدَ [فِيهِ] إضْرارًا بِمَن هو عَلَيْهِ، ولا يَنْقُصُ مِنهُ، إضْرارًا بِمَن هو لَهُ. ﴿وَلا يَأْبَ كاتِبٌ أنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ﴾ وفِيهِ أرْبَعَةُ أقاوِيلَ أحَدُهُما: أنَّهُ فَرْضٌ عَلى الكِفايَةِ كالجِهادِ، قالَهُ عامِرٌ والثّانِي: أنَّهُ واجِبٌ عَلَيْهِ في حالِ فَراغِهِ، قالَهُ الشَّعْبِيُّ أيْضًا. والثّالِثُ: أنَّهُ نَدْبٌ، قالَهُ مُجاهِدٌ. والرّابِعُ: أنَّ ذَلِكَ مَنسُوخٌ بِقَوْلِهِ تَعالى: ﴿وَلا يُضارَّ كاتِبٌ ولا شَهِيدٌ﴾، قالَهُ الضَّحّاكُ.﴿وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الحَقُّ﴾ يَعْنِي عَلى الكاتِبِ، ويُقِرُّ بِهِ عِنْدَ الشّاهِدِ. ﴿وَلا يَبْخَسْ مِنهُ شَيْئًا﴾ أيْ لا يَنْقُصُ مِنهُ شَيْئًا.
Problem Fiqih Kuitansi
Di dalam dunia niaga, kuitansi memiliki ragam bentuk dan berbeda dalam kekuatan hukumnya. Ada yang memiliki kekuatan hukum dan ada yang tidak. Sementara yang dibutuhkan oleh subyek / pelaku niaga, adalah kuitansi yang memiliki kekuatan hukum sehingga bisa digunakan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap oihak yang melakukan wanprestasi di hadapan hakim.
Inilah yang akan kita bahas dalam artikel pendek ini agar kita semua sadar pentingnya mengenal dan memperhatikan ragam kuitansi yang ada, dan selanjutnya dapat memilih instrumen kuitansi mana yang ideal untuk kontrak yang dilakukan di dalam bisnis syariah.
Elemen Penyusun Kuitansi
Terdapat 3 ciri umum penyusun suatu kuitansi, antara lain:
- Yang umum beredar, adalah kuitansi itu terdiri dari selembaran bukti yang bisa dibagi menjadi dua bagian. Sub bagian kanan dan sub bagian kiri. Masing-masing pihak memperoleh bagian dari bukti pembayaran ini, Sub kanan (cetakan yang lebih kecil) diperuntukkan bagi penjual / pihak yang menyewakan sebagai bukti pembayaran. Sementarra sub bagian kiri diperuntukkan bagi pembeli.
- Pembuatan kuitansi terbagi dalam dua rangkap, dengan bagian atas atau asli bagi pihak pembayar dan bagian bawah atau file bagi pihak yang menerima uang.
- Kedua belah pihak mencantumkan informasi lengkap mengenai produk, jumlah uang yang harus dibayarkan, alamat serta tanggal pembelian, dan nama beserta tanda tangan penjual sebagai bukti valid bahwa kedua belah pihak telah menyelesaikan transaksi pembayaran.
Macam-Macam Kuitansi
Setidaknya terdapat 5 macam jenis kuitansi yang saat ini beredar di tengah masyarakat, yaitu:
- Kuitansi Pembayaran. Isi dari kuitansi ini umumnya berkaitan dengan skema transaksi yang dilakukan, misalnya kontan atau kredit. Bila transaksinya melibatkan transaksi kredit, maka disertai dengan bukti angsuran / cicilan
- Kuitansi Serah Uang. Kuitansi jenis ini menyatakan mengenai uang yang diserahkan kepada person atau instansi tertentu dengan nominal yang tertera ditulis secara terang
- Kuitansi Penarikan dan Penyimpanan. Kuitansi ini sering kita dapati di dunia perbankan ketika seseorang menghendaki untuk menabung atau menarik nominal tertentu dari tabungannya
- Kuitansi Transfer Uang. Jenis kuitansi ini umumnya juga digunakan pada institusi perbankan. Pada bukti pembayaran transfer uang, terdapat sebuah ciri di mana nomor rekening penerima tercantum dengan jelas pada tanda terima dari kuitansi tersebut.
- Kuitansi Transaksi Produk. Kuitansi jenis ini memberikan informasi mengenai barang yang dibeli oleh pelanggan. Tanda ini mencakup berbagai informasi seperti nomor seri lengkap item, jenis barang, alamat pelanggan, serta harga barang.
Kekuatan Hukum Kuitansi
Kuitansi disodorkan terkadang tidak hanya sebagai bukti transaksi, melainkan juga dapat berfungsi sebagai bukti hukum. Dalam proses jual beli tanah [misalnya], maka perlu ada alat bukti yang kuat, bahwa:
- Sudah dilakukan transaksi jual beli tanah secara sah.
- Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa alat bukti yang diakui secara hukum dan dianggap sah adalah apabila terdapat akta otentik yang dibuat oleh PPAT [Petugas Pencatat Akta Transaksi]. Oleh karena itu, penggunaan kuitansi saja dalam transaksi jual beli tanah, adalah masuk bagian ke dalam transaksi di bawah tangan sehingga lemah kedudukannya di mata hukum dan peradilan. Oleh karenanya, penggunan kuitansi saja dalam transaksi jual beli tanah justru akan mempersulit langkah hukum ketika terjadi masalah sengketa atas obyek transaksi, yaitu tanah.
Fungsi Kuitansi dalam Kontrak
Agar tidak menyesal di kemudian hari saat terjadi sengketa hukum, maka hal yang musti diperhatikan oleh subyek hukum adalah memastikan fungsi kuitansi yang digunakan dalam transaksi, yaitu:
- Bahwa kuitansi jual beli harus bisa digunakan sebagai bukti ketika ingin menjual kembali barang dengan harga yang lebih tinggi.
- bahwa dalam hal negosiasi, kuitansi tersebut akan menjadi bukti bahwa harga yang sudah disepakati sudah tidak bisa diubah lagi.
- Bahwa kuitansi tersebut juga sebagai bukti pembayaran yang sah dimana subyek pembeli sudah memberikan uang pada subyek penjual.
- Bahwa kuitansi itu kelak dapat digunakan sebagai alat bukti surat yang juga bisa digunakan dalam persidangan ketika ada masalah atau gugatan.
Format Kuitansi yang berkekuatan Hukum
Karena kuitansi harus bisa digunakan untuk melakukan tindakan perlawanan hukum saat terjadi kasus wanprestasi, maka seorang subyek hukum perlu memperhatikan format kuitansi yang digunakannya.
Sebuah kuitansi akan memiliki kekuatan hukum, apabila memuat hal-hal sebagai berikut:
- Nama lengkap
- Tujuan pembayaran
- Nomor kuitansi
- Tempat dan tanggal transaksi
- Nominal Nilai Transaksi
- Nama lengkap penjual atau penerima uang
- Materai
- Stempel dan tanda tangan.
شرح «أدب القاضي للخصاف» للصدر الشهيد – ت سرحان ٣/٢٨٨ — الصدر الشهيد (ت ٥٣٦)
إذا كتب القاضي الكتاب، فقال هذا: من فلان بن فلانالى من وصل اليه كتابي هذا من قضاة المسلمين وحكامهم. وأجمعوا انه لو كتب هذا: من فلان بن فلانالى قاضي بلد كذا فلان ابن فلان، والى كل من وصل اليه كتابي هذا من قضاة المسلمين وحكامهم، فمتى ورد الكتاب على كل قاض [فانه] يقبله. أبو يوسف يقول: ذكر الاسم والنسب انما كانللإعلام، والقاضي في كل بلدة معروف ومشهور، فتقع الغنية في حقه عن ذكر الاسم والنسب؛ الا ترى ان ابا حنيفة وابن ابي ليلى لما صارا مشهورين وقع الاستغناء في حقهما لإعلامهما. وأبو حنيفة ومحمد يقولان: اعلام القاضي المكتوب اليه شرط، وانما يصير معلومًا بالاسم والنسبة، ولم يوجد، بخلاف ما إذا سمى فلان ابن فلان، ثم قال: والى كل من يصل اليه؛ لان الاول قد صار معلومًا بذكر الاسم والنسبة، وما وراءه تبع له، فأمكن الحاقه به.
Bila perlu, di dalam kuitansi itu juga perlu dituliskan nama lengkap saksi-saksi terjadinyya transaksi. Sebab, secara syara’, “bukti tertulis” atau “surat”, adalah tidak bisa digunakan sebagai alat bukti yang sah bila tidak ada saksi. [Baca juga: Kekuatan Hukum Video di Pengadilan Agama]
Rujukan
فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار ١/٣٣٤ — محمد بن قاسم الغزي (ت ٩١٨)
وإذا كان مع المدعي بينة سمعها الحاكم، وحكم له بها – إن عرف عدالتها، وإلاَّ طلب منها التزكية؛ (وإن لم تكن له) المدعي (بينة، فالقول قول المدعى عليه بيمينه)
أسنى المطالب في شرح روض الطالب ٣/١١٩ — زكريا الأنصاري (ت ٩٢٦)
وَالْقَاضِي يَجُوزُ أَنْ يُوَلِّيَ نَائِبَهُ الْقَضَاءَ بِالْمُشَافَهَةِ وَالْمُرَاسِلَةِ وَالْمُكَاتَبَةِ عِنْدَ الْغَيْبَةِ؛ لِأَنَّهُمْ صَرَّحُوا ثَمَّ بِأَنَّ الْكِتَابَةَ وَحْدَهَا لَا تُفِيدُ بَلْ لَا بُدَّ مِنْ إشْهَادِ شَاهِدَيْنِ عَلَى التَّوْلِيَةِ
روضة الطالبين وعمدة المفتين ١١/١٨٥ — النووي (ت ٦٧٦)
وَاقْتِضَاءُ الْبَيِّنَةِ صِحَّةُ الدَّعْوَى،فَصَارَ كَقَوْلِهِ: سَمِعْتُ الْبَيِّنَةَ وَقَبِلْتُهَا وَلِأَنَّ الْحُكْمَ هُوَ الْإِلْزَامُ، وَالثُّبُوتُ لَيْسَ بِإِلْزَامٍ.
روضة الطالبين وعمدة المفتين ٨/٣٥٣ — النووي (ت ٦٧٦)
ومقتضى التصحيح بالكتابة المجردة تكرير كتابة كلمة الشهادة
التحبير شرح التحرير ٨/٤١٣٩ — المرداوي (ت ٨٨٥)
قَالَ ابْن عبد السَّلَام فِي «قَوَاعِده»: لَا يتَصَوَّر فِي الظنون تعَارض كَمَا لَا يتَصَوَّر فِي الْعُلُوم، إِنَّمَا يَقع التَّعَارُض بَين أَسبَاب الظنون، فَإِذا تَعَارَضَت: فَإِن حصل الشَّك لم يحكم بِشَيْء، وَإِن وجد ظن فِي أحد الطَّرفَيْنِ حكمنَا بِهِ؛ لِأَن ذهَاب مُقَابِله يدل على ضعفه وَإِن كَانَ كل مِنْهُمَا مُكَذبا للْآخر تساقطا، وَإِن لم يكذب كل وَاحِد مِنْهُمَا صَاحبه عمل بِهِ حسب الْإِمْكَان كدابة عَلَيْهَا راكبان يحكم لَهما بهَا؛ لِأَن كلا من الْيَدَيْنِ لَا تكذب الْأُخْرَى. انْتهى. قَالَ الْبرمَاوِيّ: «وَهُوَ نَفِيس؛ لِأَن الظَّن هُوَ الطّرف الرَّاجِح، وَلَو عورض بِطرف آخر رَاجِح، لزم أَن يكون كل وَاحِد مِنْهُمَا راجحا مرجوحا، وَهُوَ محَال» انْتهى.
التحبير شرح التحرير ٨/٤١٤٠ — المرداوي (ت ٨٨٥)
قَوْله: ﴿وَالتَّرْجِيح تَقْوِيَة أحد أمارتين على أُخْرَى لدَلِيل، وَمنعه الباقلاني وَجمع كَالشَّهَادَةِ، قَالَ الطوفي: الْتِزَامه فِيهَا مُتَّجه ثمَّ هِيَ آكِد﴾ لَا يَقع التَّرْجِيح إِلَّا مَعَ وجود التَّعَارُض، فَحَيْثُ انْتَفَى التَّعَارُض انْتَفَى التَّرْجِيح، فالترجيح فرع التَّعَارُض مُرَتّب على وجوده. وَاعْلَم أَنه لَا تعَارض بِالْحَقِيقَةِ فِي حجج الشَّرْع؛ وَلِهَذَا أخر مَا أمكن.