Gig economy merupakan gambaran sekilas terjadinya pergeseran orientasi kerja ekonomi masyarakat yang sebelumnya mereka harus kerja dibatasi oleh waktu dan ruang kerja, berubah menjadi tanpa dibatasi oleh waktu dan ruang kerja tertentu. Penyebab utamanya, ada banyak macam dan ragamnya. Namun, di era disrupsi teknologi semacam ini, keberadaan platform digital merupakan soko guru utama penopang utama bagi lahirnya gig economy.
Kita ambil contoh misalnya, adanya marketplace Bukalapak, Tokopedia, Shopee, menjadikan banyak pihak yang terinspirasi untuk ikut serta bergabung di dalamnya, menjual barang yang mereka rasa akan laku dan selanjutnya mendatangkan keuntungan.
Di sisi lain, bermunculan berbagai ruang baru media yang menawarkan penghasilan dari menulis artikel lepas dan berbayar, menjadi turut serta penyokong bagi munculnya realitas baru gig economy.
Fakta yang tak terbantahkan sebagai konsekuensi logis dari gig economy adalah muncul istilah freelancer, gig workers atau tenaga full-timer (admin). Basis kerja yang mereka lakukan adalah kontrak dan kompetisi. Industri periklanan, pengiriman barang atau bahkan konsultan hukum.
Di beberapa kesempatan mendatang, eL-Samsi akan coba mengulas perihal Gig Economy ini dari sudut pandang fikih muamalah. Apa saja yang terjadi di sana, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan. Lalu apa solusinya bagi para pekerja Gig Economy tersebut. Simak ulasannya di episode Gig Economy.