Secara syara’, perdagangan yang dilakukan secara langsung serah terima barang di majelis akad adalah termasuk kategori perdagangan tradisional. Syarat-syaratnya sudah jelas, yaitu kemakluman harga dan barang, barang adalah milik sendiri atau yang diwakilkan, barang bisa diserahterimakan di majelis akad.
Perdagangan berikutnya adalah perdagangan yang disertai adanya penundaan salah satu harga dan barang. Jika barang yang ditunda penyerahannya, maka disebut akad salam. Jika harga yang ditunda penyerahannya, maka disebut jual beli tempo (bai’ muajjalan).
Karena penyerahan harga dan barang meniscayakan adanya penundaan, menandakan bahwa adanya “jeda waktu” yang berperan di dalamnya. Jeda waktu ini disebut juga dengan istilah jangka waktu (berjangka).
Nah, pasar yang mewadahi aktifitas-aktifitas transaksi jual beli dengan meniscayakan adanya jangka waktu penyerahan antara harga dan barang ini, disebut pasar berjangka. Jadi, pada dasarnya, kita juga bisa menamai pasar berjangka ini dengan istilah yang Islami, misalnya sebagai pasar salam, atau pasar muajjalan (tempo).
Masalahnya kemudian, adalah apakah transaksi di pasar berjangka ini memenuhi kaidah bai’ salam, atau bai’ muajjalan sebagaimana digariskan oleh syariiat Islam? Ini adalah poin yang hendak kita kaji.
Jenis Barang yang ditransaksikan dalam Pasar Berjangka
Karena pasar berjangka meniscayakan bahwa barang tidak bisa dilihat langsung oleh pembeli, maka jenis barang yang harus dipenuhi oleh pasar berjangka agar sah transaksinya, adalah barang tersebut harus bisa disifati (maushufah fi al-dzimmah). Dengan demikian, bila barang itu berupa komoditas, maka komoditas itu harus bersifat konstan, sehingga tidak boleh berubah-ubah takaran dan timbangannya.
Jika barang itu bersifat bersifat mudah berubah karena adanya beda kurs, maka kurs yang dipakai adalah kurs saat deal akad, dan bukan kurs yang bersifat prediktif berupa kurs mendatang. Adanya sifat prediktif semacam ini, menandakan adanya praktik maisir (spekulatif), gharar (pengelabuan) dan jahalah (ketidaktahuan). Alhasil, hukumnya bisa menjadi haram.
Mekanisme Transaksi Pasar Berjangka
Sistem transaksi pasar berjangka saat ini ada beberapa macam, antara lain: spot, option, swab, future, forward. Apakah sistem ini bisa mewakili sistem jual beii tempo dan salam? Kita uji dulu, benarkah sistem tersebut sudah memenuhi kaidah jual beli salam dan tempo. Jika tidak memenuhi kaidah jual beli salam dan tempo, maka tidak bisa disebut sebagai boleh. Hukumnya adalah haram. Namun, lain halnya jika terpenuhi dua kaidah salam dan tempo itu, makka hukumnya adalah boleh.
Jadi, keterpenuhan obyek barang sebagai maushuf fi al-dzimmah, belum tentu menjadikan transaksi dii pasar berjangka tersebut adalah boleh. Mengapa? Sebab, maushuf fi al-dzimmah ini hanya berbicara soal “barangnya saja”, sebagai sah atau tidak untuk ditransaksikan.
Lantas, bagaimana dengan tanggapan eL-Samsi terhadap barang yang ditransaksikan di pasar berjangka?
Kalau dilihat dari obyek barangnya, yang terdiri atas forex (mata uang asing), minyak, kelapa sawit, emas, maka kami berani menjamin bahwa hampir semua broker trading yang resmi sudah mentransaksikan barang yang memenuhi kaidah maushuf fi al-dzimmah. Kami dari Tim eL-Samsii hanya berani menjamin untuk pola trading yang dilakukan oleh broker yang terdaftar secara resmi dan diawasi oleh Bappebti. Adanya tidak keterawasinya broker, dalam hal ini, peneliti tidak berani memastikan. Sebab khawatirnya, anda terjebak di jual beli aset fiktif, yaitu nilai asett yang tidak memiliki penjamin berupa aset.
Alhasil, selanjutnya tergantung pada bisa dibuktikan atau tidak keberadaan aset penjamin pada obyek yang ditradingkan. Jika tidak ada penjaminnya, maka otomatis haram dan masuk dalam bagian yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara langsung dan tegas (naha rasulullah an al-ribhi ma lam yudlman). Wallahu a’lam bi al-shawab!
2 Comments
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.