elsamsi log
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Jual Beli Muthlaq, Barter, Lelang dan Sharf

Asal-usul jual beli dalam Islam, pada dasarnya adalah akad barter (muqabalatu syaiin bi syaiin) atau mu’awadlah (pertukaran barang). Yang dinamakan dengan pertukaran, sudah pasti mensyaratkan bahwa barang yang ditukar adalah sama atau sebanding. Kesebandingan antara penukar dan yang ditukar inilah merupakan amanah dasar dari jual beli. 

Baca: Syarat dan Rukun Jual Beli dalam Islam – El-Samsi (elsamsi.my.id)

Karena harus menjaga kesebandingan dan kesepadanan, maka jual beli di dalam Islam pada dasarnya merupakan akad amanah. Amanah sendiri sering diartikan sebagai: menyampaikan apa adanya sehingga terbit tenangnya hati, saling ridla. Akad jual beli yang berlandaskan akad amanah selanjutnya dikenal dengan istilah bai’ amanah

Selanjutnya, ada 2 hal yang harus disadari oleh setiap pribadi muslim sebagai konsekuensi dari terjadinya akad jual beli, yaitu: 

  1. Di dalam jual beli, meniscayakan adanya keuntungan / laba (ribhun). 
  2. Di dalam jual beli, meniscayakan adanya pertukaran antara barang dengan barang, atau barang dengan harga.

Kali ini kita akan mengupasnya berangkat dari dasar jual beli terlebih dahulu, yaitu jual beli muthlaq dan rumpunnya, serta jual beli sharf. Di dalam kedua akad ini juga berlaku yang dinamakan kaidah amanah tersebut.

Baca Juga:
Jenis-Jenis Barang Yang Bisa Dijualbelikan – El-Samsi (elsamsi.my.id)
Jual Beli Kontan, Kredit, Tempo dan Salam – El-Samsi (elsamsi.my.id)

Bai’ Muthlaq 

Jual beli yang memiliki fokus pada terjadinya pertukaran antara barang dan harga saja, tidak ada keharusan kesepadanan pada barang dan harga, dikenal dengan istilah bai’ muthlaq. Ada 2 kategori jenis jual beli ini, yaitu: 

  1. Bai’ Muqayadlah, atau dikenal dengan istilah barter.
  2. Bai’ Muzayadah, atau dikenal dengan istilah sistem lelang.

Fokus dari kedua praktik ini, adalah terjadinya pertukaran barang dan adanya keuntungan yang didapat baik oleh penjual maupun pembeli. Adanya kesepadanan dalam barter, dan adanya keuntungan pada akad muzayadah, adalah bagian dari amanah jual beli.

Bai’ Sharf

Jual beli dengan fokus utama terjadinya pertukaran antara barang dan harga, namun disertai dengan illat harus sepadan, setimbang, dan bisa diserahkan, dikenal dengan istilah bai’ sharf

Jika melihat dari asal adanya pertukaran, maka sharf ini termasuk rumpun dari bai muqayadlah (barter). Sementara, jika ditilik dari asal adanya keuntungan yang mengiringi pertukaran, maka sharf adalah termasuk rumpun dari bai’ muzayadah

Namun, perlu diingat bahwa transaksi sharf, secara khusus hanya berlaku pada akad jual beli dengan obyek terdiri atas barang ribawi (emas, perak dan bahan makanan). Alhasil, praktik muqayadlah dan muzayadahnya berbeda secara prinsipil dengan akad kedua rumpun bai’ muthlaq tersebut

Sharf yang terjadi pada barang ribawi sejenis (misalnya emas dengan emas dan perak dengan perak), disyaratkan terpenuhinya hal-hal sebagai berikut:

  1. Wajib hulul, yaitu diketahui jatuh temponya (hulul al-ajal)
  2. Wajib tamatsul, yaitu sepadan dalam takaran, timbangan, kadar, satuan, berat dan sejenisnya
  3. Wajib taqabudl, yaitu bisa saling diserahterimakan. 

Adapun sharf yang berlaku atas barang ribawi tidak sejenis (misalnya emas dengan perak), maka wajib terpenuhi dua syarat, yaitu:

  1. Wajib hulul, yaitu diketahui jatuh temponya, dan
  2. Wajib taqabudl, yaitu bisa diserahterimakan harga dan barangnya.

Baca juga:
Jual Beli Tempo dengan Dolar yang dikurskan Saat Pembayaran – El-Samsi (elsamsi.my.id)
Macam-macam Pembagian Jual Beli – El-Samsi (elsamsi.my.id)
Ikhtisar Penyerahan Harga kepada Pihak Lain

Ada satu syarat yang tidak disertakan dalam sharf yang melibatkan 2 jenis barang ribawi yang tidak sejenis ini, yaitu illat tamatsul. Apakah serta merta illat ini hilang? Jawabannya adalah tidak. 

Illat tamatsul di dalam jual beli barang ribawi tidak sejenis, didekati dengan menggunakan bentuk lain, yaitu dikembalikan pada ‘urf. Bagaimana hal itu terjadi?

Dlabith Pertukaran Barang Ribawi Sejenis

Untuk sharf yang terdiri dari barang ribawi sejenis, maka berlaku ketentuan bahwa:

ما جاء مبينا معناه من قبل الشارع

“Selagi suatu perkara itu telah rinci dijelaskan oleh syara’ maka dikembalikan pada Syari’ (Allah wa Rasuluhu).”

Di dalam sebuah nash hadits telah dijelaskan bahwa bila terjadi pertukaran emas dengan emas, atau perak dengan perak, maka wajib matsalan bi matsalin (sama) dan yadan bi yadin (saling serah terima). Nash ini menduduki derajat manthuq (tersurat) dalam nash (manshush), sehingga wajib mengikutinya. 

Dlabith Pertukaran Barang Ribawi Tidak Sejenis

Adapun dlabith pertukaran barang ribawi tidak sejenis disampaikan dasar sebagai berikut:

بيعوا الذهب بالفضة كيف شئتم يداً بيد

“Juallah emas dengan emas sesukamu dengan jalan serah terima.”

Di dalam teks nash ini, tidak terdapat ketentuan yang menjelaskan mengenai batasan kaifa syi’tum (terserah kamu). Alhasil, rincian dari kaifa syi’tum tersebut menghendaki perincian (bayan) sebab derajatnya yang mafhum dan tidak manthuq. Menghadapi suatu dalil yang menempati derajat mafhum, maka penjelasannya dikembalikan pada ‘urf

 ما لم يحدّه الشارع، فيرجع فيه إلى العرف

“Sesuatu yag belum ditetapkan batasannya oleh Syari’ (Allah wa rasuluhu), maka batasan itu dikembalikan pada ‘urf.”

Suatu misal, ada kasus seseorang merusakkan perhiasan emas milik orang lain. Berapa besaran ia harus mengganti rugi (dlaman)? Dalam kasus semacam ini, maka sesuai dengan kaidah di atas, besaran nilai ganti rugi tersebut adalah ditetapkan berdasarkan harga emas setempat. Harga semacam ini disebut dengan istilah qimatu al-mitsli. Sebuah istilah yang menempati derajat illat tamatsul

Di era modern, qimatu al-mitsli ini sering kemudian dijadikan standar acuan bahwa ketika terjadi transaksi barang ribawi yang tidak sejenis, maka bila sebuah harga tidak bisa diserahkan di tempat, maka minimal harus disepakati berapa harga barang ribawi tersebut di majelis akad. Wallahu a’lam bi al-shawab

Baca Juga:
Hutang Piutang dalam situasi berbeda Kurs – Aswaja Muda Bawean (elsamsi.my.id)
Membangun Fasilitas Pribadi di Atas Tanah Milik Publik – Aswaja Muda Bawean (elsamsi.my.id)

Spread the love
Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Related Articles

2 Comments

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: