el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Kapitalisasi Pasar 4

Saat kriptografi dimaknai sebagai sekuritas teknologi, maka kriptografi memiliki nilai peran sebagai aset yang memiliki utilitas pelindung. Sebagai pelindung, meniscayakan ada sesuatu dibalik kriptografi yang dilindungi olehnya. Sesuatu ini, kemudian kita sebut sebagai syaiin. Permasalahannya kemudian adalah apa syaiin yang dilindungi oleh kriptografi tersebut?

Pertanyaan ini menjadi menarik, seiring cryptocurrency merupakan mata uang dan diakui sebagai native coin (koin asli). Menurut kamus literasi keuangan, kita bisa mengandaikan contoh dari native coin dengan bahan kriptografi ini layaknya full bodied money, yaitu mata uang yang nilai intrinsik (nilai yang dikandung) ditentukan berdasarkan nilai bahan (nilai ekstrinsik). 

1 dinar, adalah menyatakan nilai intrinsik. Nilai ini mewakili emas dengan berat 4.2 gram, dengan kadar 22 karat. Nilai yang diwakili ini disebut juga dengan istilah nilai bahan / nilai ekstrinsik. 

Sampai di sini, lalu apakah sudah pas bila cryotocurrency sebagai native coin ditempatkan menurut istilah full bodied money

Sebagaimana tulisan terdahulu, maka kita harus mengujinya. Dulu sempat diberikan contoh oleh penulis, bahwa jika bahan uang itu dilebur, dan tetap memiliki kandungan yang sama dengan bahan yang diwakili oleh 1 dinar, maka itu tandanya memenuhi standart native coin / full bodied money

Namun, jika sebaliknya, jika bahan itu ternyata lebih kecil atau lebih besar nilainya dibanding nilai instrinsiknya (1 dinar), maka itu namanya bukan native coin. Secara fikih, hal itu adalah ciri khas dari token (ma fi al-dzimmah atau maal duyun). Apalagi bila nilai bahannya (nilai ekstrinsik) itu bernilai lebih kecil dari nilai intrinsiknya, maka secara nyata itu adalah ciri khas dari token atau maal duyun (ma fi al-dzimmah).

Syarat Token diterima sebagai Mata Uang

Karena nilai bahan token sudah pasti lebih kecil dibanding nilai intrinsik yang dikandungnya, maka ada syarat utama agar sebuah token bisa diterima dan diakui di pasaran sebagai mata uang. Syarat utama itu, adalah: 

Pertama, adanya penjamin nilai intrinsik, misalnya pemerintah atau otoritas yang menerbitkannya. Pada cryptocurrency, pihak penjamin ini adalah pernyataan platform penerbit cryptocurrency itu sendiri yang diwadahi dalam rantai blockchain. Suatu misal: Bitcoin, maka bitcoin diterima dalam wadah Bitcoin blockchain. Ether diterima dalam Ether Blockchain. NEO diterima dalam wadah NEO blockchain. Ketiganya memiliki ciri khas kriptografi sendiri-sendiri. 

Kita bisa mengandaikan bahwa blockchain itu pada dasarnya adalah bank sentralnya kriptografi dari setiap platform! Bedanya, blockchain tidak menerbitkan uang. Uang diterbitkan oleh jaringan Peer to Peer (P2P). Blockchain hanya bertugas sebagai portofolio yang berisi buku besar catatan peredaran dan penerbitan mata uang crypto dari satu platform yang sama. 

Jadi, pada dasarnya mekanisme peredaran, penerbitan dan pengesahan cryptocurrency itu hakikatnya tetap centralized. Yang tidak tersentralisasi hanya pencetakannya saja, sebab dilakukan oleh jaringan P2P. Fafham!

Kedua, adanya masyarakat yang mahu menerima, menggunakan dan menyimpannya (marketcap). Mengapa? Sebab, jika masyarakat tidak mahu menerima, maka ia akan cenderung enggan untuk menyimpannya. Mereka lebih suka, untuk cepat membelanjakannya atau menukarkannya. Jika hal ini terjadi, maka itu tandanya tidak ada penghargaan dari masyarakat terhadap uang yang ada. 

Itu sebabnya, dalam perdagangan (trading) mata uang crypto, pihak trader selalu melihat catatan mengenai market capitalization (marketcap) yang dibentuk oleh setiap blockchain. Tujuannya apa? 

Singkat kata, tujuannya adalah mengetahui tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan cryptocurrency yang hendak dibelinya itu di rantai blok (blockchain) miliknya sendiri. Kalau marketcapnya kecil, itu tandanya, cryptocurrency itu tidak diterima di rantai blok miliknya sendiri. Jika marketcapnya besar, maka itu menandakan tingkat penerimaan oleh masyarakat juga besar. Perhatikan gambar berikut!

Ilustrasinya sama dengan mata uang fisik. Jika marketcapnya Rupiah besar di Indonesia, itu menandakan rupiah adalah berdaulat di blockchain (negaranya sendiri). Marketcapnya Ringgit juga sama, jika besar di Malaysia (blockchain Malaysia), maka itu tandanya ia berdaulat (memiliki wilayah) di rantai blocknya sendiri. Kedaulatan inilah yang menyebabkan ia berharga, sebagaimana kita mengupayakan dan memperjuangkan kedaulatan rupiah di negara tercinta ini. 

Lalu di mana Letak Kriptografi itu berperan dalam Cryptocurrency?

Kita sudah memahami bahwa cryptography adalah bahan dasar cryptocurrency. Cryptocurrency yang sah dari suatu platform, senantiasa tercatat dalam sebuah rantai blockchain (bank sentral kripto). Karena cryptocurrency ada dalam bentuk digital, maka syarat agar sebuah cryptocurrency itu sah sebagai uang, adalah bahan cryptocurrency itu tidak boleh bisa digandakan atau dicopy. Untuk itu dibutuhkan sebuah pengaman yang sifatnya bisa dipastikan (tsubutah) dan yakin, yaitu fasilitas yang dimiliki oleh cryptography lewat teknologi encrypsy yang dimilikinya.

Kita buat pengandaian pada uang fisik. Uang merupakan unit penyimpan kekayaan. Itu sebabnya, jika uang itu ada dalam bentuk token (misalnya: uang kertas), maka bahan token itu tidak boleh terdiri dari dua bahan yang memiliki nomor seri yang sama. Tidak ada dua uang token dengan nomor seri yang sama. Ini adalah prinsip teknologi uang tersebut. Dan dalam cryptocurrency, pencegahan terjadinya copying, duplicating, bisa dicegah dengan teknologi encrypsy kriptografi. 

Selanjutnya, berbekal teknologi enkripsi ini, kita diarahkan pada pemikiran, bukankah cryptocurrency itu masih ditampilkan dalam dunia digital? Di sisi lain, kita sudah menyepakati bahwa bukankah karena fasilitas enkripsi cryptography tersebut, mata uang digital tidak bisa digandakan? 

Dua permasalahan ini membutuhkan pentaqdiran dalam wilayah fikihnya. Tidak bisanya digandakan ini menduduki status tsubut, secara aqliyah. Tidak ada dalam bentuk fisik, ini juga berlaku tsubut, secara hissiyah. Ibarat udara, secara hissi indra kita tidak bisa menangkap fisiknya. Namun, secara aqli, sifat tsubut adanya udara dan oksigen bisa diterima secara aqly. Buktinya, ketika oksigen itu sudah diperangkap dalam suatu wadah tabung, maka oksigen itu menjadi berharga mahal ketika dihadapkan pada pasien yang membutuhkan bantuan selang oksigen, atau juga bahkan bagi penyelam. 

Tidak bisanya cryptocurrency itu dicetak, namun bisanya cryptography itu diterima secara aqly sebagai yang tidak bisa dicopy, merupakan dasar untuk menempatkan bahwa cryptocurrency itu secara aqal dan inderawi adalah diterima sebagai syaiin. Alhasil, ia bukan merupakan aset yang ma’dum (fiktif) sebagaimana oksigen yang bukan merupakan aset ma’dum. 

Sesuatu yang bisa diterima secara aqly, namun tidak bisa diterima secara hissy, menandakan bahwa “syaiin” yang dimiliki oleh cryptocurrency ini adalah yang bersifat ma’nawy. Sebagaimana oksigen, keberadaannya adalah berstatus ma’nawy. 

Sekarang, mari kita lihat pada definisi dari ain, adakah ain itu juga menunjuk pengertian ma’nawy? Perhatikan ibarat dari mu’jam al-wasith berikut ini!

العَيْنُ  النَّفِيسُ من كلِّ شىء. يقال: هذه القصيدةُ من عيون الشِّعر.  العَيْنُ  واحِدُ الأعيانِ للإخْوَة الأشِقَّاء. يقال: هو عبْدُ  عَيْن  yوصَديق  عَيْن  يَخْدُمُ ويُصَادِقُ ما دُمْتَ تراه بِعَيْنِكَ، فإذَا غِبْتَ فلا.  وفعَلَهُ على  عَيْن  وعلى عَيْنَين، وعلى عَمْدِ عَق، وعلى عَمْدِ عَيْنَيْنِ: تعمَّدَهُ بجِدٍّ ويقين. يقال: نَعِمَ الله بك عَيْنًا: أَقَرَّ بك  عَيْن  من تُحِبُّه، أَو أقَرَّ عَيْنَك بِمَنْ تُحِبُّه.  ولَقِيتُهُ أوَّلَ  عَيْن  أَوَّلَ شَيْءٍ.  وأَنْت على عَيْنِي: في الإكرام والحِفْظ.،  وفي التنزيل العزيز:طه آية 39 وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي) ) : لِتُرَبَّى مَكْلوءا بعنايتي وحِفْظِي. ولقِيتُهُ  عَيْن  عُنَّةٍ: لقيتَه عِيَانًا ولم يَرَكَ.  وعَيْنُ الجَمَل: الجَوْزُ [على التشبيه] .  وعين السمكة العَيْنُ  (في أَمراض الجلد) : غِلَظٌ في صلابَةٍ يكون في الجلد من ضغط أو احتكاك كما يحدث في أَصَابع القدم من ضغط الحذاء.

Berangkat dari tinjauan sisi aspek kebahasaan di atas, ternyata ada pengertian ain yang menunjuk ke suatu pengertian ma’nawy. Tidak ada yang memungkiri bahwa kerinduan itu adalah ada. Tidak ada juga yang memungkiri bahwa sifat berharganya sesuatu juga ada. 

Alhasil, cryptocurrency dalam konteks ini bisa diartikan juga sebagai maal ma’nawy karena aspek adanya. Ia bukan sekedar kumpulan sinar-sinar dari layar handphone atau layar komputer. Ketika handphone dan komputer itu padam, sifat berharganya maal ma’nawy ini tidak ikut hilang sebab bisa dibuka lewat device yang lain, dengan jalan masuk ke rantai block yang dimiliki pihak penambang. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content