elsamsi log
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Kerugian Akibat Peristiwa Tiba-Tiba

Kerugian Akibat Peristiwa Tiba-Tiba

Terkadang kerugian diakibatkan oleh kejadian yang super tiba-tiba. Seandainya kejadian itu diketahui sebelumnya, seharusnya bisa dihindari dari akibat menimbulkan kerugian. Namun, untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Kejadian juga suatu peristiwa yang mengagetkan, sehingga berbuah kerugian. Wajibkah tempuh risiko kerugian?

Suatu misal, ada seseorang yang menggembala kambing. Tanpa disadari, tiba-tiba datang serigala yang memakan kambing tersebut. Apakah pihak penggembala wajib tempuh kerugian? Dalam hal ini jawaban tersebut diperinci. 

Jawaban didasarkan pada beberapa pertimbangan:

  1. Ada atau tidak kemungkinan penggembala menyelamatkan kambing saat serigala tersebut datang secara mendadak untuk memakannya?
  2. Apakah penggembala sudah tahu bahwa lokasi tempat gembalaannya seringkali ada serangan serigala atau hewan buas lainnya? 
  3. Berapa jumlah serigala yang menyerang? Karena untuk jumlah serigala yang hanya seekor misalnya, maka dapat dengan mudah dihalau oleh penggembala. Lain lagi bila jumlah serigalanya banyak, maka sudah pasti bisa dianalogikan dengan kasus al-sirqah (pencurian). 
Kedua pertanyaan ini mutlak ditanyakan mengingat suatu permintaan ganti rugi bisa dipungut bilamana memenuhi syarat dan rukunnya, yaitu: 1) ada tindakan kesembronoan / melampaui batas dari pelaku, dan 2) ada niat untuk berbuat merugikan. Bila salah satu unsur ini terpenuhi, maka sangat layak baginya untuk dimintai ganti rugi. Namun, bila tanpa keberadaan unsur ini, maka tidak layak baginya dimintai ganti kerugian. 

Dilihat dari memungkinkan atau tidak penggembala kambing menyelamatkan kambing yang digembalakan dari serangan serigala, maka sudah pasti pertimbangan jumlah kambing merupakan yang layak diperhatikan pula. 

  1. Bila kambing jumlahnya banyak, maka tidak ada wajib ganti rugi bagi Si Penggembala tersebut, mengingat hilangnya satu kambing akibat aktifitas yang mengagetkan di luar kesadarannya, dapat diqiyaskan (dianalogikan) sebagai tindakan pencurian. Kehilangan barang di tempat penyimpanan / di tempat penggembalaan pada umumnya tidak bisa dikenai ganti rugi untuk kasus seperti ini. 
  2. Namun, bila kambing itu jumlahnya hanya seekor, atau beberapa ekor saja yang mudah bagi penggembala untuk menyelamatkan, maka wajib bagi penggembala untuk memberikan ganti rugi. Ketidakmampuan dia menjaga kambing yang sedikit jumlahnya dari serangan serigala, dapat dikatakan sebagai bagian dari tindakan al-ta’diyah (sembrono dan melampaui batas) sehingga berujung merugikan (idlrar).

Pengetahuan penggembala akan lokasi gembalaan juga syarat menjadi pertimbangan yang penting. Tidak hanya terhadap serigala, melainkan juga terhadap faktor lain, seperti keberadaan insektisida / pestisida yang mungkin ada di sekitar lokasi pertanian. Dan hal ini berlaku umum di masyarakat. 

Terkadang, orang menggembalakan kambingnya di sekitar lokasi areal tanaman yang rutin dirawat oleh pemiliknya dengan menyemprot hama. Sudah pasti rumput yang ada di sekitarnya kadang terpengaruh oleh obat-obatan tersebut, karena faktor kuatnya angin ketika menyemprot. Bila rumput itu dimakan oleh ternak yang digembalakan, sudah barang tentu besar kemungkinan dia keracunan. Dalam kondisi seperti ini, maka selain pertimbangan jumlah kambing yang digembalakan di atas mutlak menjadi pertimbangan, unsur pengetahuannya tukang gembala juga termasuk bagian yang dipertimbangkan. 

  1. Jika ia sengaja membawa kambing itu merumput di sekitar lahan yang diinjeksi dengan obat tersebut, maka berapapun jumlah kambing yang digembalakan dan mati akibatnya, maka ia wajib untuk memberikan tempuh ganti kerugian. 
  2. Apabila ia tidak sengaja dan tidak mengetahui bila kambing tersebut berada di lokasi sekitar area tanaman, disebabkan banyaknya kambing yang harus digembalakan, maka ia tidak bisa dimintai tempuh ganti kerugian. 
  3. Untuk kambing yang digembalakan dalam jumlah sedikit, maka wajib baginya tempuh ganti kerugian, disebabkan unsur sembrono (al-ta’diyah) begitu nampak dalam kasus ini

Syeikh Wahbah Al-Zuhaily menjelaskan kasus di atas ini secara sepintas kilas sebagai berikut:

الحادث المفاجئ فهو أن يحصل التلف بفعل يقدر الإنسان على دفعه ولكنه فوجئ به في مكان مأمون عادة كمفاجأة راعي الغنم بذئب في حقل مثلا جاء في الفتاوي البزازة لو أكل الذئب الغنم والرعي عنده إن كان الذئب أكثر من واحد: لايضمن لأنه كالسرقة غالبا (أي كالقوة القاهرة) وإن كان واحدا يضمن لأنه يمكن المقاومة معه فكان من جملة ما يمكن الإحتراز منه بخلاف الزائد على الواحد أي إن الضمان هنا في مكان غير مأمون عادة كالصحراء والجبال والوديان

Artinya: Kejadian tiba-tiba yaitu suatu peristiwa yang terjadi dan menyebabkan kerusakan yang memungkinkan bagi manusia untuk menghindarinya, akan tetapi datangnya yang tiba-tiba di tempat yang umumnya aman. Misalnya, serangan tiba-tiba serigala terhadap kambing yang digembalakan penggembala. Dalam Kitab al-Fatawi al-Bazâzah disebutkan: “Apabila seekor serigala memakan kambing yang digembalakan dan penggembala ada disekitar lokasi tersebut, maka bila kondisi serigala itu lebih dari satu, maka penggembala tidak wajib tempuh ganti rugi, karena kasusnya menyerupai kasus pencurian pada umumnya (atau seperti kasus kuatnya serangan (al-quwwati al-qahirah). Lain lagi, bila serigala itu hanya seekor, maka penggembala wajib membayar ganti rugi, sebab ada kemungkinan baginya untuk menghalaunya, sehingga kerugian yang ditimbulkan adalah masuk bagian yang mungkin untuk dijaga. Hal yang sama berbeda bila lebih dari satu. Ganti rugi dalam kasus terakhir ini berlaku untuk kasus penggembalaan di lokasi yang umumnya tidak aman, misalnya di padang pasir, gunung atau padang rumput lainnya.” Wahbah Al-Zuhaily, Nadhariyatu al-Dlamân aw Ahkâm al-Mas’uliyah al-Madaniyah wa al-Jinaiyah fi al-Fiqhi al-Islâmy, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1998: 38).

Wallahu a’lam bi al-shawab

Spread the love
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean

Related Articles