el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Assalamualaikum wr wb

Maaf ustadz, ijin bertanya. Apakah praktik konversi atau tukar pulsa menjadi uang boleh dalam pandangan hukum Islam, bagaimana mekanis?me akad nya ? Terkait Penukaran pulsa untuk tujuan negatif seperti pencucian uang atau membiayai kejahatan seperti prostitusi, perjudian daring dll apakah boleh ? (Sailah: Aisyah)

Jawaban

Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh

Bismillah, Alhamdulillah. Washsholatu wassalamu ‘ala muhammadin Rasulillah wa ‘ala alihi washahbihi wa man walahu. Amma Ba’du

Penanya yang dirahmati oleh Allah SWT! Pulsa merupakan harta manfaat (jasa). Ciri khas dari harta manfaat (jasa), adalah apabila harta tersebut berbatas muddah (durasi kontrak), atau ‘amal (fungsional), atau oleh dua-duanya (muddah dan amal). 

واتفق الفقهاء على أن المنفعة في الإجارة يحصل العلم بها بواحد من أمرين: المدة أو العمل

“Para fuqaha sepakat bahwa sesungguhnya jasa pada akad sewa bisa diketahui dengan salah satu dari dua perkara, yaitu: lewat durasi kontrak, dan lewat ‘amal (fungsional).” (Fiqh al-Mu’amalat, Juz 1, halaman 98).

Bukti dari pulsa dibatasi oleh muddah (durasi kontrak), adalah pulsa bisa habis masa aktifnya (misalnya 1 bulan) seiring habis durasi kontraknya, meski di dalamnya masiih tersimpan nilai deposit pulsa. 

Bukti bahwa pulsa dibatasi oleh amal (fungsional), adalah dengan memiliki nilai pulsa sebesar tertentu, maka pemilik pulsa bisa menelepon pemilik nomor handphone lain. Itu tandanya bahwa pulsa tersebut memiliki fungsi. 

Bisanya pulsa ditetapkan kadarnya menurut amal (fungsional) dan muddah (durasi) ini, menjadikan pulsa tidak disebut sebagai aset ma’dum (fiktif). Oleh karenanya pulsa selanjutnya disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada). Bukti bahwa pulsa maujud, adalah adanya fungsional. Ketiadaan fungsional, maka tiada pula yang disebut pulsa.

Karena pulsa merupakan yang sah berlaku sebagai aset manfaat (jasa), maka akad pertukaran antara pulsa dengan uang, atau sebaliknya pertukaran uang dengan pulsa adalah termasuk akad sewa jasa (ijarah). Yang disewa adalah ‘amal (fungsional)nya pulsa. Akad ini adalah boleh dengan illat li al-hajah

إن الأصل الذي سار عليه الفقهاء (وهو أن المستحق بعقد الإجارة إنما هو المنافع لا الأعيان

“Sesungguhnya landasan utama para fuqaha adalah bahwa perkara yang menjadi tujuan utama akad sewa jasa adalah manfaat dari sesuatu dan bukan fisik sesuatunya.” (Fiiqh al-Mu’amalat, Juz 1, halaman 96).

Bolehkah menukarkan pulsa untuk tujuan pencucian uang (money laundering), prostitusi, perjudian online, dan sejeniisnya? 

Perlu dicatat bahwa: dalil ashal bermuamalah adalah boleh selama tidak ditemukan adanya illat keharaman. 

Membeli pisau, dalil asalnya adalah boleh manakala diigunakan untuk perkara mubah. Lain halnya dengan membeli pisau untuk tujuan merugikan pihak lain, maka hukumnya menjadi tidak boleh sebab Islam melarang tindakan merugikan pihak lain (la dlarara wa la dlirara = tidak boleh berbuat merugikan, atau sengaja saling merugikan). 

Sebagaimana pisau, demikian pula yang terjadi pada pulsa. Membeli / menyewa pulsa, hukumnya adalah boleh seiring pulsa adalah aset manfaat (jasa). Lain halnya, bila penukaran pulsa menjadi uang atau sebaliknya uuang dijadikan pulsa itu dimaksudkan untuk niat pencucian uang, prostitusi, atau perjudian, maka hukumnya menjadi tidak boleh seiring adanya larangan judi, prostitusi, dan pencucian uang. 

Walhasil, keharaman pertukaran pulsa menjadi uang dan uang menjadi pulsa, adalah disebabkan karena niatnya pelaku untuk berlaku yang dilarang oleh syara’. Menjual pulsa atau membeli pulsa untuk maksud-maksud tersebut dilarang secara umum oleh dhahir ayat: larangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Q.S. Al-Maidah (2)). 

Ayat ini senafas dengan bunyi kaidah: li al-wasail hukm al-maqashid (hukum instrumen adalah mengikuti hukum maksud dikuasaiinya). Oleh karenanya, haram atau tidknya, bergantung pada tujuan pembeli atau penjualnya. 

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat mengurai permasalahan yang saudara tanyakan! Wallahu a’lam bi al-shawab.

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content