Kredit pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) umumnya menggunakan introduksi akad bai’ murabahah. Apa itu bai’ murabahah?
بيع المرابحة: وهو بيع السلعة بمثل الثمن الأول الذي اشتراها البائع مع زيادة ربح معلوم متفق عليه.
ِArtinya, “Murabahah itu adalah jual beli komoditas dengan harga awal yaitu harta kulaknya pedagang terhadap komoditas itu ditambah dengan keuntungan yang bersifat ma’lum dan disepakati bersama antara penjual dan pembeli.” (Majmu’atu al-Muallifin, Fiqh Al-Muamalatu, Kuwait: Kementerian Wakaf Kuawait, Juz 1, halaman 13)
Ketika menggunakan akad ini, maka harga jadi barang yang sampai di tangan nasabah adalah harga yang sudah ditambah keuntungan untuk pihak LKS. Misalnya, dari harga kulak sebesar 1 juta, menjadi 1,2 juta. Kesepakatan cicilan adalah 12 bulan. Nah, 200 ribu ini adalah keuntungan.
Problem yang sering disampaikan nasabah, adalah jika jatuh temponya adalah 12 bulan, namun ketika dipercepat menjadi 3 bulan, kog tidak ada potongan cicilan? Nah, dalam kesempatan tulisan ini, penulis akan mengkajinya secara singkat.
Sebenarnya, jawaban permasalahan di atas sangat sederhana yaitu dengan jalan kita kembalikan pada syarat sah akad jual beli.
Perlu diketahui, bahwa akad yang digunakan oleh setiap LKS, adalah akad jual beli. Adapun salah satu syarat sah jual beli dalam Islam, adalah jika harga itu bersifat maklum. Ketentuan wajibnya maklum harga ini berlaku pada semua skema penyerahan harga, baik itu secara kontan, kredit atau tempo.
أن يكون الثّمن مَعْلُوما يتقابضانه قبل الإفتراق فَإن تفَرقا قبل قَبضه بَطل
Artinya: “Jika harganya ma’lum dan saling serah terima sebelum berpisah. Jika kedua (penjual-pembeli) berpisah sebelum terjadinya qabdlu (serah terima harga) maka akadnya batal.” (Al-Mawardi, Al-Iqna’ li al-Mawardy, Beirut: Dar al-Fikr, tt., Juz 1, halaman 98)
Seperti contoh di atas, harga 1,2 juta itu sudah terhitung maklum dengan skema cicilan kredit dengan angsuran selama 12 bulan. Harga ini tidak bisa diubah menjadi turun karena percepatan cicilan.
Pengubahan harga menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, akan berpengaruh terhadap akad. Akad akan berubah menjadi bai’ al-dain bi al-dain (jual beli utang dengan utang) yang dilarang. Seolah telah terjadi praktik utang lama sebesar 1,2 juta, dibeli dengan utang baru (misalnya, 1,1 juta rupiah). Illat larangan dalam konteks ini ada beberapa, yaitu riba nasiah, gharar (spekulatif), jahalah (ketidakmakluman harga).
وأما إذا باعه لغير من هو عليه فيجوز قبل الأجل وبعده بشرط أن يكون الثمن نقدًا، لا مؤجلًا فيمنع مطلقًا؛ لأنه من بيع الدين بالدين
Artinya, “Adapun bila pemilik utang harga menjual tsaman ke orang lain yang memiliki utang padanya (hiwalah) maka hukumnya adalah boleh, baik itu terjadi sebelum jatuh tempo atau setelah jatuh tempo, dengan syarat jika harga itu dibeli secara kontan, dan tidak boleh apabila dibayar secara tempo. Alasan ketidakbolehan adalah sebab hal itu dilarang oleh syara’ secara mutlak dan termasuk praktik jual beli utang dengan utang.” (Al-Tusuly, Al-Bahjah fi Syarh al-Tuhfah, Beirut: DKI, 1998, Juz 2, halaman 36)
Lain ceritanya, apabila yang berinisiatif menurunkan harga, adalah kehendak LKS sendiri tanpa adanya janji sebelumnya. Sudah pasti ada catatannya, yaitu tidak dijanjikan di muka. Penurunan harga ini sesuai dengan dhahir sabda Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
ضعوا وتعجلوا
Artinya: “Turunkan, lalu segerakan!” (al-Sarakhsy, al-Mabsuth li al-Sarakhsy, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993, Juz 13,halaman 126).
Salah satu takwil dari hadits ini disampaikan oleh Al-Sarakhsy (w 482 H):
فَتَأْوِيلُ ذَلِكَ ضَعُوا وتَعَجَّلُوا مِن غَيْرِ شَرْطٍ …..ولا رِبًا
Artinya: “Takwil dari hadits “Turunkan lalu segerakan!” adalah apabila tanpa disyaratkan… dan tidak termasuk riba” (al-Sarakhsy, al-Mabsuth li al-Sarakhsy, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1993, Juz 13,halaman 126).
Sebagai kesiimpulan, bahwa ketiadaan diturunkannya akumulasi cicilan kredit pada LKS justru merupakan syarat sah dari akad jual beli murabahah yang menjadi landasan akad pembiayaan. Meskipun demikian, pihak LKS juga boleh memberikan diskon potongan, dengan syarat bahwa diskon itu tidak dijanjikan saat kontrak pembiayaan murabahah itu terjadi. Apabila disyaratkan, maka transaksi itu menjadi riba sehingga haram.
Muhammad Syamsudin
Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.