el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Png 20220825 001342 0000
Naik turunnya harga suatu komoditas adalah dipengaruhi oleh supply (stock) and demand (permintaan). Hukum ini selanjutnya dikenal sebagai hukum permintaan dan penawaran (aradl wa thalab) dan merupakan landasan dari perjalanan mekanisme pasar.

Semakin besar permintaan (thalab) dan sedikit jumlah stock barang (‘aradl), maka harga akan mengalami kenaikan (inflasi). 

Sebaliknya, semakin sedikit permintaan, sementara jumlah stock yang tersedia melimpah, maka harga akan menjadi turun (deflasi). 

Penyerahan harga barang terhadap mekanisme pasar sebagaimana tergambar dalam uraian di atas, adalah teladan awal dari Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Hal itu sebagaimana tercermin dari hadits berikut:

غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالوا يارسول الله لوسعرت؟ فقال: إن الله هو القابض الباسط الرزاق المسعر، وإني لأرجو أن ألقى الله عز وجل ولايطلبني احد بمظلمة ظلمتها اياه في دم ولامال رواه الخمسة الا النسائي وصححه الترمذي 

Artinya: “Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga-harga barang: “Andaikan tuan mahu menetapkan harga barang?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber  rezeki, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya aku pastilah berharap kelak bertemu Allah SWT dalam kondisi tiada seorang pun menuntutku atas suatu kezaliman yang aku perbuat berkaitan dengan darah dan juga tidak dengan harta.” [HR Imam lima selain al Nasai dan dishahihkan oleh al Tirmidzy]

Kandungan dari hadits ini, secara umum, adalah:

  1. Berisi larangan untuk melakukan pengaturan harga (tas’ir) sebab harga adalah bagian dari sunnatullah.
  2. Di dalam tas’ir, terdapat praktek kezaliman sehingga meniscayakan adanya pihak yang dirugikan.
  3. Harga merupakan bagian langsung dari sunnatullah. Oleh karena itu, harga merupakan bagian dari mekanisme pasar.

Al-Jashash (w  370 H), salah seorang ulama otoritatif dari Madzhab Hanafi mengatakan:

ولا يجوز التسعير على الناس لأن الله تعالى لم يبح أخذ مال الغير إلا عن تراض بقوله: إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم

“Tidak boleh melakukan pengaturan harga pada masyarakat karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak membolehkan mengambil harta milik orang lain kecuali saling ridla. Allah SWT berfirman: ….kecuali dengan jalan tijarah yang saling ridla sesama kalian.” (Ahmad ibn Ali Abu Bakar al-Razy al-Jashash, Syarah Mukhtashar al-Thahawy, Tanpa Kota: Dar al-Basyair al-Islamiyyah, 2010, Juz 3, halaman 140)

Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda:

لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيب من نفسه

“Tidak halal memakan harta seorang muslim kecuali dengan jalan yang baik.” (Abu Muhammad al-Hasan ibn Ali Al-Barbahary, Syarh al-Sunnah li al-Barbahary, Damsiq: Dar al-Fikr, tt., halaman 107)

Al-Barbahary (w. 329 H) menyampaikan penjelasan mengenai maksud dari hadits di atas dengan menyatakan:

وإن كان مع رجل [مال] حرام فقد ضمنه، لا يحل لأحد أن يأخذ منه شيئا إلا بإذنه، فإنه عسى [أن] يتوب هذا فيريد أن يرده على أربابه فأخذت حراما.

“Jika pada harta seseorang terdapat bagian yang haram, maka hendaknya ia mengganti rugi. Tidak halal bagi seseorang mengambilnya sedikitpun tanpa seizin muslim pemiliknya. Bagi pihak yang telah mengambilnya barangkali menghendaki bertaubat dan berharap bisa mengembalikan harta itu kepada pemiliknya, maka ia melepaskan harta haram tersebut.” (Abu Muhammad al-Hasan ibn Ali Al-Barbahary, Syarh al-Sunnah li al-Barbahary, Damsiq: Dar al-Fikr, tt., halaman 107)

Dengan mengikut pada taujih dalil dari pendapat al-Barbahary di atas, selanjutnya dapat kita tarik pada persoalan pengaturan harga, yaitu:

  1. Karena tas’ir merupakan praktik yang dilarang oleh Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lewat dhahir nash di atas, maka para ulama menyepakati bahwa dalil ashal praktik tas’ir adalah tidak diperbolehkan 
  2. Setiap kerugian yang ditimbulkan oleh adanya tas’ir, menuntut upaya adanya ganti rugi (dlaman) atau kompensasi (arsyun).

Wallahu a’lam bi al-shawab

Muhammad Syamsudin, M.Ag

Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content