Bisnis kemitraan dunia peternakan ayam pedaging (broiler) mengalami pasang surut di kancah nasional. Pernah bisnis ini mengalami keterpurukan seiring wabah flu burung di medio 2008-2010. Namun, belakangan usaha peternakan unggas mulai tampak menggeliat kembali dan menunjukkan kebangkitan, meskipun banyak kesulitan yang dihadapi.
Kebangkitan yang terjadi pada peternakan unggas, tidak bisa dilepaskan dari pola kemitraan yang sudah dibangun selama ini, yang menghubungkan antara kalangan peternak dan para pengusaha terintegrasi.
Sejauh ini, dalam praktiknya, usaha peternakan unggas dilakukan oleh dua kalangan, yaitu: 1) oleh peternak mandiri, dan 2) oleh pengusaha terintegrasi. Dari kedua model ini, masing-masing membawa risiko sendiri-sendiri.
Diakui oleh sejumlah petani, bahwa keputusan untuk melakukan peternakan mandiri, memiliki problem utama yaitu sulitnya untuk melakukan pemasaran produk. Bahkan, ada yang berani memastikan bahwa kepastian rugi disebabkan kendala pemasaran hasil panen unggas.
Sementara itu, melalui jaringan perusahaan yang terintegrasi, peternak tidak hanya diuntungkan oleh modal usaha, melainkan juga oleh pemasaran produknya ketika sudah siap panen. Berdasarkan hasil penelusuran penulis di lapangan ke sejumlah peternak dan berdasarkan beberapa laporan hasil riset dalam jurnal ilmiah, menunjukkan bahwa para pengusaha terintegrasi inilah yang menjamin keterjualan produk, sebab mereka sudah bekerjasama dengan para pengusaha lain atau broker yang membutuhkan keterjaminan stock unggas di pasaran.
Suatu misal, para broker menjalin ikatan kerjasama dengan pengusaha terintegrasi untuk penyediaan stock ke rumah cepat saji, restoran atau rumah-rumah makan yang ada di perkotaan. Mereka hanya bergerak menjamin keamanan stock sehingga pihak-pihak yang menjadi mitranya tidak perlu lagi repot-repot harus mencarinya di pasar atau broker lain. Alhasil, para mitra mereka ini tinggal fokus ke ruang usahanya yaitu menyuguhkan makanan cepat saji.
Imbas relasi antara para pengusaha makanan cepat saji dengan broker, dan antara broker dengan perusahaan peternakan terintegrasi ini terhadap relasi pengusaha inti dan terhadap peternak plasma, adalah timbulnya beberapa model akad kerjasama peternakan. Terdapat sejumlah pola akad kemitraan yang berhasil peneliti rangkum berdasarkan laporan riset ilmiah, antara lain sebagai berikut:
Pertama, muncul akad kerjasama/kemitraan antara pengusaha inti dan plasma dengan pola ikatan harga kontrak di awal kesepakatan kerjasama itu terjadi. Pola ini dilakukan dengan harga sapronak dan liver bird sudah dipatok di awal oleh perusahaan lewat kesepakatan bersama.
Sisi keuntungan dari akad ini adalah bila harga di pasaran turun, peternak tetap mendapatkan keuntungan disebabkan harga yang ia terima merupakan yang sudah pasti akibat ikatan kontrak. Sisi negatifnya, pengusaha inti (pemodal) bisa mengalami kerugian usaha, sebab ternak yang dipanen oleh para petani plasma harus dibayarkan sesuai kontrak yang telah terjadi, sementara harga keterjualan produk tidak bisa menutupinya.
Sisi negatif yang lain, adalah bila harga live bird di pasaran lebih tinggi dari harga kontrak. Dalam kondisi sedemikian ini, pihak petani mengalami kerugian disebabkan ternak yang saat itu dipanen, tidak bisa lagi dinaikkan harganya. Sementara di sisi lain, pihak pengusaha diuntungkan akibat perbedaan harga kontrak dengan harga pasaran tersebut sehingga ia dengan leluasa dapat mengais keuntungan yang besar, tanpa memperhatikan petani plasma yang menjadi mitranya.
Kedua, ada pola akad kemitraan antara pengusaha inti dan peternak plasma yang dijalin dengan pola kerjasama “sapronak kontrak di awal namun live bird berdasarkan harga pasar”. Dengan pola ini, untung rugi usaha dibagi dan ditanggung bersama sesuai kesepakatan antara pengusaha inti dan peternak plasma.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, keuntungan yang paling banyak dirasakan oleh para petani-peternak adalah di saat harga pasar jatuh, hasil panen petani tetap bisa dipasarkan dan disalurkan sehingga menutup celah kerugian menjadi semakin besar. Kerugiannya, harga bagi hasil keuntungan lebih besar diambil oleh perusahaan. Sejauh ini, yang sering terjadi adalah 60% keuntungan adalah pengusaha, 40% keuntungan adalah petani. Hal sebaliknya juga berlaku bila terjadi kerugian. Berdasarkan data lapangan, peluang timbulnya keuntungan dan terjadinya kerugian pada petani, lebih besar terjadinya keuntungan.
Ketiga, pola lain sistem kemitraan yang berkembang adalah peternak plasma diberikan patokan langsung berupa hasil. Biasanya mereka menyebut hasil yang sudah dipatok ini sebagai biaya pemeliharaan. Beberapa peneliti menyebut akad ini sudah sangat jarang terjadi. Keuntungan dari pola kemitraan ini, adalah para petani sudah pasti dijamin untungnya. Sementara itu, pihak pengusaha terintegrasi sebagai yang berlaku spekulatif dalam ruang usahanya. Kadang ia untung, atau bahkan buntung sama sekali.
Adapun kerugian yang dialami petani peternak plasma, adalah bila terjadi kenaikan harga live bird unggas di pasaran sehingga target mendapatkan keuntungan yang lebih besar menjadi terhambat karena ikatan kontrak tersebut.
Ragam Alasan Pematokan Harga Jual Live Bird Panenan Peternak Plasma
Mengenai alasan mengapa ada pola kontrak harga oleh Perusahaan Inti Peternakan terhadap harga jual hasil panen ayam pedaging (broiler) ini, berdasarkan hasil pendataan penulis dari beragam sumber informasi, adalah sebagai berikut:
- Perlunya perlindungan terhadap petani peternak dari harga pasar yang bersifat fluktuatif sehingga dapat berimbas pada kerugian dan kelangsungan usaha mereka di belakang hari
- Melalui mekanisme kemitraan, petani selalu diuntungkan, sebab apabila terjadi harga jual di pasaran lebih rendah dari biaya produksi, petani tetap mendapatkan bantuan berupa biaya pemeliharaan (bukan kredit/utang) yang dihitung sebagai hasil.
- Ketika harga di pasaran berlangsung bagus, para petani mendapatkan insentif dari perusahaan inti sebesar 1.500 – 2000 rupiah per kilogram, atau setara 2.500-3.500 rupiah per ekor ayam.
Peran Peternak Plasma dan Pengusaha Inti dalam Akad Kerjasama Peternakan Unggas
Di dalam akad kerjasama yang terjalin antara peternak dan pengusaha inti, umumnya para peternak ditempatkan, sebagai:
- Berlaku sebagai yang menjalankan modal berupa memelihara/ membudidayakan ayam ras pedaging (Broiler), yang mana modal ini dihitung sebagai utang produksi kepada perusahaan inti dan harus dikembalikan dengan jalan pemotongan hasil penjualan produk ((HPP) dikurangi biaya produksi. Selama utang produksi ini belum lunas, maka maka sarana produksi peternakan merupakan milik perusahaan inti.
- Penyedia fasilitas kandang untuk memelihara modal bibit yang sudah diiserahkan oleh perusahaan inti
- Pelaksana perawatan dan pemeliharaan modal DOC ayam sedari kecil hingga siap panen
Di dalam menjalankan ikatan kerjasama antara petani peternak dengan pengusaha inti ini, pihak petani peternak memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
- Atas biaya sendiri membangun/menyediakan kandang ayam berikut perlengkapannya serta tenaga kerja yang diperlukan menurut saran-saran serta petunjuk yang diberikan oleh perusahaan inti
- Menyediakan perlengkapan serta tenaga kerja yang diperlukan untuk pemeliharaan ayam ras pedaging secara atau dalam bentuk dan syarat-syarat yang memadai menurut penilaian perusahaan inti.
- Melaksanakan kegiatan operasional budidaya ayam ras pedaging atas saran-saran dan petunjuk dari perusahaan inti atau pihak kuasa yang ditunjuknya.
- Tidak diperkenankan untuk memindah tangankan sarana produksi peternakan yang disediakan oleh perusahaan inti kepada pihak lain.
- Tidak diperkenankan untuk menambah ayam ras pedaging maupun mempergunakan sarana produksi peternakan yang lainnya selain yang disediakan oleh perusahaan inti.
- Menyerahkan dan menjual seluruh hasil produksi/panen berupa ayam pedaging yang hidup dan sehat kepada perusahaan inti pada waktu yang ditentukan untuk dipasarkan (dijual) dengan berpatokan pada harga pasar pada saat itu atau sesuai kesepakatan.
- Membayar semua hutang kepada perusahaan inti sebagai akibat pemakaian sarana produksi peternakan yang disediakan oleh perusahaan inti.
- Berhak atas keuntungan dari penjualan hasil panen setelah dikurangi semua tanggung jawab kepada perusahaan inti.
- Mengikuti semua petunjuk yang diberikan oleh perusahaan inti atau kuasa (petugas) yang ditunjuk oleh perusahaan inti.
- Tidak diperkenankan menjual hasil produksinya kepada pihak manapun juga selain kepada perusahaan inti kecuali atas ijin perusahaan inti.
- Bila terjadi berjangkitnya wabah atau penyakit ayam, maka dalam jangka waktu 12 (dua belas) jam, peternak plasma harus segera melaporkan secara tertulis kepada perusahaan inti, agar perusahaan inti dapat dengan segera mengambil tindakan sedini mungkin untuk mengurangi kerugian / kematian yang lebih besar.
Adapun pihak Pengusaha Inti, dalam akad kerjasama ini berperan selaku:
- Pemilik modal peternakan yang disampaikan dalam bentuk penyediaan sarana untuk produksi ayam pedaging, antara lain: berupa DOC (bibit ayam usia 1 hari), pakan ternak, obat-obatan serta peralatan peternakan yang dihitung sebagai utang yang harus dilunasi oleh peternak.
- Selaku pemilik modal, pihak pengusaha bertindak selaku yang menugaskan kepada petani peternak untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan
- Melakukan pendampingan dan kontrol kualitas kandang serta pemeliharaan bibit ayam kepada petani
- Melakukan pembelian / penjualan terhadap hasil panen peternak plasma sesuai dengan harga pasar (harga kontrak) saat itu.
- Selama utang peternak belum terlunasi, maka ia bertindak selaku pemilik sarana produksi peternakan
- Memberikan pendampingan, teknologi, pelayanan serta bimbingan teknis budidaya ayam ras pedaging kepada peternak plasma sesuai dengan teknologi yang dimiliki perusahaan inti.
- Dengan perantaraan kuasanya (pegawai/tenaga ahlinya), berhak mengadakan pengontrolan dan peninjauan sewaktu-waktu ke tempat lokasi pemeliharaan ayam ras pedaging serta sarana produksi peternakan yang disediakan oleh perusahaan inti.
- Membantu pelaksanaan administrasi kredit atau hutang-hutang peternak plasma kepada perusahaan inti.
Obyek Permasalahan Fikih Akad Kemitraan Peternak Ayam Broiler
Dengan mencermati semua penjelasan yang sudah disampaikan oleh penulis dan sekaligus peneliti di atas, maka timbul sejumlah permasalahan fikih yang perlu untuk diungkap dan diluruskan menurut perspektif ekonomi syariah. Permasalahan tersebut sudah pasti berkaitan dengan masalah pola akad kerjasama yang terjadi di antara kedua pihak yang saling menjalin kerjasama tersebut.
Sudah pasti juga, konteks masalah yang perlu dijawab bagi dunia peternakan ini adalah dengan tidak meninggalkan terhadap beberapa pertimbangan lain, seperti:
- Pola dasar akad kerjasama permodalan dalam konsep syariah
- Kemungkinan timbulnya perilaku menyimpang yang memungkinkan terjadi dan akan dilakukan oleh kedua pihak sehingga berpotensi menimbulkan kerugian terhadap salah satunya
- Solusi yang adil dan tidak memberatkan dua pihak perusahaan inti dan peternak plasma
Permasalahan-permasalahan ini, kiranya membutuhkan banyak telaah, dan insyaallah akan disampaikan oleh penulis – satu per satu topik masalah di atas – sehingga kajian akan menjadi bersifat komprehensif. Insyaallah! Wallahu a’lam bi al-shawab
Muhammad Syamsudin
Peneliti Bidang ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.