Forex merupakan kependekan dari foreign exchage, yaitu bursa pertukaran antar mata uang asing. Sementara saham, merupakan sebuah surat berharga (efek) yang memiliki sebuah aset landasan berupa aset produksi.
Melihat dua definisi di atas, maka antara forex dan saham, adalah dua entitas yang berbeda. Forex memiliki komoditas yang diperdagangkan terdiri atas valuta asing. Sementara saham, memiliki komoditas utama yang diperdagangkan berupa prospek hasil produksi dan bagi hasil (deviden).
Makna Trading Forex (Foreign Exchange) dalam Fikih
Komoditas foreign exchange (forex), adalah valuta asing (valas). Karena obyek perdagangannya adalah valas, maka aktifitas yang terjadi di dalam trading forex adalah aktifitas pertukaran valas.
Seiring kedudukan valas dalam ruang kajian fikih adalah menempati maqam-nya emas (yaqumu maqama al-dzahab), maka akad yang berlaku dalam forex adalah akad sharf. Batasan utma dari akad sharf, dikelompokkan sebagai 2, yaitu: (1) pertukaran valas (currency) sejenis dan (2) pertukaran valas (currency) berbeda jenis.
Pertukaran valas sejenis, meniscayakan berlakunya 3 ketentuan, yaitu wajib tamatsul (sama currency-nya dan besarannya), taqabudl (saling serah terima) dan hulul (kontan/tunai/diketahui masa jatuh temponya (hulul al-ajli)).
Pertukaran valas tidak sejenis, meniscayakan berlakunya 2 ketentuan saja, yaitu wajib taqabudl (bisa saling serah terima), dan hulul (kontan, tunai / diketahui jatuh tempo penyerahannya).
Makna Trading Saham dalam Fikih
Karena saham merupakan surat berharga (al-auraq al-maliyah) dengan aset yang mendasari berupa aset produksi dan aktivitas produksi, maka membeli sebuah saham milik perusahaan tertentu pada dasarnya adalah sama artinya dengan penyertaan modal (musahamah). Oleh karena itu, akad yang berlaku dalam trading saham adalah akad syirkah (kemitraan). Boleh juga disebut sebagai akad istitsmar (investasi), yang mana akad ini merupakan derivat (turunan) dari akad musaqah pada perkebunan anggur (karam) dan kurma. .
Jadi, dengan membeli saham, secara tidak langsung pihak pembeli adalah berlaku sebagai investor (syarik / mustatsmir). Selaku mustatsmir (investor), maka tujuan dasar keterlibatannya (muqtadla al-aqdi) dalam akuisisi sebuah saham adalah untuk mendapatkan deviden (bagi hasil penyertaan modal). Tidak lebih dari itu.
Muhammad Syamsudin
Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.