elsamsi log
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Makro Ekonomi: Harga BBM Bergejolak. Imbas langsung Politik Global

Makro Ekonomi: Harga BBM Bergejolak. Imbas langsung Politik Global

Harga BBM kelas Pertalite di tanah air diwacanakan akan mengalami kenaikan, menyusul kenaikan harga BBM kelas Pertamax yang sudah terlebih dulu diberlakukan pada Pebruari 2022 yang lalu. 

Ada beberapa penyebab yang melatarbelakangi inflasi itu, yaitu:

  1. Adanya relaksasi PPKM pasca wabah Covid-19 menjadikan konsumsi BBM juga turut mengalami kenaikan stock
  2. Perkembangan politik global, sebagai dampak langsung Perang Rusia-Ukraina yang berpengaruh signifikan terhadap pasokan minyak dan gas dunia ke sejumlah negara-negara anggota NATO dan Uni Eropa.
Sebagaimana diketahui, bahwa Rusia merupakan negara terbesar pemasok minyak dunia, yakni sebesar 25%. Akibat pemblokiran terhadap ekspor minyak Rusia, negara-negara maju yang tergabung dalam masyarakat Uni Eropa dan negara Amerika Serikat secara langsung mengalami dampak terbesar. 

Harga minyak di negara-negara tersebut secara signifikan mengalami inflasi gila-gilaan. Tak ketinggalan, negara di belahan Benua Asia, yang secara terang-terangan menyatakan berseberangan dengan Rusia. Misalnya, Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini turut merasakan dampak penghentian pasokan minyak secara langsung ke negara-negara tersebut. 

Untuk mengatasi kekurangan pasokan itu, maka negara-negara aliansi NATO berusaha mencari alternatif dengan jalan menguasai politik global. Tujuannya, adalah berusaha mencari pengganti minyak Rusia dengan menggandeng negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Indonesia adalah salah satu bagian dari negara yang tergabung dalam OPEC ini. 

Harga beli yang tinggi, menjadi salah satu daya tawar yang menggiurkan. Untuk menjamin terlaksananya tujuan tersebut, maka Bank Sentral Amerika (The Fed) dimainkan sebagai kartu pembukanya.

Beberapa kali The Fed telah melakukan uji coba dengan jalan memainkan instrumen keuangannya. Salah satu kebijakannya adalah menaikkan suku bunga. 

Sudah barang tentu, kenaikan ini adalah dimaksudkan agar para investor tergiur untuk masuk ke ruang investasi di Amerika sehingga peredaran mata uang dolar Amerika di dunia dapat dibatasi. Melalui kebijakan menaikkan suku bunga, mata uang dolar dapat ditarik masuk kembali ke Amerika. 

Buah dari penarikan ini, adalah negara-negara penghasil minyak yang bergantung pada mata uang dolar untuk kegiatan ekspor-impor negaranya menjadi dibuat kelimpungan karenanya. 

Belum lagi utang yang semakin mendekati jatuh tempo dan harus dibayar dengan mata uang dolar, secara tidak langsung telah memaksa negara-negara berkembang dan negara penghasil minyak guna meningkatkan ekspor minyaknya. 

Ke mana lagi ditujukan ekspor itu, kalau tidak ke Amerika dan Uni Eropa? Mengapa? Sebab negara-negara ini butuh dolar untuk melunasi utangnya. Ini adalah bagian dari risiko tidak langsung dari hegemoni mata uang dolar di dunia.

Kebijakan Rusia yang lebih memilih menurunkan suku bunga acuannya, untuk memancing negara-negara lain di dunia agar terpicu untuk memborong produk dalam negerinya, termasuk minyaknya yang dijual murah ke negara-negara tetangga, tidak mampu menarik negara lain untuk masuk dalam skela besar. Penyebabnya? Ada angkatan perang Amerika dan Nato yang membayang-bayangi.

Lobi yang mereka lakukan lewat berbagai media telah berhasil memboikot sebagian besar peredaran minyak Rusia sehingga tidak banyak negara yang berani untuk melanjutkan hubungan bilateral dengan Rusia. Padahal, seandainya hal itu terjadi, secara nyata keuntungan itu akan dialami oleh negara pengimpor produk Rusia. 

Indonesia lewat Pertamina telah mencoba untuk merespon tawaran minyak Rusia, namun berujung kapal tanker yang dimiliki Pertamina di sandera oleh negara yang berseberangan dengan Rusia. Teknisnya, mereka menggunakan kekuatan LSM / NGO yang sejauh ini mendapat bantuan Amerika dan sekutunya. 

Akhirnya, dengan instrumen keuangan berupa dolar ini, Amerika dan sekutunya secara tidak langsung berusaha ikut memaksa negara-negara berkembang untuk turut serta menanggung beban inflasi BBM dunia. 

Instrumen itu, meliputi:

  1. Surat utang yang sudah mendekati jatuh tempo dan harus dibayar dengan dolar
  2. Kebutuhan negara berkembang dan penghasil minyak terhadap dolar guna melunasi utang
  3. Kenaikan suku bunga The Fed menjadi peringatan akan kenaikan beban utang bila tidak segera ditangani
  4. Negara penghasil minyak harus mengekspor minyaknya ke Amerika

Indonesia adalah negara dengan beban utang yang besar. Setiap tahunnya, Indonesia harus menanggung beban bunga yang besar atas utang-utang tersebut. Indonesia adalah negara penghasil minyak. Alhasil, Indonesia tidak punya pilihan lain selain mengekspor minyaknya.

Target yang harus dicapai oleh Indonesia dalam ekspor itu, menghendaki seimbang dengan suku bunga yang telah dipatok oleh Bank Sentral Amerika, yaitu: The Fed. 

Jika tidak, Indonesia sendiri akan mengalami resesi, sebagaimana negara lain yang sudah dialami oleh Srilanka. Hanya saja, karena kekayaan alam berupa minyak bumi yang dimiliki, Indonesia berada pada posisi yang sedikit lebih unggul, karenanya dirasa lebih aman. Namun, satu kata kunci yang tidak bisa dihindari, BBM di Indonesia turut bergejolak karenanya. 

Muhammad Syamsudin, S.Si., M.Ag

Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim

Spread the love
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean

Related Articles