Sebagaimana bahasan yang telah disampaikan pada tulisan terdahulu, bahwa money laundering merupakan sebuah tindakan yang ditujukan untuk melakukan pengelabuan terhadap aparat mengenai legalitas asal-usul suatu harta seseorang, yang secara nyata diperoleh dari jalan haram sehingga menjadi tampak seolah-olah diperoleh dari jalan legal (halal).
Apakah tindakan ini tidak merugikan masyarakat? Secara tegas, sudah pasti bahwa tindakan tersebut adalah bersifat merugikan. Dan akibat aktivitas yang merugikan tersebut, secara syara’, para pihak inisiator pencucian uang ini sebenarnya bermaksud hendak cuci tangan (berlepas diri) dari aktivitas merugikan yang telah dilakukannya.
Baca: Jejak-Jejak Buram Money Laundering
Dalam bingkai kajian fiqih, termasuk jenis pelanggaran apakah kasus money laundering (pencucian uang) ini? Berikut ini, kita akan mengupasnya dari sisi fiqih.
Sebagai pembuka kajian, tentu kita perlu melakukan identifikasi terhadap pokok-pokok permasalahannya, antara lain:
- Bagaimana mekanisme terjadinya kerugian yang ditimbulkan oleh money laundering?
- Sektor apa saja yang dirugikan akibat money laundering?
- Bagaimana seharusnya tanggung jawab pelaku yang merugikan itu dituntut secara syara?
- Termasuk melanggar pasal apa tindakan money laundering itu dikenali oleh syara?
PEMETAAN MEKANISME TERJADINYA KERUGIAN PRA MONEY LAUNDERING
Jika dirunut pada sumber asal harta yang diperoleh oleh pelaku money laundering perlu melakukan aksi kriminal tersebut, maka ada beberapa sumber bagaimana harta itu diperoleh, antara lain sebagai berikut:
- Berasal dari aksi perampasan, perampokan, pemerasan, pencurian dan/atau pengambilan secara paksa harta milik orang lain. Misalnya, adalah aksi perompak sebagaimana pernah dilakukan oleh Al Capone dan Meyer Lansky
- Melakukan bisnis yang secara tegas dilarang oleh syara’, seperti melakukan pelacuran, jual beli minuman keras, jual beli barang fiktif, melakukan penipuan, pencurian, menjual jiwa (trafficking) dan sejenisnya
- Melakukan bisnis yang disertai adanya tindakan gharar, ghabn, berdusta, menipu, kecurangan, mengurangi timbangan, takaran, dan lain-lain sehingga berujung pada perolehan keuntungan yang besar namun tidak sah secara syara’ disebabkan adanya pihak yang secara langsung mengalami kerugian
Baca Juga: Arsip Kajian Money Game
SEKTOR KERUGIAN PRA MONEY LAUNDERING
Setelah mengidentifikasi mengenai mekanisme terjadinya kerugian akibat money laundering, selanjutnya kita bisa melakukan perkiraan, kira-kira sektor apa sajakah yang telah dirugikan oleh aktivitas pra money laundering tersebut. Untuk itu, di sini kita hadirkan mappingnya.
Pertama, untuk kategori perampasan dan pengambilan paksa hak milik orang lain
Ada beberapa jenis pola perampasan dalam wilayah ini, yaitu:
- Perampasan yang disertai adanya korban jiwa dan pengambilan harta (perampokan dan pembunuhan korban)
- Perampasan yang hanya mengambil harta dan tidak disertai adanya korban jiwa (perampokan)
- Pengambilan harta dari tempat penyimpanan / perbendaharaan, termasuk di dalamnya adalah korupsi
Kedua, untuk kategori pengambilan harta orang lain lewat jalan penipuan dan bisnis ilegal secara syara’
Sebagaimana telah dijelaskan pada mekanisme terjadinya kerugian pra money laundering, maka yang masuk dalam sektor bisnis haram di sini adalah bisnis-bisnis yang disertai dengan adanya aktivitas haram.
- Pelacuran, minuman keras dan obat-obatan terlarang. Untuk aktivitas pelacuran, secara umum tidak ada harta orang lain yang terambil lewat jalan perampasan. Namun, entitas bisnis ini merupakan yang ilegal secara syara’ sehingga terjadinya perpindahan harta akibat pelacuran / prostitusi tersebut, merupakan yang tidak sah secara syara’. Para pelaku money laundering dalam hal ini, modusnya sudah barang tentu berusaha menyembunyikan asal-usul bahwa hartanya diperoleh lewat jalan ilegal di atas. Mengapa? Sebab, hal itu merupakan perkara yang sangat tabu (fakhisyah) sehingga tidak elok bila diketahui masyarakat. Hal yang sama juga berlaku bagi para pelaku pedagang minuman keras dan obat-obatan terlarang.
- Perdagangan Aset Fiktif / Money Game. Melihat dari aset yang diperdagangkan adalah aset fiktif, maka para psikis dari pedagang ini senantiasa akan diliputi rasa bersalah disebabkan ia mengambil hak orang lain dengan jalan menipu, berbohong dan melakukan serangkaian pengelabuan. Sudah barang tentu, aset yang diambil dari orang lain ini diperoleh lewat jalan haram dan dia terancam dari pidana penipuan, pengelabuan dan pembohongan. Untuk itu, psiko para pelakunya akan senantiasa berusaha mengalihkan asal-usul hartanya agar tampak menjadi seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Ciri khasnya, ada 3, yaitu: a) dia akan menanamkan harta itu pada sektor yang seolah-olah formal, b) dia akan menciptakan bisnis baru untuk mempercepat pencucian, dan c) dia akan melarikan harta itu ke luar negeri
- Trafficking (penjualan jiwa / perbudakan). Aset harta yang diperoleh dari hasil tindak pidana ini, adalah besar kemungkinan akan menyerupai aktivitas perdagangan aset fiktif. Sebab, mereka akan senantiasa diliputi oleh kecemasan disebabkan ketidakjelasan asal-usul kekayaan.
Ketiga, untuk kategori kerugian yang diakibatkan mekanisme perdagangan resmi namun curang
Tindakan kecurangan ini ditandai dengan terambilnya harta orang lain akibat praktik ighra’, gharar, ghabn, kecurangan, pengelabuan, penyembunyian, dan lain sebagainya. Pola semacam ini umumnya terjadi pada MLM yang menerapkan skema ponzi dengan struktur piramida. Ciri khasnya, ada barang, namun harganya tinggi sehingga tidak mungkin bisa dijualbebaskan. Penjualnya tidak mungkin untung dari hasil perdagangan tersebut. Akibat akhirnya, penjual beralih ke mengejar misi dan komisi.
Baca Juga :
Antara Tuyul dan Money Laundering
Arsip Kajian Harta Fiktif Digital
TANGGUNG JAWAB PELAKU YANG SENGAJA MERUGIKAN ORANG LAIN, PRA MONEY LAUNDERING
Jika menilik dari hasil pemetaan di atas, maka sejurus kita bisa mengidentifikasi mengenai kewajiban syara yang berlaku dan melekat pada diri pelaku money laundering, sebelum ia melakukan money laundering itu sendiri. Berangkat dari hasil pemetaan ini, maka kita bisa memetakan kewajiban yang seharusnya ditunaikan oleh para pelaku tersebut, antara lain sebagai berikut:
Pertama, untuk kategori tindakan perampasan.
Karena ada beberapa pola perampasan pada wilayah ini, maka bentuk pengembalian hak korban yang dirugikan, sudah barang tentu membutuhkan perincian, antara lain sebagai berikut:
Pertama, Untuk perampasan yang disertai adanya korban jiwa, maka berlaku ketentuan dalam syara’, yaitu:
- mengembalikan harta yang terambil
- qishash, penghilangan fungsi anggota badan, atau membayar diyat akibat pelukaan, pembunuhan, dan sejenisnya
Kedua, Untuk perampasan yang tidak disertai adanya korban jiwa, maka berlaku ketentuan berupa:
- mengembalikan harta yang terambil
- penghilangan fungsi anggota badan pelaku, penjara (habsun)
Kedua, untuk kategori aktivitas ilegal dan haram
Karena ada beberapa macam aktivitas yang masuk kategori kedua ini, maka kewajiban syara’ yang berlaku atas pelaku pra money laundering secara tidak langsung membutuhkan perincian pula, antara lain sebagai berikut:
Pelacuran. Hal yang berlaku atas pelaku ini, adalah:
- Bertaubat
- Rajam (zina muhshan)
- Pengasingan / Taghrib (untuk zina ghairu muhshan)
Perdagangan Aset Fiktif. Hal yang berlaku atas pelaku ini, adalah:
- Bertaubat
- Mengembalikan hak orang lain yang dia ambil secara tidak sah
Traffic King. Hal yang berlaku atas pelaku ini secara syara’, adalah :
- Bertaubat
- Mengembalikan hak kemerdekaan pihak yang dijual
- Mengeluarkan Arsyun (ganti rugi) bila terjadi hilangnya fungsi anggota badan dari korban
Penjualan obat terlarang, minuman keras. Hal yang berlaku secara syara atas pelaku ini, adalah:
- Bertaubat
- Dijilid / dicambuk
- Mengembalikan hak orang lain yang terambil
- Dan lain-lain menyesuaikan dengan jenis pelanggaran dan tingkat kerugian
Ketiga, untuk kategori aktivitas penipuan dan kecurangan dalam niaga
Pada dasarnya untuk jenis ketiga ini, pelakunya hanya terkena sanksi adaby / akhlaqy. Mereka acap dilabeli sebagai pelaku maksiat (pendosa). Namun, bila besaran kerugian itu bisa dikuantifikasi dan dinilai dalam bentuk nominal (taqwim), maka menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaily dalam salah satu kitabnya yang bertajuk nadhariyatu al-dlamman, maka besaran uang yang diterima itu harus dikembalikan kepada para korban.
JENIS PELANGGARAN PARA PELAKU MONEY LAUNDERING
Setelah mencermati mapping mekanisme terjadinya pelanggaran pra money laundering, maka secara umum, pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku money laundering adalah masuk kategori pasal Jinayah. Ciri dari jenis pelanggaran ini disampaikan oleh para ulama sebagai berikut:
الجناية اسم لفعل محرّم شرعاً سواء حل بمال أو نفس، ولكن في لسان الفقهاء يراد بإطلاق اسم الجناية الفعل في النفوس والأطراف
“Jinayah adalah suatu istilah pekerjaan / perbuatan yang ditegaskan keharamannya oleh syara’ baik itu berlaku atas harta atau jiwa. Namun di dalam umumnya lisan para ahli fikih, istilah jinayah ini digunakan pada dasarnya hanya berlaku untuk jiwa dan pelukaan anggota badan saja.” (al-Mabsuth li al-Sarkhashy, 27/84).
Menurut Ibnu Abidin, disampaikan bahwa:
الجناية لغةً: اسْم لما يكتسب من الشر. وشَرْعاً: اسم لفعل محرم حل بمال أو نفس، وخص الفقهاء الغصب والسَّرقة بما حل بمال، والجناية بما حل بنفس وأَطْراف
“Jinayah secara bahasa dimaknai sebagai sebuah istilah yang menyatakan keburukan. Adapun secara syara’, jinayah merupakan suatu pekerjaan yang diharamkan berkaitan dengan harta dan jiwa. Para fuqaha telah mentakhshishnya, bahwa untuk jinayah kategori harta adalah termasuk tindakan ghashab dan pencurian. Adapun jinayah yang berkaitan jiwa, ditakhshish atas perkara pelukaan atau penghilangan fungsi anggota badan.” (Al-Durru al-Mukhtar)