Beberapa waktu terakhir, sedang viral soal kasus dana masyarakat yang didonasikan ke institusi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Pasca investigasi yang dilakukan oleh wartawan Tempo, kasus ini beralih ditangani oleh PPATK dan dilanjut ke Densus 88 karena ada dugaan pendanaan terorisme.
Langkah mengetahui hal tersebut ramai diperdebatkan dalam dunia maya dan bahkan melibatkan media informasi nasional, dunia pertelevisian dan surat kabar harian.
Ya, semua bentuk penelusuran dan investigasi penyaluran donasii ini memang berangkat dari ushul bahwa dana yang dititipkan ke lembaga donasi adalah tergolong dana amanah. Khianat terhadap amanah, adalah yang dicela oleh syara’. Itu sebabnya dibutuhkan pertanggungjawaban (dlaman) pihak penyelenggaranya.
Pasalnya, beberapa akad mu’amalah lainnya juga memakai ushul yang sama dengan amanah pada lembaga donasi itu. Misalnya, perbankan. Ushul dari tabungan adalah wadi’ah amanah. Namun, karena uang nasabah itu meniscayakan berganti fisiknya, maka wadi’ah itu selanjutnya berubah menjadi wadi’ah yad al-dlamanah. Perlu responsibilitas dan akuntabilitas pihak penyelenggara.
Nah, sebelum kasus ACT itu mencuat, telah terlebih dulu ada kasus lain yang juga tak kalah santernya. Misalnya, kasus phising atau fishing yang dilakukan oleh pihak tak bertanggungjawab terhadap dana nasabah.
Beberapa korban, mengaku telah mengajukan pemblokiran terhadap rekening yang digunakannya kepada pihak perbankan. Sayangnya, pemblokiran ini hanya berlaku sebatas penutupan akses semata. Tindak lanjutnya? Hingga tulisan ini dirilis belum ditemui berita mengenai penindakan.
Phising dan Fishing
Phising atau Fishing adalah 2 kata yang memiliki analog (kesamaan). Dua-duanya digunakan secara berkelindan dan saling menggantikan. Hanya beda ruangnya saja.
Phising, merupakan aksi penipuan yang menggunakan sebuah link sehingga bila link itu diakses oleh pihak tertentu, maka pihak penyebar link akan segera mengetahui identitas dari pihak usernya. Jadi, link di situ ibaratnya adalah umpan.
Adapun fishing merupakan aksi memancing ikan. User disamakan dengan ikan yang ada di kolam dunia maya. Adapun umpannya adalah link. Tujuan phising dan fishing adalah sama, yaitu mendapatkan informasi mengenai password dan informasi rahasia lainnya dari users.
“Some say the term phishing got influences from the word fishing. Analogous to fishing, phishing is also a technique to “fish” for usernames, passwords, and other sensitive information, from a “sea” of users. Hackers generally use the letter “ph” instead of “f” and therefore initially they were known as phreaks.”
Transfer Rekening ke Rekening
Setiap aksi penipuan yang melibatkan dana nasabah perbankan, sudah pasti melibatkan rekening penggunanya. Transfer antar bank, juga sudah pasti membutuhkan rekening kedua pelaku korban dan sekaligus penipunya, rekening asal dan rekening tujuan.
Di sinilah keanehan itu terjadi. Mengapa, pihak perbankan yang notabene sebagai penyelenggara tidak mengungkap “rekening tujuan transfer illegal” tersebut.
Menunggu Laporan Nasabah
Beberapa pihak perbankan sering berkilah bahwa mereka menunggu ada nasabah melapor ke Kepolisian. Polisi sendiri tidak bisa menindak pelaku jika tidak ada laporan. Begitulah kira-kira alasan yang sekarang ini sedang digaungkan.
Tentu alasan seperti ini sebenarnya tidak masuk akal. Mengapa?
Pertama, pihak perbankan sudah menyediakan saluran informasi hotline yang bisa diakses oleh nasabah apabila ditemukan adanya indikasi ketidakberesan pengeluaran dana nasabah.
Tentu, maksud utama dari saluran ini bukan sekedar sebagai bahan informasi saja, bukan? Saluran itu semestinya dapat digunakan sebagai sarana melakukan pembatalan keluarnya dana nasabah dari tabungannya, apabila ada informasi dari nasabah.
Faktanya, saluran itu hanya berfungsi sebagai sarana informasi, unsigh. Tak ada tindaklanjutnya. Nasabah yang terkena penipuan, tetaplah kehilangan dananya.
Kedua, adanya nomor rekening tujuan transfer, menandakan ada jeda waktu penyampaian uang nasabah ke akun penipu. Ada data, dan sekaligus siapa pelakunya. Dan itu akan mudah diketahui oleh perbankan, seiring penipu pasti menyerahkan datanya ke pihak perbankan.
Namun, dalam faktanya, akun yang sejatinya bermakna pertanggung jawaban itu hanya sekedar sebagai sarana catat mencatat saja. Seolah, tidak ada tindak lanjut dan i’tikad baik dari perbankan untuk menjaga amanah dari nasabah korban.
Jadi, apa fungsinya akun bila tidak bisa dimanfaatkan oleh bank untuk mengungkap kasus kejahatan phising atau fishing di atas?
Itulah salah satu bagian dari problem unik dewasa ini. Hal yang sebetulnya mudah dilakukan dan diungkap oleh pemegang ri’ayah / kebijakan, kog tidak bisa diungkap. Jadi, apa manfaat dari yad al-dlamanah pada perbankan?
Perbankan sudah menyelenggarakan fintech, sudah barang tentu sadar pula dengan risiko yang akan dihadapi nasabah. Namun, dalam realitasnya, risiko itu tetap tidak disadari atau memang tidak mahu sadar untuk mengamankan nasabah yang membuatnya kaya.
سقوط الضمان ليس منوطًا بالأمانة، وإنما هو منوط بالائتمان
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.