Masih segar dalam ingatan kita, Vtube, MeMiles, Share4Pay, HIPO, Compas, dan sejenisnya yang dipromotori oleh beberapa orang di Indonesia, adalah kasus-kasus penipuan online yang kurang lebih memiliki mekanisme yang sama dengan Binomo. Mereka juga tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Vtube, yang merupakan aplikasi menjanjikan penghasilan dari menonton video iklan, terbukti secara haram telah melakukan praktik bisnis jual beli barang fiktif yang diatasnamakan Viewpoin (VP). Uniknya, meskipun sudah tahu secara nyata bahwa Vtube itu tidak beres dalam plan bisnisnya, namun OJK masih memberikan toleransi untuk beralih menjadi plan bisnis yang legal. Meskipun, ini juga tidak kunjung terjadi bahkan hingga detik ini. Mengapa?
Sederhana sekali jawabannya. Ya, sebab, fokus bisnis mereka adalah berusaha mencari peruntungan lewat memakan harta orang lain secara tidak sah (bathil). Ketika mereka dituntut untuk membenahi plan bisnis mereka, otomatis hal itu tidak mungkin terjadi. Sebab, skema lama adalah skma money game.
Yang membuat publik merasa dipermainkan oleh aparat Satgas Waspada Investasi (SWI), adalah sudah terang dan nyata seperti itu, tidak ada satupun pihak yang diciduk dan diancam untuk dipenjarakan selayaknya Indra Kenz. Bahkan, kalau perlu dimiskinkan. Kerugian yang dialami oleh anggotanya, bukanlah sesuatu yang bernilai sedikit. Belum lagi kasus MeMiles dan beberapa kasus money game lainnya.
Inilah sebabnya, cukup pantas bila Indra Kenz disebut sebagai contoh sederhana korban Framing atas nama penipuan judi berkedok investasi. Mestinya, ia tidak sendiri. Pihak-pihak yang serupa, cukup layak untuk sama-sama menikmati hotel prodeo. Hartanya di sita dan dikembalikan pada korbannya. Itupun jika prinsip ganti rugi (dlaman), dianut oleh sistem hukum kita.
Muhammad Syamsudin
Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, dan Direktur eL-Samsi (Lembaga Studi Akad Muamalah Syariah Indonesia).
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.