Metode COD juga sering dimanfaatkan, karena pembeli bisa menjamin keamanan dan keaslian barang yang dibeli. Karena, sebelum melakukan pembayaran konsumen bisa mengecek terlebih dahulu kondisi dan kelengkapan barang tersebut. Bila ditemukan ada yang kurang atau tidak sesuai, maka konsumen bisa menolak membayar, dan mengajukan pembatalan.”
(Katadata)
Latar Belakang Masalah
COD atau Cash on Delivery merupakan sebuah paket program yang diperkenalkan oleh marketplace guna mengatasi kelemahan sistem pembayaran CBD. Penjelasan keduanya, dapat anda ikuti di link ini atau di link ini. Tujuan utama dari diperkenalkannya COD adalah sebagai salah satu bentuk perlindungan konsumen atas perilaku negatif (moral hazard) dari pelapak atau pihak yang mempromosikan barang di marketplace tertentu.
Berbagai kasus telah terjadi pada konsumen dan hal itu berkaitan dengan barang yang dibelinya di marketplace, seperti:
- Pelapak menawarkan barang A, namun yang dikirimkan adalah barang B tanpa konfirmasi terlebih dahulu terhadap pembelinya. Namun, antara barang A dan barang B masih memiliki keidentikan.
- Parahnya adalah marak kasus dengan delik penipuan atas nama pelapak di suatu marketplace. Pelapak sama sekali tidak bertanggung jawab atas barang yang dikirimkannya. Barang yang dipesan sama sekali tidak identik dengan yang dikirim. Membeli laptop, namun yang dikirim penjepit rambut.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, konsumen marketplace selalu menjadi korban. Mereka hanya bisa mengumpat atau berkata kotor di kolom komentar yang tersedia. Pasalnya, membuat akun di marketplace itu adalah gratis. Jika akun satu diblokir, akun lainnya bisa muncul dan menjajakan produk dengan modus operandi yang sama.
Demi meningkatkan perlindungan konsumen, maka dibukalah ruang inovasi pemasaran oleh pihak marketplace, yang salah satunya adalah memperkenalkan skema transaksi dan pembayaran berbasis COD, yaitu dibayar tunai saat barang sudah diterima dan dianggap sesuai dengan pesanan konsumen.
Tugas dan Job Deskripsi Elemen Penyusun Transaksi COD
Di dalam skema COD, terdapat 3 pihak yang memiliki peran masing-masing dan harus dipatuhi, yaitu:
- Pembeli, adalah pihak yang bertindak selaku orang yang memesan barang dan sanggup membelinya saat barang itu sudah sampai dan dilihat olehnya serta sesuai dengan apa yang dipromosikan oleh pelapak. Namun, apabila barang itu tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan, maka pembeli bisa menolak melakukan pembayaran dan mengembalikannya.
- Penjual. adalah pihak yang bertindak selaku menawarkan barang kepada konsumen dengan kesanggupan mengirim sampel barang agar dilihat oleh calon pembelinya dan ia rela barang itu dikembalikan saat konsumen menilai tidak sesuai dengan ekspektasi pembeli, apalagi bila barang itu sama sekali tidak identik dengan yang dipesan calon pembeli
- Kurir, adalah pihak yang bertindak selaku jasa yang diupah – baik oleh penjual atau calon pembeli – untuk mengantar sampel barang ke konsumen potensial dan sekaligus menerima pembayaran dari konsumen saat konsumen itu memutuskan ridla dengan sampel barang yang dikirim.
Untuk mengetahui kebenaran tugas dari para elemen penyusun COD ini, anda bisa membacanya pada link website katadata dot co dot id berikut ini atau dari link Kompas dot com. Untuk lebih sederhananya, berikut penulis kutipkan pernyataan dari website tersebut:
“Pembayaran baru diserahkan apabila pembeli telah mengonfirmasi jika barang yang diterima sudah sesuai dengan yang dipesan. Tidak hanya pembeli, penjual juga dilindungi dengan sistem ini.” (Kompas)
“Awalnya, COD merupakan metode yang digunakan antara penjual dan pembeli secara langsung. Tahapannya, setelah pembeli setuju melakukan pemesanan, maka penjual dan pembeli akan menentukan tempat untuk bertemu, dan melaksanakan transaksi. Saat bertemu, pembeli akan melihat dan mengecek kondisi barang yang dipesan. Jika semuanya sesuai dengan pesanan, maka pembeli langsung melakukan pembayaran secara tunai.” (Katadata).
Adapun tujuan utama dari COD, adalah sebagai berikut:
“Metode COD juga sering dimanfaatkan, karena pembeli bisa menjamin keamanan dan keaslian barang yang dibeli. Karena, sebelum melakukan pembayaran konsumen bisa mengecek terlebih dahulu kondisi dan kelengkapan barang tersebut. Bila ditemukan ada yang kurang atau tidak sesuai, maka konsumen bisa menolak membayar, dan mengajukan pembatalan.” (Katadata)
Dua Penyimpangan dalam Transaksi COD
Yang dimaksud sebagai penyimpangan di sini, adalah tindakan yang dilakukan oleh ketiga elemen penyusun COD tidak berlaku sebagaimana seharusnya. Yang dijadikan dalih, umumnya adalah diksi “pembayaran saat diterima”. Diksi ini seringkali disalahartikan oleh masing-masing pihak penyusun transaksi COD tersebut.
Berikut ini, adalah contoh penyimpangan tersebut, berdasarkan hasil pendataan penulis, antara lain sebagai berikut:
- Calon pembeli tidak memeriksa barang yang dipesan lewat COD dan langsung menyerahkan pembayaran begitu saja kepada kurir yang mengantar. Padahal, tugas kurir dalam transaksi COD, adalah selain mengantar sampel, juga menjadi orang yang diupah oleh calon pembeli (atau penjual) untuk mengambil (mengantar) sampel barang yang mahu dibelinya (dipromosikan) serta mengantar (mengambil) uang yang dijadikan harga kepada penjual (pembeli).
- Kurir tidak bersedia menunggu atau tidak menyarankan calon konsumen agar paket COD dibuka dan diperiksa terlebih dulu oleh calon pembelinya. Padahal, tugas ini penting seiring kurir dalam jasa transaksi COD adalah dibayar dalam rangka menjembatani kebutuhan perlunya melihat barang terlebih dulu sebelum memutuskan beli. Ketidakbersediaan kurir untuk menunggu pemeriksaan barang oleh calon pembeli menjadikan akad COD ini dapat berakibat fatal, yaitu rusaknya akad COD sehingga tidak sah.