Penjelasan mengenai apa itu syirkah mudlarabah, sudah kita sampaikan pada tulisan terdahulu.
Intinya bahwa di dalam akad syirkah-mudlarabah terdapat 2 akad yang dirangkai menjadi satu kesatuan namun bisa diperinci, yaitu:
- Pihak 1, merupakan himpunan para pemodal (rabbu al-maal). Himpunan ini diikat melalui kontrak syirkah ‘inan. Sistem yang berlaku dalam akad ini adalah Profit and Loss Sharing (untung rugi ditanggung bersama).
- Pihak 2, merupakan badan hukum pengelola. Bisa terdiri dari perorangan, atau badan hukum perusahaan induk (holding).
- Gabungan kedua akad syirkah dan akad mudlarabah selanjutnya disebut kontrak syirkah-mudlarabah.
Karena alasan bisanya diperinci tersebut, maka syirkah mudlarabah bukanlah akad baru, melainkan akad yang sudah tertuang di dalam kutub al-turats. Dengan demikian, maka cara penyelesaian sengketa dan pembubaran pun juga mengikuti ketentuan yang terdapat di dalam kitab turats. Alhasil, ada 2 prosedur pembubaran, yaitu:
- Prosedur pembubaran akad mudlarabah
- Prosedur pembubaran akad syirkah ‘inan
Selanjutnya, mari kita bicara mengenai apa yang harus dilakukan saat terjadi pembubaran atau berakhirnya plan bisnis syirkah mudlarabah ini!
Pembubaran Akad Mudlarabah
Akad mudlarabah merupakan istilah lain dari akad qiradl. Orientasi dari akad qiradl adalah memodali usaha seorang ‘amil qiradl (pengelola). Istilah lain dari ‘amil qiradl adalah mudlarib.
Pemodal (Pihak 1) + Pengelola [Pihak 2]
Dalam kondisi terjadinya pembubaran akad mudlarabah / qiradl, maka yang wajib dikembalikan kepada pemodal, adalah besaran modal yang disertakannya.
Itu sebabnya, modal dari pihak 1 ini tidak boleh digunakan untuk segala kebutuhan yang berkaitan dengan alat taqlib (alat inventaris perusahaan).
Misalnya, jika permodalan itu berkaitan dengan ternak, maka modal dari investor hanya boleh dipakai untuk membeli ternak.
Demikian halnya, jika usahanya adalah pendirian 1 unit perumahan, maka modal dari para investor hanya boleh dipakai membeli bahan-bahan bangunan yang berguna untuk melakukan pendirian unit rumah tersebut saja.
Jadi, kebutuhan lain-lain yang tidak ada kaitannya dengan menambah ‘urudl, maka tidak boleh dibeli dengan menggunakkan dananya investor. Misalnya, penerangan, komputer, alat-alat kantor, dan lain sebagainya. Mengapa? Sebab, alat-alat tersebut bukan aset yang bisa dikembangkan.
Demkian halnya, cetok, cangkul, mesin pengecor, mobil, dan lain-lain, maka tidak masuk dalam bagian yang boleh dibeli dengan harta investor.
Lalu bagaimana dengan pengadaan alat-alat taqlib (inventaris usaha) itu? Dana darimana alat-alat itu diadakan? Jawabnya adalah dari pihak lain selain investor.
Sekali lagi, bahwa modal dari pihak 1, hanya fokus bisa dipakai untuk membeli ‘urudl al-tijarah (aset produksi). Alat produksi diupayakan dengan dana lain, selain modalnya investor.
Pembubaran Akad Syirkah
Akad syirkah (akad yang menjalin pihak 1) bisa bubar dengan kewajiban yang hanya berorientasi pada kembalinya modal anggotanya saja. Sudah barang tentu, apabila ada deviden (keuntungan usaha), maka keuntungan itu yang sekaligus dibagikan.
Adapun inventaris usaha, maka bukan bagian yang harus dijual kemudian diberikan kepada investor. Alat itu adalah sepenuhnya menjadi hak perusahaan.
Konsultasi Bisnis
Konsultasikan bisnis anda di eL-Samsi Group Consulting & Planning. Pastikan bahwa plan bisniis anda sudah benar secara syara’. Hubungi Contact Person di 082330698449, atau email: elsamsi2021@gmail.com.
Muhammad Syamsudin
eL-Samsi Group. Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur