Deskripsi Masalah
Dilansir dari situs Kartu Prakerja, disampaikan, bahwa: “Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil. Kami percaya bahwa masyarakat Indonesia sesungguhnya ingin selalu meningkatkan kemampuannya. Program ini didesain sebagai sebuah produk dan dikemas sedemikian rupa agar memberikan nilai bagi pengguna sekaligus memberikan nilai bagi sektor swasta. Jalan digital melalui marketplace dipilih untuk memudahkan pengguna mencari, membandingkan, memilih dan memberi evaluasi. Hanya dengan cara ini, produk bisa terus diperbaiki, tumbuh dan relevan. Menggandeng pelaku usaha swasta, program ini adalah wujud kerjasama pemerintah dan swasta dalam melayani masyarakat dengan semangat gotong royong demi SDM unggul, Indonesia maju.”
Untuk siapa kartu prakerja ini dilaunching?
Masih dari situs kartu prakerja, diisampaikan bahwa “Kartu Prakerja tidak hanya untuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, namun juga untuk pekerja/buruh yang terkena PHK dan pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja, seperti pekerja/buruh yang dirumahkan dan pekerja bukan penerima upah, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil. Singkatnya, semua warga negara Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal boleh mendaftar. Untuk merespon dampak dari pandemi COVID-19, Program Kartu Prakerja untuk sementara waktu akan diprioritaskan bagi pekerja/buruh yang dirumahkan maupun pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak penghidupannya.”
Pihak-pihak yang dilarang oleh pemerintah untuk mendapatkan kartu prakerja
Ada sejumlah pihak yang tidak boleh memanfaatkan atau mendapatkan Kartu Prakerja oleh pemerintah, antara lain:
- Pejabat Negara;
- Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
- Aparatur Sipil Negara;
- Prajurit Tentara Nasional Indonesia;
- Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- Kepala Desa dan perangkat desa; dan
- Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
Tujuan dari Penerapan Kartu Prakerja
Berdasarkan situs Kartu Prakerja, disampaikan bahwa tujuan dari penyelenggaraan kartu prakerja, adalah:
- Membantu meringankan biaya pelatihan yang ditanggung pekerja dan perusahaan
- Mengurangi biaya untuk mencari informasi mengenai pelatihan
- Mendorong kebekerjaan dengan mengurangi mismatch.
- Menjadi komplemen dari pendidikan formal.
- Membantu daya beli masyarakat yang terdampak penghidupannya akibat COVID-19.
Pertanyaan yang diajukan, adalah
Beberapa pihak masyarakat ada yang memanfaatkan kartu prakerja tersebut tidak sebagaimana digariskan oleh pemerintah. Mereka menggunakannya untuk kepentingan konsumtif semata. Bahkan ada yang seharusnya tidak layak menerima, namun justru mereka mendapatkan fasilitas Kartu Prakerja tersebut. Bagaimana fikih memandang atas pemanfaatan kartu prakerja tersebut oleh masyarakat?
Jawabannya adalah sebagai berikut:
Seiring adanya bantuan pemerintah yang disalurkan ke generasi pra kerja, maka seharusnya bantuan itu disalurkan sebagai stimulus untuk bekerja (produktif), dan bukannya dihabiskan untuk kepentingan konsumtif. Para ulama telah mengatur bagaimana seharusnya bantuan sosial yang diwujudkan seumpama lewat kebijakan kartu pra kerja itu seharusnya dilakukan.
Imam al-Ghazali rahimahullah sebagaimana dikutip oleh Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai bantuan sosial yang tidak diperuntukkan untuk membangun kemaslahatan umum sebagai berikut:
قَالَ الْغَزَالِيُّ مَالُ الْمَصَالِحِ لَا يَجُوزُ صَرْفُهُ إلَّا لِمَنْ فِيهِ مَصْلَحَةٌ عَامَّةٌ أَوْ هُوَ مُحْتَاجٌ عاجزعَنْ الْكَسْبِ مِثْلُ مَنْ يَتَوَلَّى أَمْرًا تَتَعَدَّى مَصْلَحَتُهُ إلَى الْمُسْلِمِينَ وَلَوْ اشْتَغَلَ بِالْكَسْبِ لَتَعَطَّلَ عَلَيْهِ مَا هُوَ فِيهِ فَلَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ كِفَايَتُهُ فَيَدْخُلُ فِيهِ جَمِيعُ أَنْوَاعِ عُلَمَاءِ الدِّينِ كَعِلْمِ التَّفْسِيرِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ وَالْقِرَاءَةِ وَنَحْوِهَا وَيَدْخُلُ فِيهِ طَلَبَةُ هَذِهِ الْعُلُومِ وَالْقُضَاةُ وَالْمُؤَذِّنُونَ وَالْأَجْنَادُ وَيَجُوزُ أَنْ يُعْطَى هَؤُلَاءِ مَعَ الْغِنَى وَيَكُونُ قَدْرُ الْعَطَاءِ إلَى رَأْيِ السُّلْطَانِ
“Imam al-Ghazali berkata, harta mashalih (bantuan sosial) tidak boleh disalurkan kecuali kepada pihak yang memiliki kemaslahatan umum bila menerimanya, atau orang yang membutuhkannya disebabkan karena tidak mampu bekerja, misalnya orang yang ditugasi mengurusi kemaslahatannya orang muslim. Jika pihak ini meninggalkan, maka urusan itu menjadi terlantar karenanya. Maka bagi pihak ini dapat beroleh bantuan dari baitu mall menurut standar kecukupannya. Termasuk di dalam kelompok ini adalah para ulama yang menekuni ilmu tafsir, hadits, fikih dan sejenisnya. Bahkan, termasuk di antaranya adalah para pelajar ilmu-ilmu dimaksud. Para hakim, muadzin, tentara, seluruhnya boleh diberi bantuan sosial meski pihak tersebut berkecukupan. Adapun kadar bantuan itu, adalah diserahkan pada pertimbangan pemegang kekuasaan.” (al-Majmu’ Syarah Muhadzab, Juz 9, haaman 349)
Berdasarkan keterangan di atas, maka seyogyanya bantuan lewat kartu pra kerja itu adalah disalurkan untuk produktif sehingga dapat membangun kemaslahatan bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Penyaluran bantuan sosial yang tidak mengarah pada terbentuknya kontinyuitas kemaslahatan, dapat berujung pada keharaman menerimanya.
وَمَنْ أُعْطِيَ لِوَصْفٍ يُظَنُّ بِهِ كَفَقْرٍ أَوْ صَلَاحٍ أَوْ نَسَبٍ أَوْ عِلْمٍ وَهُوَ فِي الْبَاطِنِ بِخِلَافِهِ أَوْ كَانَ بِهِ وَصْفٌ بَاطِنٌ بِحَيْثُ لَوْ عَلِمَ بِهِ لَمْ يُعْطِهِ حَرُمَ عَلَيْهِ الْأَخْذُ مُطْلَقًا وَيَجْرِي ذَلِكَ فِي الْهَدِيَّةِ أَيْضًا فِيمَا يَظْهَرُ بَلْ الْأَوْجُهُ إلْحَاقُ سَائِرِ عُقُودِ التَّبَرُّعِ بِهَا كَوَصِيَّةٍ وَهِبَةٍ وَنَذْرٍ وَوَقْفٍ
“Seseorang yang mendapat bantuan disebabkan karena asumsi kefakirannya, kemaslahatannya, atau karena nasabnya, atau ilmunya, namun secara bathin justru bertentangan dengan asumsi tersebut, atau misalnya secara bathin ada sesuatu yang disembunyikan dan seandaiinya diketahui maka ia tidak akan diberi, maka hukumnya adalah haram menerima bantuan tersebut secara muthlak. Hal semacam ini, juga berlaku atas bansos yang diberikan berupa hadiah. Bahkan, menurut beberapa hasil penelitian, seluruh bansos yang didalamnya memuat akad tabarru’ (kedermawanan), wasiyat, hibah, nadzar dan wakaf, [haram hukumnya bila tidak sesuai dengan fakta (fi ma yadzhar)].” (Hasyiyatul Jamal: 16/215)
Jadi, menggunakan bansos untuk peningkatan kemaslahatan diri dan orang di sekeliling penerimanya, termasuk pihak pemegang kartu prakerja, hukumnya adalah wajib menyalurkannya ke arah tujuan produktif sebagaimana yang telah digariskan oleh pemerintah.
مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج – (ج 16 / ص 299(
فُرُوعٌ : تَجِبُ طَاعَةُ الْإِمَامِ وَإِنْ كَانَ جَائِرًا فِيمَا يَجُوزُ مِنْ أَمْرِهِ وَنَهْيِهِ لِخَبَرِ { اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعُ الْأَطْرَافِ } وَلِأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ نَصْبِهِ اتِّحَادُ الْكَلِمَةِ ، وَلَا يَحْصُلُ ذَلِكَ إلَّا بِوُجُوبِ الطَّاعَةِ ، وَتَجِبُ نَصِيحَتُهُ لِلرَّعِيَّةِ بِحَسَبِ قُدْرَتِهِ ، وَلَا يَجُوزُ عَقْدُهَا لِإِمَامَيْنِ فَأَكْثَر وَلَوْ بِأَقَالِيمَ وَلَوْ تَبَاعَدَتْ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ اخْتِلَالِ الرَّأْيِ وَتَفَرُّقِ الشَّمْلِ ، فَإِنْ عُقِدَتْ لِاثْنَيْنِ مَعًا بَطَلَتَا أَوْ مُرَتَّبًا انْعَقَدَتْ لِلسَّابِقِ كَمَا فِي النِّكَاحِ عَلَى امْرَأَةٍ ، وَيُعَزَّرُ الثَّانِي وَمُبَايِعُوهُ إنْ عَلِمُوا بِبَيْعَةِ السَّابِقِ لِارْتِكَابِهِمْ مُحَرَّمًا .
Membiarkan bantuan sosial kartu prakerja sebagai yang itlaf (rusak, habis, musnah begitu saja) tanpa adanya indikasi ke arah produktif, dapat menyeret penerimanya ke hukum keharamannya. Bantuan sosial di situ, ibaratnya adalah menduduki harta amanah di tangan penerimanya. Wallahu a’lam bi al-shawab.