elsamsi log
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Perbedaan Deposito Konvensional dan Deposito Syariah

Perbedaan Deposito Konvensional dan Deposito Syariah

Apa sih deposito itu?

Berdasarkan definisi yang disampaikan oleh OJK, bahwa deposito adalah simpanan yang pencairannya hanya dapat dilakukan setelah terpenuhinya jangka waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu. 

Karakteristik deposito ini antara lain, adalah:

  1. Deposito dapat dicairkan setelah jangka waktu berakhir.
  2. Deposito yang akan jatuh tempo dapat diperpanjang secara otomatis atau automatic roll over (ARO).
  3. Deposito dapat dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing.

Adanya jangka waktu pencairan, menandakan bahwa produk deposito diciptakan untuk maksud investasi. Uang deposan disalurkan oleh pihak perbankan ke unit-unit usaha / kegiatan produksi yang ditetapkan oleh perbankan. 

Ada 2 istilah dalam deposito, yaitu: (1) deposito berjangka dan (2) sertifikat deposito. 

Deposito Berjangka

Masih menurut OJK, deposito berjangka merupakan simpanan yang pencairannya dilakukan berdasarkan jangka waktu tertentu. Umumnya jangka waktu ini adalah mulai dari 1, 3, 6, dan 12 sampai dengan 24 bulan.

Deposito berjangka diterbitkan dengan mencantumkan nama pemilik deposito baik perorangan maupun lembaga. Kepada setiap deposan, diberikan bunga yang besarnya dan waktu pembayarannya sesuai dengan yang berlaku di masing-masing bank.

Pembayaran bunga deposito dapat dilakukan setiap bulan atau setelah jatuh tempo sesuai jangka waktunya.

Pembayaran dilakukan baik secara tunai maupun secara non tunai (pemindahbukuan). Kepada setiap deposan dengan nominal deposito tertentu dikenakan pajak penghasilan dari bunga yang diterimanya.

Pencairan deposito sebelum jatuh tempo umumnya dikenakan denda.

Sertifikat Deposito

Masih menurut OJK, sertifikat deposito adalah simpanan yang diterbitkan dengan jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan.

Sertifikat Deposito diterbitkan atas unjuk dalam bentuk Sertifikat, tanpa mencantumkan nama pemilik deposito.

Sertifikat Deposito dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Pembayaran bunga Sertifikat Deposito dilakukan di muka, setiap bulan atau pada saat jatuh tempo, baik secara tunai maupun non tunai.

Deposito Syariah

Deposito syariah merupakan deposito yang diterbitkan mengikuti prinsip akad mudlarabah (bagi hasil / profit sharing). Landasan penerbitan ini adalah Fatwa DSN MUI Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Deposito. 

Akad mudlarabah terjadi antara pengelola dana deposito (fund manager) dengan debitur yang terdiri dari unit-unit usaha syariah (UUS) atau kegiatan produksi yang bergerak dalam menghasilkan produk barang atau jasa yang halal secara syara’. 

Takyif Fikih Deposito

Elemen pembentuk deposito pada dasarnya bisa diperinci menjadi 3, yaitu:

  1. Investor atau pihak yang sering disebut sebagai deposan. 
  2. Fund Manager, yaitu elemen dari pihak perbankan yang khusus menangani dana deposito
  3. Debitur yang terdiri darii Unit-Unit Kegiatan Usaha Masyarakat / UMKM. 

Awal dari terbentuknya deposito adalah karena adanya proyek dari fund manager perbankan untuk menyediakan dana guna membantu pembiayaan para pengusaha kecil dan menengah (UMKM). 

Oleh karena itulah, maka deposan yang tergabung di bawah naungan fund manager ini diikat dalam satu wadah, yaitu wadah yang disebut syirkah ‘inan. Dana investor menempati derajatnya modal (ra’su al-maal).

Selanjutnya dana ini disalurkan ke UMKM lewat akad mudlarabah melalui kerjasama yang dijjalin oleh wakil investor dengan pelaku usaha. 

Karena motif utama dari pelaku usaha adalah dalam rangka mengajukan pembiayaan, maka dalam konteks ini seolah pihak pengusaha adalah berlaku sebagai yang pihak yang mengajukan utang (obligasi atau sukuk) dengan kesanggupan membayar kupon / bunga. Nah, di sinilah selanjutnya hukum deposito itu diperinci. 

Untuk deposito konvensional, karena basis akadnya adalah utang-piutang, maka pengembalian utang berbasis bunga adalah sama dengan praktik riba qardly sebab sama dengan utang menarik kemanfaatan.

Adapun deposito syariah, akadnya bukan berbasis utang piutang, melainkan ada mekanisme transaksi berupa:

  1. Membeli aset usaha yang terdiri atas maal syuyu’ (harta yang tidak bisa dibagi) selama kontrak usaha dengan perjanjian akan dibeli lagi oleh pelaku usaha. Akad ini dinamakan dengan istilah bai’ bi al-wafa’
  2. Menyewakan aset yang seharga tertentu dan sudah dibeli oleh fund manager tersebut kepada pelaku usaha itu sendiri sehingga pengusaha wajib membayar upah sewa sebesar tertentu. 

Misalnya begini:

Total harga aset syuyu’ seluruhnya, adalah sebesar Rp100 juta. 70% dari harta itu dibeli oleh pihak fund manager selaku wakil investor dengan perjanjian bahwa harta tersebut akan dibeli lagi oleh pengusaha di akhir waktu kontrak. Dengan demikian, aset yang diakuisisi oleh fund manager adalah senilai 70 juta, dan harganya diserahkan saat pencairan kredit kepada pengusaha. 

Karena fund manager sudah mengakuisisi 70% dari aset syuyu’ (undivined assets), maka fund manager berhak untuk menyewakannya kepada pelaku usaha. Alhasil, pengusaha punya kewajiban membayar ongkos sewa itu. 

Karena upah sewa adalah wajib maklum, maka berlaku ketetapan perhitungan ongkos sewa. Misalnya, untuk aset senilai 1 juta, maka ongkos sewanya adalah 10%-nya (100 ribu) per tahun. Maka total ongkos sewa aset selama 1 tahun adalah sebesar 7 juta rupiah yang bisa dibayarkan setiap bulannya atau sekaligus pada akhir kontrak. 

Alhasil, kewajiban pengembalian modal yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah:

  1. Membeli lagi aset yang diibeli oleh fund manager seharga 70 juta
  2. Membayar ongkos sewa senilai 7 juta rupiah. 
  3. Total pengembalian adalah 70 juta + 7 juta rupiah = 77 juta rupiah. 
Akad yang mewadahi antara investor - fund manager dengan pengusaha ini disebut akad syirkah mudlarabah
Akad mudlarabah terjadi antara relasi fund manager dengan pengusaha. 
Akad syirkah ‘inan terjadi antara deposan dengan fund manager, di mana fund manager juga berlaku sebagai pemodal sekaligus pengelola. 

Bagaimana? Jelas, bukan? Silahkan tinggalkan komentar di kolom komentar yang tersedia! Semoga bermanfaat!

Spread the love
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean

Related Articles