Berdasarkan bunyi ketentuan umum Pasal 1, ayat 1, POJK Nomor 18 / POJK.04 / 2015, sukuk diartikan sebagai efek atau surat berharga syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’ / undevined share) atas aset yang mendasarinya (underlying asset).
Dalam teks peraturan otoritas jasa keuangan (POJK), sukuk sendiri sering disebut sebagai obligasi syariah. Sementara obligasi sendiri makna aslinya adalah surat pengakuan utang. Jadi, sampai di sini, kita sebenarnya sudah memahami bahwa ada dualisme persoalan yang saling bertolak belakang (ta’arudl) satu sama lain.
Persoalan itu di antaranya adalah menyangkut butuhnya jawaban atas pertanyaan:
- Sebenarnya sukuk itu masuk dalam ranah obligasi ataukah saham?
- Jika masuk dalam ranah obligasi, mengapa tidak disampaikan dalam POJK sebagai surat pengakuan utang saja?
- Jika masuk dalam ruang saham, mengapa sering disebut sebagai obligasi syariah?
Kilas Balik Obligasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), obligasi adalah surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperjualbelikan. Obligasi juga disebut sebagai surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat (pihak yang berpiutang) guna menutup pembiayaan perusahaan (pihak yang berhutang).
Bagaimana obligasi menurut OJK? Menurut pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), obligasi dimaknai sebagai dokumen bermeterai yang menyatakan bahwa penerbitnya (emiten) akan membayar kembali utang pokoknya pada waktu tertentu, dan secara berkala akan membayar kupon kepada pemegang obligasi (investor). Obligasi memiliki ikatan dengan suatu jaminan (underlying asset) yang dapat dijual untuk melunasi klaim jika emiten gagal membayar kupon dan pokok pada saat jatuh tempo (bond).
Alhasil, anasir penyusun obligasi, adalah:
- Penerbit (emiten) Obligasi
- Investor (kreditur) yang menyerahkan modal
- Ada suku bunga yang diklaim sebagai bagi hasil
- Ada jatuh tempo
- Ada underlying asset yang terdiri atas aset produksi sebagai jaminan
Perbedaan Obligasi dan Saham
Jika kita cermati anasir penyusun obligasi tersebut, maka pada dasarnya obligasi itu serupa dengan saham. Bedanya, adalah:
- Saham diterbitkan dalam rangka akuisisi suatu permodalan yang sudah ada dan berjalan disertai dengan nilai emisi yang sudah baku dan ditetapkan. Jadi, kalau dirunut, maka saham ini basicnya adalah dari akad syuf’ah.
- Adapun obligasi, diterbitkan dalam rangka pembiayaan yang disertai janji bagi hasil saat kontrak modal itu jatuh tempo. Alhasil, akad dasar dari obligasi ini adalah qiradl atau mudlarabah
Lantas, apa perbedaan obligasi dengan sukuk?
Mencermati akan anasir obligasi di atas, maka letak perbedaan antara obligasi dan sukuk (obligasi syariah) sebenarnya ada pada latar belakang akad yang mendasarinya. Obligasi, diawali oleh akad utang yang disertai dengan bagi hasil berupa bunga. Aset yang menjadi landasan ditempatkan sebagai barang jaminan atas utang, sehingga berkedudukan sebagai barang gadai (rahn).
Adapun pada sukuk (obligasi syariah), maka latar belakang akad yang mendasari adalah akad qiradl atau mudlarabah, yaitu akad pembiayaan produksi yang disertai bagi hasil.
Bagi hasil produksi (profit sharing) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara investor dan kesanggupan emiten. Alhasil, semakin besar devidennya, maka semakin besar pula profit yang didapatkan oleh investor.
Akad ini sering dikenal sebagai akad syirkah mudlarabah (holding).
Persamaan keduanya, adalah baik obligasi dan sukuk, keduanya diakui sebagai harta, dan sama-sama berlaku bisa dijualbelikan kepada investor lain.
Perbedaan secara Hukum
Akad yang mendasari terbitnya sukuk, merupakan akad yang legal secara syara’ dan memiliki ikatan dengan bunyi nushush al-syari’ah.
Adapun akad obligasi, rusaknya ada pada bagian akad bagi hasilnya sebab dibangun berdasarkan kaidah akad gadai (rahn).
Sebagaimana kita tahu bahwa akad gadai merupakan akad utang yang disertai jaminan (watsiqah), di mana jaminan tersebut bisa dilelang apabila pihak debitur tidak bisa melunasi kewajibannya saat jatuh tempo. Sebagai utang, maka tidak boleh memungut manfaat (bunga). Pemungutan bunga merupakan pangkal dari riba qardly.
Konsultasi Bisnis
Konsultasikan Plan Bisnis anda ke eL-Samsi Group Consulting & Planning. Pastikan bahwa plan bisnis anda sudah bergerak di atas rel dan ketentuan syara’! Awal perencanaan yang benar meniscayakan pendapatan yang halal dan berkah! Hubungi CP 082330698449, atau ke email: elsamsi2021@gmail.com! Negosiasikan dengan tim kami! Kami siap membantu anda melakukan telaah terhadap plan bisnis anda dan pendampingan sehingga sah dan sesuai dengan sistem bisnis syariah.
Muhammad Syamsudin
eL-Samsi Group Consulting & Planning bisnis berorientasi Bisnis Syariah. Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center