el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

See the source image
Beda antara SCF, P2P Lending dan Pinjol

Kita telah mengupas beberapa model pembiayaan pada kajian terdahulu. Ada equity crowdfunding yang berbasis penjualan saham yang diatur oleh POJK Nomor 37/POJK.04/2018. Platform equity crowdfunding (ECF) ini telah dianulir dan digantikan perannya oleh securities crowdfunding (SCF) lewat POJK Nomor 57/POJK.04/2020. 

Ruang geraknya tetap sama yaitu menyediakan ruang pendanaan bagi Usaha Kecil Masyarakat (UKM) lewat pasar sekunder dengan bantuan Teknologi Informasi (TI) melalui penawaran equitas (saham) dan sukuk (obligasi syariah) kepada masyarakat secara terbuka. Yang berbeda dari ECF dan SCF hanyalah kapasitas inisiatornya / pemilik proyek. Pemilik proyek tidak harus berwujud sebagai perusahaan perseroan terbatas (PT) melainkan cukup terdiri dari PT atau bahkan koperasi. 

Tentu ini merupakan penurunan grade dari ketentuan sebelumnya (ketentuan ECF) yang mensyaratkan bahwa pihak UKM inisiator harus ada dalam bentuk perseroan terbatas. Alhasil, modal minimal sebelumnya adalah minimal 50 juta rupiah. Namun ketika ada dalam bentuk CV atau koperasi, maka modal minimal ini menjadi tidak diperlukan lagi. 

Namun, komponen yang terlibat dalam ECF dan SCF memiliki kesamaan. Persamaan itu antara lain:

  • Ada pihak OJK yang berperan selaku penjamin keabsahan masing-masing pihak yang terlibat dalam akad. 
  • Ada pihak inisiator proyek yang terdiri dari para UMKM (Usaha Menengah dan Kecil Masyarakat) yang berperan selaku emiten (penerbit saham dan sukuk)
  • Ada pihak penyelenggara ECF atau SCF yang berfungsi selaku marketplace dan berperan dalam mempertemukan pihak emiten (UKM) dengan para investor lewat penawaran saham dan sukuk di pasar sekunder atau pasar modal kepada publik secara terbuka
  • Ada pihak investor yang berperan selaku pembeli efek yang diperdagangkan di pasar modal sekunder dan dibikin oleh pihak penyelenggara. 

Dengan mencermati kedudukan masing-masing sebagai di atas, maka transaksi yang berlaku dan terjadi dalam ECF dan SCF adalah transaksi jual beli (buyu’). Alhasil, syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam terselenggaranya ECF dan SCF  adalah tidak bisa lepas dari ketentuan yang berlaku dalam akad jual beli. 

Peer to Peer (P2P) Lending 

Peer to Peer Lending merupakan akad pembiayaan yang ditawarkan melalui peran teknologi informasi. Sebagai piihak yang berperan dalam akad pembiayaan, maka hal yang diterima oleh pihak inisator proyek (pihak yang mengajukan pendanaan) adalah berupa kucuran dana dalam bentuk modal dari para investor secara langsung, tanpa melalui perantara akad jual beli. Di sinilah perbedaan P2P lending dengan platform ECF dan SCF diketahui. Jika dalam ECF dan SCF, terdapat obyek efek yang dijadikan wasilah untuk diperjualbelikan / ditradingkan. Namun, dalam P2P lending, tidak ada wasilah berupa barang atau efek tersebut. Alhasil, akadnya ada dua kemungkinan, yaitu jika bukan utang-piutang, maka termasuk akad permodalan (qiradl, murabahah, mudlarabah). Kecil kemungkinan untuk diubah menjadi akad syirkah inan, kecuali mengadopsi skema akad syirkah musahamah. 

Payung hukum dari P2P lending adalah POJK Nomor 77 Tahun 2016. Dengan demikian, penyelenggaraan yang berkaitan dengan P2P lending juga harus mengacu pada ketentuan yang dimaksud dalam peraturan tersebut. 

Adapun, pihak-pihak yang terlibat di dalam terselenggaranya P2P lending, dapat diperinci sebagai berikut:

  1. POJK selaku penjamin dan pengawas dan pemantau bagi terselenggaranya segala ketentuan yang berlaku dan diatur dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016. 
  2. Pihak inisiator terdiri dari personal atau organisasi yang bertindak selaku lender / debitur
  3. Pihak penyelenggara platform aplikasi P2P lending yang bertindak selaku marketplace dan mempertemukan antara investor (pemberi pinjaman atau pendanaan) dengan inisiator proyek yang terdiri dari personal atau organisasi lewat teknologi informasi yang dibangunnya.
  4. Pihak investor yang bertindakk selaku pemberi pinjaman

Pinjaman Online (Pinjol)

Pinjaman Online (pinjol), pada dasarnya adalah sama dengan P2P lending, akan tetapi keberadaannya bersifat tidak terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selaku pihak yang tidak terdaftar, maka pinjaman online umumnya bersifat ilegal. 

Sebagai pihak yang tidak diawasi oleh OJK, sudah barang tentu, basis penggunaannya adalah berbasis akad amanah / kepercayaan konsumen terhadap platform pinjaman online itu sendiri. 

Sifat kepercayaan konsumen ini, umumnya berada pada kisaran ruang berikut ini:

  1. Kepercayaan konsumen kepada pihak platform bahwa dia akan mendapatkan pinjaman yang lunak
  2. Kepercayaan konsumen terhadap data pribadinya, sebab bagaimanapun juga pihak konsumen senantiasa diminta untuk menyerahkan data tersebut kepada platform dalam rangka administrasi peminjaman
  3. Kepercayaan konsumen bahwa dirinya dapat melakukan resecheduling dan restrukturisasi utang manakala terjadi kendala dalam kelancaran pengembalian

Namun, berdasarkan banyak kabar pemberitaan, dilaporkan seringnya terjadi kasus pinjaman online dengan konsumennya. Kasus tersebut berkisar pada penyebaran data pribadi konsumen, intimidasi dari debt collector (tenaga penagih utang) dan sejenisnya. Karena kasus ini pula muncul inisiatif dari OJK untuk menertibkan perusahaan-perusahaan yang menawaarkan pinjaman online (pinjol). 

Demikianlah, sekilas perbedaan antara equity crowdfunding, securities crowdfunding, P2P Lending dan Pinjaman Online (Pinjol). Perbedaan basis penyelenggaraan tersebut menjadikan akad yang terlibat juga sudah pasti berbeda. ECF dan SCF memiliki barang yang dijadikan wasilah, sehingga akadnya adalah akad jual beli (trading). Adapun, bagi P2P Lending dan Pinjol, akadnya berkisar di antara akad qardl dan akad permodalan. Penjabaran masing-masing akad ini tergantung pada skema yang diikuti dan mekanisme yang berlaku di antara setiap platform. Alhasil, larangan syariat pun juga bergantung pada ada atau tidaknya batas-batas syara yang dilanggar. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content