Securities Crowdfunding merupakan sebuah kegiatan urun dana dengan niat untuk mendapatkan bantuan modal usaha bagi Usaha Kecil Masyarakat (UKM) dari pasar sekunder (pasar modal). Penggalian dana dilakukan dengan jalan menjual efek atau surat-surat berharga secara terbuka kepada masyarakat melalui wasilah Teknologi Informasi (TI) yang selanjutnya dalam konteks fikih muamalah dikenal dengan istilah wisathah. Payung hukum dari SCF ini adalah POJK Nomor 57/POJK.04/2020 selaku aturan pengganti dari POJK Nomor 37/POJK.04/2018.
Melalui SCF ini, ada 3 macam jenis efek yang bisa dilelang dan ditawarkan sebagai obyek transaksi. Pertama, adalah equitas (saham). Kedua, adalah surat utang (obligasi). Dan Ketiga, adalah Sukuk (surat utang berbasis usaha syariah).
Dengan mengacu pada 3 obyek wasilah tersebut, maka selanjutnya yang berperan selaku aset yang menjadi underlying (ma fi al-dzimmah) ketiga efek yang diperdagangkan tersebut adalah aset usaha dan kegiatan UKM. Pihak penerbitnya (Emiten) adalah terdiri dari para UKM yang bisa terdiri atas CV atau Koperasi. Alhasil, tidak harus dalam bentuk PT sebagaimana kebijakan equity crowdfunding yang diatur dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018. Dengan tidak harusnya dalam bentuk PT, maka modal minimal dari UKM untuk bisa masuk ke dalam Pasar Modal, adalah bisa terdiri dari UKM dengan basis modal yang kurang dari 50 juta rupiah.
Pihak yang berperan selaku Penjamin Emisi Efek, adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara pihak yang berperan selaku pedagangnya, disebut dengan istilah Pedagang Perantara Efek (PPE) yang bisa terdiri dari Perseroan Terbatas. Pihak PPE ini harus mendapatkan ijin secara khusus dari OJK dan Bappebti, sebab perannya selaku yang menawarkan efek yang dimiliki oleh UKM ke pasar terbuka lewat penawaran publik (Initial Public Offering/IPO). Pihak yang menawar atau pembeli efek adalah terdiri dari masyarakat investor.
Peran OJK dalam SCF
Ada beberapa tugas dan peran OJK dalam SCF ini, di antaranya adalah :
- Menjamin bahwasannya UKM yang menerbitkan Efek sebagai yang benar-benar memiliki usaha dan aset usaha.
- Ketika Saham dan Sukuk yang ditawarkan adalah saham syariah dan surat utang berbasis syariah (sukuk ) atau EBUS, maka kegiatan usaha tersebut harus benar-benar dijamin kehalalannya
- Memberikan pembinaan terhadap UKM dalam melakukan pelaporan terhadap kegiatan usahanya, termasuk pembukuannya, sehingga hak bagi investor untuk mendapatkan deviden sebagai yangg betul-betul bisa dijamin
- Menjamin emisi efek UKM dengan menjamin bahwa dana yang didapat dari perdagangan efek, sebagai yang benar-benar digunakan sesuai dengan arahan OJK
Perbedaan SCF dengan P2P Lending
P2P lending merupakan sebuah platform yang menawarkan bantuan pembiayaan atau kredit kepada masyarakat secara langsung dalam bentuk dana tunai dan lewat perantara teknologi informasi.
Ketika masyarakat mengakses P2P Lending, maka ia hanya berhubungan dengan satu pihak saja, yaitu platform penyelenggara pembiayaan. Berbeda dengan SCF, pihak penyelenggara hanya berperan selaku pasar sekunder yang menawarkan efek yang sudah mendapatkan pengesahan dan sah untuk diperdaganggkan. Dana yang didapat, merupakan dana para investor sehingga bukan dana pribadi / perusahaan penyelenggara public offering.
Dengan melihat bagaimana P2P Lending itu diselenggarakan, maka P2P lending bergerak melakukan pembiayaan dengan basis akad qardl (utang), atau permodalan (qiradl). Adapun pihak SCF, tidak bisa bergerak dalam bidang qardl, melainkan dalam bidang qiradl, mudlarabah, murabahah atau syirkah. Prinsipnya adalah bagi hasil.