Pergerakan grafik chandelstick signal trading, merupakan pergerakan yang dipengaruhi oleh aradl dan thalab (mekanisme pasar). Jika permintaan sedikit, maka harga turun. Jika permintaan banyak, maka harga naik.
Dalam dunia ilmu matematika, pola pergerakan semacam ini dikenal dengan istilah persamaan linier, yang mengikuti rumus: (y = a + bx), di mana y menyatakan harga (سعر / price) penawaran komoditas (supply), dan x menyatakan permintaan (thalab) pada waktu (time) tertentu. Alhasil, di dalam setiap permintaan dalam waktu tertentu (thalab) maka ada harga (aradl).
Simak gambar berikut:
Apa yang tertuang dalam grafik di atas, adalah tipologi dasar mekanisme pasar. Yang perlu digarisbawahi adalah:
- Harga barang di atas adalah dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan bukan atas kualitas barang
- Baik atau buruk kualitas barang, tidak berpengaruh terhadap aksi permintaan.
Sekali lagi ingat bahwa ini adalah gambaran pergerakan naik turunnya harga saham di Pasar Sekunder dan bukan hasil kalkulasi volatilitas barang fisik di pasar fisik.
Apakah keduanya berbeda? Jawabnya sudah bisa ditebak, yaitu sangat berbeda.
Di pasar fisik, kita bisa melihat barangnya secara langsung. Jadi atau tidaknya seseorang membeli barang, bisa dilakukan dengan khiyar majelis.
Adapun di pasar sekunder (trading harian), seorang trader jarang sekali memperhatikan fundamental dari saham perusahaan yang dibelinya. Alhasil, kinerja perusahaan, sama sekali bukan menjadi bahan pertimbangan.
Prinsip kerjanya: “pokok chandelstick menunjukkan tanda penurunan, maka ia beli (bid) dengan harapan ke depannya harga akan naik. Kalau harganya lebih tinggi dibandingkan harga beli, maka ia jual (offer).”
Itulah gambaran sederhana dari perilaku trader di Pasar Sekunder (trading harian). Yang penting mendapatkan keuntungan (gain capital), beres dah”.
Padahal, sebenarnya yang perlu dipertanyakan, adalah adanya unsur tebak-tebakan berbasis waktu itu, yaitu:
- Nanti pada jam sekian-sekian, akan banyak penawaran
- Kalau pada jam sekian-sekian, penawaran akan sedikit sehingga harga turun
- Kalau pada jam sekian-sekian, maka penawaran akan banyak sehingga harga naik.
Trader yang kecelek (tertipu), adalah trader yang pada waktu tertentu, harga efek tidak kunjung naik sebab tidak ada trader lain yang masuk membeli saham yang dipegang. Itulah titik gambling-nya.
Apakah prinsip ini memenuhi standar lelang?
Jual beli dengan sistem lelang, sering dikenal dengan istilah bai’ musawamah. Cabang dari bai’ musawamah adalah bai’ muzayadah dan bai’ munaqashah.
Ciri dasar dari sistem lelang, adalah:
- Ada barang yang dilelang
- Ada peserta lelang yang hadir seluruhnya di satu majelis
- Pihak musawim menawarkan barang di mulai dari harga dasar
- Para peserta lelang menawar langsung barang. Harga akhir ditutup ketika sudah tidak ada lagi yang menawar dan peserta akhir berhak mendapatkan barang dan selanjutnya menyerahkan harga.
- Naik turunnya harga dipengaruhi oleh keberanian peserta dalam menghargai barang
- Peserta lelang yang lain yang ikut menawar namun tidak disepakati harganya, dia tidak mendapat barang.
- Harga diserahkan setelah dipastikan barang bisa diserahkan.
Bagaimana dengan pola pada trading? Ciri lelang di dalam trading:
- Ada barang yang dilelang
- Trader hadir dan mengakses grafik
- Pihak agen menawarkan efek di mulai dari harga dasar
- Setiap trader yang membeli barang langsung mendapatkan barangnya dan langsung menyerahkan harga.
- Semakin berkurang jumlah stock yang dimiliki agen, semakin naik harga barangnya
- Trader yang datang kemudian, akan mendapatkan harga yang tidak sama dengan trader sebelumnya, meskipun barang yang dibeli adalah sama
- Harga diserahkan saat trader memutuskan beli.
Mencermati ciri dasar dari sistem trading semacam ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak tepat bila grafik chandelstick signal trading tersebut adalah buah dari akad penawaran sistem lelang (musawamah), sebagaimana hal itu tidak tercermin dari ciri dasar musawamah.
Jika bukan sistem lelang, lalu termasuk akad apa?
Karena trader langsung menyerahkan harga dan dia langsung mendapatkan barang, di mana penyerahannya itu ada jeda waktu penyelesaiannya – meski hanya berdurasi sekian menit – maka akad yang berlaku di dalam trading di atas, adalah termasuk akad salam (bai’ syaiin maushuf fi al-dzimmah). Qabdlu yang berlaku adalah qabdlu hukmy.
Karena barang yang diterima dalam akad salam adalah berjenis syaiin maushuf fi al-dzimmah, maka ketika barang itu dialihkan ke trader lain dengan atas nama dijual, maka akad yang berlaku dalam penjualan ini adalah akad bai’ syaiin maushuf fi al-dzimmah juga. Dengan demikian, terjadi 2 proses:
- barang dibeli dengan dzimmah
- barang dialihkan dengan dzimmah
Alhasil, memenuhi standar bai’ ma fi al-dzimmah bi ma fi al-dzimmah, yang merupakan definisi dasar dari akad hiwalah dan hukumnya adalah boleh dengan catatan terpenuhinya ketentuan hiwalah. Syeikh Wahbah al-Zuhaily di dalam Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu, Juz 6, halaman 4189 menyatakan:
وأما الإجماع: فقد أجمع أهل العلم على جواز الحوالة في الجملة فهي عقد جائزفي الديون دون الأعيان؛ لأنها تنبئ عن النقل، والتحويل يكون في الدين لا في العين، أي أن النقل الحكمي لا يكون في العين فلا تصح فيها الحوالة.
Menurut konsep fiqhiyyah, dzimmah adalah bermakna sebagai dlamman di mana dalam konteks Madzhab Syafii, adanya konsep dlamman adalah senantiasa berlaku atas duyun (utang). Sebagaimana hal ini tercermin dari ibarat yang tertuang dalam mausu’ah fiqhiyyah sebagai berikut:
الموسوعة الفقهية الكويتية ( ۷ / ۱۰۲ )
الذمة معناها في اللغة : العهد والضمان والأمان . وأما في الاصطلاح فإنها : وصف يصير الشخص به أهلا للإلزام والالتزام . فالفرق بين الأهلية والذمة : أن الأهلية أثر لوجود الذمة
Imam Taqiyuddin al-Hishny di dalam Kifayatu al-Akhyar, Juz 1, halaman 263 menyatakan, bahwa:
وشرائط الْحِوَالَة أَرْبَعَة رضى الْمُحِيل وَقبُول الْمُحْتَال وَكَون الْحق مُسْتَقرًّا فِي الذِّمَّة واتفاق مَا فِي ذمَّة الْمُحِيل والمحال عَلَيْهِ فِي الْجِنْس وَالنَّوْع والحلول والتأجيل وتبرأ بهَا ذمَّة الْمُحِيل
Selanjutnya, Imam Taqiyuddin al-Hishny juga menyatakan:
الشَّرْط الثَّانِي أَن يكون الدّين مُسْتَقرًّا على مَا ذكره الشَّيْخ وَاشْتِرَاط الِاسْتِقْرَار ذكره الرَّافِعِيّ عِنْد مَا إِذا أحَال المُشْتَرِي البَائِع بِالثّمن وَقَالَ لَا يَكْفِي لصِحَّة الْحِوَالَة لُزُوم الدّين بل لَا بُد من الِاسْتِقْرَار وَلِأَن دين السّلم لَازم مَعَ أَن الْأَصَح لَا تصح الْحِوَالَة بِهِ وَلَا عَلَيْهِ لكنه قَالَه هُنَا الْقسم الثَّانِي الدّين اللَّازِم فَتَصِح الْحِوَالَة بِهِ وَعَلِيهِ قَالَ النَّوَوِيّ بعده أطلق الرَّافِعِيّ صِحَة الْحِوَالَة بِالدّينِ اللَّازِم وَعَلِيهِ اقْتِدَاء بالغزالي وَلَيْسَ كَذَلِك فَإِن دين السّلم لَازم وَلَا تصح الْحِوَالَة بِهِ وَلَا عَلَيْهِ على الصَّحِيح وَبِه قطع الْأَكْثَرُونَ قلت قد اتفقَا على تَصْحِيح الْحِوَالَة بِثمن فِي زمن الْخِيَار وَعَلِيهِ مَعَ أَنه غير لَازم فضلا عَن الِاسْتِقْرَار إِلَّا أَنه يؤول إِلَى اللُّزُوم وَأما بعد مُضِيّ الْخِيَار وَقبل قبض الْمَبِيع فَالْمَذْهَب الَّذِي قطع بِهِ الْجُمْهُور أَنه تصح الْحِوَالَة بِهِ وَعَلِيهِ مَعَ أَنه غير مُسْتَقر لجَوَاز تلف الْمَبِيع فَلَا يسْتَقرّ إِلَّا بِقَبض الْمَبِيع وَكَذَا تجوز الْحِوَالَة بِالْأُجْرَةِ وَكَذَا الصَدَاق قبل الدُّخُول وَالْمَوْت وَنَحْو ذَلِك بل صدر فِي أصل الرَّوْضَة فِي أول الشَّرْط فَقَالَ الثَّانِي كَون الدّين لَازِما أَو يصير إِلَى اللُّزُوم وَالله أعلم
Di akhir pembahasan, Imam Taqiyuddin al-Hishny juga menyampaikan dalam kitab yang sama Juz 1, halaman 264:
الشَّرْط الثَّالِث اتِّفَاق الدينَيْنِ يَعْنِي الْمحَال بِهِ والمحال عَلَيْهِ فِي الْجِنْس وَالْقدر والحلول والتأجيل وَالصِّحَّة والتكسير والجودة والرداءة على الصَّحِيح وَضبط ابْن الرّفْعَة ذَلِك بِالصِّفَاتِ الْمُعْتَبرَة فِي السّلم وَوجه اشْتِرَاط ذَلِك حَتَّى يعلم لِأَن الْمَجْهُول لَا يَصح بَيْعه وَلَا اسْتِيفَاؤهُ وَالْحوالَة إِمَّا بيع على الصَّحِيح أَو اسْتِيفَاء فَإِذا وَقعت الْحِوَالَة صَحِيحَة بَرِيء الْمُحِيل عَن دين الْمُحْتَال وَبرئ الْمحَال عَلَيْهِ من دين الْمُحِيل ويتحول حق الْمُحْتَال إِلَى ذمَّة الْمحَال عَلَيْهِ لِأَن ذَلِك فَائِدَة الْحِوَالَة وَالله أعلم
Imamuna al-Syeirazy dalam Al-Muhaddzab fi Fiqh al-Imam al-Syafii, Juz 2, halaman: 144 menyatakan:
ولا تجوز الحوالة إلا على من له عليه دين لأنا بينا أن الحوالة بيع ما في الذمة بما في الذمة فإذا أحال من لادين عليه كان بيع معدوم
Imam Haramain atau yang dikenal sebagai Abu al-Ma’aly al-Juwainy, Nihayatu al-Mathlab fi Dirayati al-Madzhab, Penerbit: Dar al-Minhaj, 2007, Juz 5, halaman 192
فأما ما يثبت معوَّضًا مثمنًا في محل المبيع، فهو المسْلَم فيه، فلا يجوز الاعتياض عنه، كما لا يجوز الاعتياض عن العَيْن المبيعة، وذلك أن المسلمَ فيه مبيع مقصودٌ كالعَين المبيعة (٣)، والملك في العين أقوى من الملك في الديْن، فإذا امتنع الاستبدال عن الملك في العَيْن، فلأن يمتنِع عن الدين الذي وقع مبيعًا أولى. ولو كان على المسلِمِ قرضٌ، فإخال المُقرِضَ بحقهِ على المسلَمِ إليهِ، فالحوالة فاسدةٌ؛ فإنها في التحقيق بيع سلمٍ بدينٍ، وذلك باطلٌ
Wallahu a’lam bi al-shawab.