elsamsi log

Menu

Risiko Penggunaan Akad Sharf pada Trading Forex

Risiko Penggunaan Akad Sharf pada Trading Forex

Pada kajian terdahulu, penulis sudah menyampaikan bahwa akad trading forex adalah meniscayakan penggunaan akad sharf dikarenakan obyek transaksinya berupa mata uang (valas). Anda bisa mengikuti kajiannya di sini.

Risiko dari pemberlakuan akad sharf pada perdagangan valuta asing menjadikan uang tersebut berlaku sebagai barang ribawi. Pertukaran dua barang ribawi berbeda jenis, mensyaratkan berlakunya 2 hal, yaitu: (1) terpenuhinya taqabudl (saling serah terima) dan (2) hulul (kontan, atau diketahui kapan penyerahannya). 

Makna Taqabudl

Taqabudl, sering dimaknai sebagai saling serah terima. Fuqaha dari kalangan Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah menyampaikan batasan berupa al-taqabudl qabla tafarruqi al-majlis (saling serah terima sebelum berpisah majelis). Bahkan disampaikan, bahwa: 

فَلَوْ تَفَرَّقا قَبْل التَّقابُضِ بَطَل العَقْدُ

“Jika kedua pihak yang berakad berpisah sebelum terjadinya saling serah terima, maka akad menjadi batal.”

Alasan batalnya akad sharf sebelum terjadinya taqabudl (saling serah terima) dan berpisah majelis ini adalah karena adanya pertimbangan larangan akad menjalankan praktik nasiah (kredit) barang ribawi. 

وذَلِكَ لأِنَّ النَّهْيَ عَنِ النَّسِيئَةِ ثَبَتَ فِي الصَّرْفِ وغَيْرِهِ مِن بَيْعِ الرِّبَوِيّاتِ بِبَعْضِها

“Batalnya akad sebelum taqabudl adalah disebabkan adanya larangan menjalankan praktik nasiah (kredit) pada akad sharf dan lainnya, pokoknya segala praktik tukar menukar barang ribawi dengan sesamanya.” 

Selanjutnya, para fuqaha’ Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah ini menyampaikan bahwa ada relasi yang kuat antara dilarangnya praktik nasi-ah (kredit) dengan wajibnya taqabudl (saling serah terima). Mereka menyatakan, bahwa:

وتَحْرِيمُ النَّساءِ ووُجُوبُ التَّقابُضِ مُتَلاَزِمانِ، إذْ مِنَ المُحال أنْ يَشْتَرِطَ الشّارِعُ انْتِفاءَ الأْجَل فِي بَيْعِ جَمِيعِ الأْمْوال الرِّبَوِيَّةِ ويَكُونُ تَأْجِيل التَّقابُضِ فِي بَعْضِها جائِزًا، ولاَ يَخْفى أنَّ قَوْلَهُ ﷺ: يَدًا بِيَدٍ وهاءَ وهاءَ فِي شَأْنِ بَيْعِ الأْمْوال الرِّبَوِيَّةِ السِّتَّةِ بِالكَيْفِيَّةِ المُبَيَّنَةِ فِي الحَدِيثِ إنّما يُفْهَمُ مِنهُ اشْتِراطُ التَّقابُضِ فِيها جَمِيعًا

“Diharamkannya kredit dan wajibnya taqabudl merupakan dua hal yang saling berkorelasi, karena merupakan suatu yang mustahil bagi Syari’ (Allah wa Rasuluhu) menafikan adanya tempo (ajal) dalam semua praktik pertukaran komoditas ribawi, sehingga tempo penyerahan yang diberlakukan pada tukar menukar sebagian komoditas ribawi adalah boleh. Sementara tidak diragukan pula bahwasannya sabda baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan “yadan bi yadin” dan “ha wa ha”, adalah berlaku pada semua pertukaran keenam komoditas ribawi sebagaimana telah disebutkan dan cara yang telah ditentukan (lihat hadits), dan sesungguhnya hal tersebut dapat dipahami bahwa ditetapkannya taqabudl adalah berlaku untuk semuanya ”

Maksud dari ibarat ini, adalah bahwasanya makna dari taqabudl itu, adalah bukan menisbikan hikmah adanya tempo penyerahan salah satu komoditas sama sekali. Apalagi sejak awal sudah disampaikan bahwa antara diharamkannya praktik nasiah (kredit) dan wajibnya taqabudl terdapat hubungan yang saling mengisi (mutalazimani). 

Apa itu nasiah?

Dalam sebuah karya masterpiece-nya, Syeikh Wahbah al-Zuhaily menjelaskan:

فربا النسيئة الواقع في عقدي الصرف والقرض هو الواقع الآن، كشراء نقد، (دولارات) بنقد (دراهم) دون تقابض، واقتراض أو استلاف دنانير على أن يرد زيادة عليها بنسبة معينة ٥% مثلًا، أو مبلغًا مقطوعًا كمئة دينار أو ألف

“Riba nasiah yang terjadi di jaman ini dan berlaku atas akad sharf dan utang adalah seperti akad pertukaran valas (dolar) dengan valas lainnya (dirham) tanpa disertai adanya saling serah terima. Menghutangkan atau meminjamkan dinar dengan syarat pengembalian lebih, semisal nisbah 5%, atau dengan tambahan sejumlah nilai yang ditentukan, misalnya 100 dinar atau 1000 dinar.” 

Memahami akan penjelasan ini, bahwa riba nasiah terjadi adalah bukan sebab adanya jeda waktu (tempo) penyerahan barang yang menjadi ganti pertukaran, melainkan karena ketegasan makna taqabudl itu sendiri yang disertai adanya syarat pengembalian lebih dari valas yang diserahkan duluan (dihutangkan). 

Valas yang diserahkan duluan adalah berstatus sebagai utang. Pengembaliannya, yang disertai dengan tambahan tertentu adalah akar dari riba nasiah. Di sini yang perlu dicatat adalah valas yang diserahkan sudah pasti berbeda jenis currencynya dengan valas yang diterima, sebab beliau Syeikh Wahbah sedang membahas Riba Nasiah. Lain ceritanya apabila beliau membahas mengenai riba qardly yang meniscayakan sama jenis currency yang diserahkan dan ditukar. 

Walhasil, sebagai kesimpulan dari hal ini adalah bahwa riba nasiah terjadi, apabila harga pasangan valas (misalnya IDR/USD tidak ditetapkan pada waktu penjual dan pembelinya masih di majelis akad. Oleh sebab itu, harga valas penggantinya menjadi mengikuti harga di depan (future). Akibatnya, terjadi perbedaan harga akibat adanya jeda waktu penyerahan tersebut. Inilah maksud dari riba nasiah tersebut. 

Contoh Kasus Riba Nasiah 

Seorang trader membeli 10 USD dengan kurs IDR terhadap Dolar sekarang seharga 14.300 / USD. Uang rupiahnya tidak diserahkan sekarang. Esok harinya, kurs rupiah menguat menjadi 14.100 / USD. Selanjutnya Harga 10 USD diserahkan sesuai dengan kurs keesokan tersebut, sehingga bernilai 141.000, dan tidak sesuai dengan akad pembelian itu terjadi, yaitu sebesar 14.300 IDR x 10 USD = Rp. 143.000. 

Illat larangan riba nasiah 

Sebagaimana gambaran kasus di atas, dapat diketahui bahwa dilarangnya riba nasiah adalah seolah telah terjadi praktik jual beli utang sebesar 14.300/USD dengan utang sebesar 14.100 / USD. Adanya selisih sebesar 200/USD menandakan telah terjadi praktik riba qardly atau riba al-fadly. Wallahu a’lam bi al-shawab

Muhammad Syamsudin

Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur

Spread the love
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur

Related Articles