elsamsi log
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Sewa Kontan, Sewa Pesan dan Sewa Tempo

Akad ijarah merupakan akad yang bersifat mengikat (aqdun lazim) berupa sewa “jasa” (khadamat/manfaat) dari suatu barang (ain) atau sesuatu yang bisa dilaabeli sebagai barang (syaiin maushuf fi al-dzimmah). Apakah “manfaat/jasa” itu merupakan barang atau sesuatu yang bisa dinilai sebagai barang? 

Teks fikih menyebutkan bahwa “manfaat/jasa” itu hakikatnya adalah ma’dum (tidak ada). Jasa bisa dianggap ada (maujud), apabiila memenuhi salah satu dari 2 syarat, yaitu: 

  1. jasa tersebut bersiifat operasional (amal), dan 
  2. bisa dibatasi oleh durasi waktu (muddah).

Batasan Jual Beli Manfaat @Tongkrongan Gubug Faedah – YouTube

Jika jasa tersebut menunjukkan karakteristik salah satu dari 2 ciri di atas, maka jasa tersebut menjadi berstatus maujud (sesuatu yang dianggap ada) sehingga hilang status ma’dum (ketiadannya)-nya. Sesuatu yang dianggap ada ini selanjutnya dilabeli oleh fuqaha’ dengan istilah syaiin (sesuatu) maushuf fi al-dzimmah

Dzimmah dalam pengertian fuqaha’ itu ada 2, yaitu dlamman dan kafalah. Dlamman merupakan dzimmah (jaminan) yang terdiri atas amwal (harta benda fisik). Adapun kafalah adalah dzimmah (jjaminan) yang terdiri atas fi’lin (pekerjaan / jasa / manfaat). Merujuk pada penjelasan Syeikh Wahbah al-Zuhaily, yang dinamakan akad kafalah itu kadang diaartikan sebagai jaminan yang terdiri atas nafsin (jiwa). Lalu beliau menggarisbbawaahi bahwa kafalah bi al-nafsi ini pada dasarnya adalah sama dengan kafalah bi al-fi’li, yaitu jaminan berupa manfaat/jasa/pekerjaan. 

Oleh karenanya, apabila syaiin maushuf fi al-dzimmah itu diartikan sebagai aset berjamin fi’lin, maka syaiin tersebut adalah labelilsasi / materialisasi dari fi’lin. Dan fi’lin (jasa) inilah yang merupakan qashdu al-bai’ (tujuan utama dari akad jual beli / jasa). 

Contoh: Pulsa. Pulsa pada dasarnya adalah labelisasi. Apalagi bila disematkan istilah lain, misalnya Pulsa Telkomsel, Pulsa Listrik, Pulsa Indosat, dan pulsa-pulsa yang lain. 

Jika yang dipandang sebagai jaminan pulsa adalah uang, maka pulsa adalah masuk syaiin maushuf fii al-dzimmah berupa fisik uang (dlammanu al-amwal). 

Jika pulsa dipandang sebagai berjamin jasa komunikasi, maka pulsa adalah syaiin maushuf fi al-dzimmah, dengan jaminannya berupa manfaat bisa untuk menelepon (kafalah bi al-fi’li). Fafham!

Pasca Labelisasi “Jasa” sebagai Syaiin Maushuf fi al-Dzimmah (al-Kafalah)

Karena sudah berstatus maujud (dianggap ada) karena jelasnya jaminan berupa jasa yang operasional (amal), maka jasa tersebut sudah memenuhi kategori bisa diserahkan jasanya / amalnya (maqduran li tasallumihi). Alhasil terpenuhi kaidah bai’ (jual beli) yang menjadi soko gurunya (ashal-nya), atau pondasi dasarnya.

Oleh karena itu, syarat obyek menjadi dikembalikan pada layaknya obyek akad bai’ (mabi’ / sil’ah), meski pada dasarnya adalah sewa jasa (ijarah). Secara rinci, para fuqaha’ merumuskan bahwa obyek akad yang terdiri atas jasa tersebut menjadi wajib memenuhi beberapa hal berikut: 

  1. Apabila jasa tersebut bersifat muqaddar (bisa ditentukan) kapan penyerahan jasa / manfaat yang menjadi obyek akad (ma’qud’alaih-nya) itu dilakukan
  2. Ujrahnya harus bersifat ma’lum (diketahui) dan dibayar dengan menggunakan uang atau sesuuatu yang bisa dinilai dengan uang. 
  3. Amal (fungsional)-nya barang yang disewa harus diketahui
  4. Masa kontrak (muddah) sewa-nya diketahui
  5. Jasanya bukan termasuk jasa (manfaat) yang diharamkan oleh syara’, seumpama riba.

Contoh Praktis Sewa Mobil

Misalnya, anda hendak menyewa mobil. Maka hal-hal berikut merupakan yang musti dicatat dan dilakukan oleh pihak penyewa dan yang menyewakan, antara lain:

Pertama, kapan penyewaan itu dilakukan. Saat itu juga, ataukah menunggu waktu beberapa waktu ke depan? 

  1. Jika uang dan jasa dilakukan saat itu juga, maka akadnya menjadi ijarah halan (kontan). 
  2. Jika jasanya diserahkan mendatang, dan uangnya diiserahkan saat itu juga di majeis akad, maka ijarahnya menjadi ijarah salam (ijarah syaiin maushuf fi al-dzimmah). Contoh praktiknya, pesan tiket kapal, pesan hotel, dan pesan tiket pesawat. Ini semua adalah akad ijarah syaiin maushuf fii al-dzimmah sebab yang dijjadiikan obyek akad adalah jasa transportasi dan jasa menginap.
  3. Jika jasanya diberikan saat itu juga, namun uangnya diberikan menyusul kemudian, maka akad ini menjadi akad ijarah muajjalan (ijarah tempo). Contoh praktiknya adalah akad Paylater, atau nyuruh orang bekerja dibayar waktu panen.

Kedua, Berapa ongkos sewa jasanya? Ongkos sewanya harus ma’lum, sebab sewa adalah bagian dari jual beli. Ketidakmakluman sebuah ongkos sewa, menjadikan pelakunya jatuh dalam praktik bai’ hablin hablah, seumpama jual beli kandungannya kandungan. Alhasil, hukumnya adalah haram disebabkan unsur spekulasi (gharar)-nya.

Ketiga, mobil yang disewakan harus bisa digunakan / dioperasionalkan sebab fungsi (amal) dari mobil itulah maksud utama dari disyariiatkannya ijarah (bai’ manfaat). Jika ternyata mobilnya tidak bisa digunakan, maka akad sewanya batal sebab manfaatnya tidak bisa diserahkan. Atau ada alternatif lain, yaitu pihak yang menyewakan mobil harus mengganti dengan mobil sejenis yang disewa.

Keempat, durasi sewanya juga harus maklum (diketahui), sebab durasi sewa menempati obyek penyusun akad. Tanpa pengetahuan akan durasi sewa, maka akadnya menjadi majhul (tidak diketahui). Melakukannya termasuk menerjang illat syara’ terjadinya praktik gharar (spekulatif).

Kelima, jasa yang disewakan adalah bukan jasa yang dilarang oleh syara’. Misalnya, menyewa orang agar mencuri, atau meminta orang lain agar membayar orang yang disuruhnya bekerja. 

Kesimpulan

Sebagai cabang dari akad jual beli, ijarah juga meniscayakan kesamaan syarat dan rukun jual beli. Kaitannya denggan syarat ma’qud ‘alaih (obyek akad) adalah wajibnya obyek tersebut bisa diserahkan, ditentukan kadarnya. 

Karena ijjarah adalah bagian dari jual beli dengan obyek jasa sesuatu, maka syarat sah ijarah adalah harus bisa diserahkannya bentuk jasanya dan ditentukan kadar jasanya berdasar patokan amal (fungsionalitas barang) dan muddah (durasi waktu sewa).  

Obyek akad ijarah yang sudah memenuhi standar pembatasan amal dan muddah, maka bisa dipraktekkan sebagai ijarah kontan, ijarah salam (booking / inden) atau ijarah muajjalan (bayar nanti). Syaratnya adalah ongkos sewanya harus maklum saat akad. 

Muhammad Syamsudin

Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudlu’iyah LBM PWNU Jawa Timur

Spread the love
Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Related Articles

Tinggalkan Balasan