Syarat Sah Sholat
Di dalam Kitab Fath al-Mu’in, Al-’Allamah Syeikh Zainuddin al-Malaibary mengatakan bahwasanya sahnya sholat seorang individu secara fikih adalah tidak lepas dari memenuhi atau tidaknya ia terhadap syarat dan rukun sholat.
Apa itu syarat sah sholat?
الشرط ما يتوقف عليه صحة الصلاة وليس منها وقدمت الشروط على الأركان لأنها أولى بالتقديم إذ الشرط ما يجب تقديمه على الصلاة واستمراره فيها
“Syarat adalah sesuatu yang digantungkan padanya sahnya sholat namun ia bukan bagian dari sholat itu sendiri. Pembahasan mengenai syarat didahulukan dibanding pembahasan rukun sholat karena syarat merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi pertama kalinya sebelum sholat itu sendiri dan harus dilakukan oleh individu muslim dalam menjalankan sholat ”
Apa saja yang termasuk syarat sah sholat itu?
Pembagian Syarat Sholat
Sebelum masuk ke pembahasan syarat sah sholat, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pembagian mengenai syarat sholat. Berbicara mengenai syarat sholat, Syeikh Abu Syujja’, selaku muallif Kitab Taqrib membagi syarat sholat itu sebagai 2, yaitu syarat sah dan syarat wajib.
Syarat Sah Sholat
Syarat sah sholat dibagi menjadi 5, yaitu:
متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب ١/٨ — أبو شجاع (ت ٥٩٣) وشرائط الصلاة قبل الدخول فيها خمسة أشياء طهارة الأعضاء من الحدث والنجس وستر العورة بلباس طاهر والوقوف على مكان طاهر والعلم بدخول الوقت واستقبال القبلة
“Syarat sah shalat sebelum [muslim] masuk [mengerjakan sholat] itu ada 5 perkara, yaitu: 1) suci anggota badan dari hadats dan najis, 2) menutup aurat dengan pakaian yang suci, 3) berdiri di atas tempat yang suci, 4) mengetahui masuknya waktu sholat, dan 5) menghadap qiblat”
Syarat Wajib Sholat
Adapun syarat wajib sholat terdiri dari 3, yaitu:
متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب ١/٨ — أبو شجاع (ت ٥٩٣) وشرائط وجوب الصلاة ثلاثة أشياء: الإسلام والبلوغ والعقل وهو حد التكليف
“Syarat wajib sholat ada 3 perkara, yaitu: Islam, baligh dan berakal. Ini adalah batasan status mukallaf individu.
Ketiga komponen syarat wajib sholat ini seringkalii disebut sebagai syarat seseorang disebut sebagai mukallaf. Seseorang yang tidak masuuk dalam kategori mukallaf, maka ia tidak dikenai beban taklif syara’ untuk melakukan sholat. Misalnya, orang gila, sakit koma, anak kecil yang belum baligh, kafir atau murtad dari agama Islam. Pembahasan lebih detail, sudah kita sampaikan pada tulisan terdahulu. Anda bisa merujuknya di sini. [Baca : Fikih Kepulauan: ‘Ubudiyah – Sholat]
Selanjutnya, kita akan bahas mengenai syarat sah sholat. Syarat yang pertama, adalah apabila seorang
Suci Anggota Badan dari Hadats dan Najis
Syeikh Muhammad ibn Qasim al-Ghazy di dalam Kitab Fath al-Qarib Syarah Ghayati al-Taqrib memberikan penjabaran mengenai syarat yang satu ini sebagai berikut:
فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب = القول المختار في شرح غاية الاختصار ١/٧٣ — محمد بن قاسم الغزي (ت ٩١٨) الشرط الأول (طهارة الأعضاء من الحدث) الأصغر والأكبر عند القدرة؛ أما فاقد الطهورين فصلاته صحيحة مع وجوب الإعادة عليه؛ (و) طهارة (النجس) الذي لا يعفى عنه في ثوب وبدن ومكان
“Syarat pertama, adalah “suci anggota badan dari hadats” baik kecil maupun hadats besar ketika mampu. Adapun bila tidak ditemukan dua alat suci [air atau debu], maka sholat individu tetap sah namun disertai wajib mengulangi lagi [i’adah]. Selanjutnya “suci dari najis” yang tidak bisa dima’fu baik pada pakaian, badan maupun tempat.”
Senafas dengan penjelasan di atas, adalah penjelasan yang disampaikan oleh Syeikh Taqiiyuddin al-Hishny di dalam karyanya Kifayatu al-Akhyar, yang berbunyi sebagai berikut:
كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار ١/٩٠ — تقي الدين الحصني (ت ٨٢٩) يشْتَرط لصِحَّة الصَّلَاة الطَّهَارَة عَن الْحَدث سَوَاء فِي ذَلِك الْأَصْغَر والأكبر عِنْد الْقُدْرَة لِأَن فَاقِد الطهُورَيْنِ يجب أَن يُصَلِّي على حسب حَاله وَتجب الْإِعَادَة وتوصف صلَاته بِالصِّحَّةِ على الصَّحِيح
“Disyaratkan untuk sahnya shalat adalah bersuci dari hadats baik itu hadats kecil maupun hadats besar ketika mampu melakukannya, sebab sesungguhnya orang yang tidak menemukan dua alat suci [air atau debu] tetap wajib menjalan shalat sesuai dengan kondisi yang dialaminya, plus wajib i’adah [mengulangi lagi]. Sifat shalat [yang dikerjakan oleh mushalli dengan kondisi ini] adalah sah berdasarkan dalil yang sahih.”
Beberapa Problem Masyarakat Nelayan
Seiring keharusan seorang musholli memenuhi standar suci dari najis dan hadats, ada beberapa persoalan yang sering dihadapi nelayan, yaitu:
Seringkali seorang nelayan masih ada di tengah laut mencari ikan dan tidak bisa menepi ketika tiba waktu sholat. Pakaian yang digunakan adalah pakaian kerja. Terkadang, pakaian itu juga basah karena dipakai untuk menceburkan diri ke laut.
Di sebagian kondisi, para nelayan terkadang harus berjibaku dengan mesin dan peralatan lain yang di bawa, sehingga pakaiannya terkena oli.
- Apakah pakaian kerja tersebut masih dihukumi sebagai suci dan bisa digunakan untuk sholat?
- Bagaimana bila Si Nelayan hanya membawa celana pendek dan kaos? Bolehkah ia menunda melakukan sholat dan memilih melakukan qadla’ sholat saja?
- Apakah pakaian yang terkena oli tersebut masih dihukumi sebagai suci dan bisa digunakan untuk melakukan sholat?
Pembahasan lebih lanjut mengenai beberapa permasalahan ini akan dikupas pada tulisan-tulisan mendatang.