Ada seseorang karyawan yang ingin membeli produk KPR. Namun, produk itu dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Konvensional (LKK). Oleh karenanya, KPR itu dikeluarkan melalui akad kredit berbasis bunga yang syarat dengan transaksi ribawi. Akan tetapi, tanpa KPR, karyawan tersebut sulit untuk memilikii rumah.
Terjadilah dilema. Di satu sisi ada kebutuhan ingin memiliki rumah. Di sisi yang lain, ia tidak ingin terjerat praktik transaksi ribawi. Solusinya bagaimana?
Ada 2 produk pembiayaan (financing) yang dikeluarkan oleh LKS dan bisa diakses oleh para nasabahnya. Pertama, produk al-wakalah fi al-murabahah, dan Kedua, produk take over. Sejatinya, produk take over ini juga produk al-wakalah fi al-murabahah. Hanya saja, mekkanismenya kadang dibedakan.
Membeli KPR dengan Produk al-Wakalah fi al-Murabahah
Untuk mekanisme pembiayaan secara al-wakalah fi al-murabahah, dilakukan dengan jalan pihak pihak LKS mewakilkan kepada nasabah untuk membeli KPR sesuai dengan yang dibutuhkan oleh nasabah itu, atas nama LKS. Setelah terbeli, selanjutnya LKS menjualnya kepada nasabah melalui jalan bai’ taqsith (angsuran) dengan menegaskan keuntungan (ribhun) yang disepakati bersama antara nasabah dengan LKS.
Misalnya, harga dasar KPR adalah 80 juta rupiah. Maka, dengan jalan bai’ taqsith, pihak LKS bisa menegaskan keuntungan yang dikehendaki sebesar 5 juta dengan masa angsuran 1 tahun. Alhasil, total harga menjadi 85 juta dan harus dicicil oleh nasabah selama 12 bulan.
Membeli KPR dengan Produk Take Over IMBT
IMBT adalah akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik. Mekanismenya dilakukan dengan cara yang sama dengan akad al-wakalah fi al-murabahah tersebut, yaitu dengan jalan pihak LKS mengangkat wakil kepada nasabah untuk membeli unit perumahan yang dikehendaki atas nama LKS. Uang yang diberikan adalah senilai harga rumah itu.
Selanjutnya, setelah KPR itu terbeli, pihak LKS menyewakan rumah itu kepada nasabah dengan ongkos sewa yang wajar. Di sisi lain, pihak LKS juga membolehkan nasabah untuk mengakuisisi KPR tersebut dengan jalan mencicil, tanpa dibatasi oleh waktu.
Misalnya, harga rumah adalah 80 juta. Ongkos sewa setiap bulan, adalah senilai 400 ribu rupiah. Alhasil, pihak nasabah bisa mengangsur harga 80 juta tersebut ditambah dengan ongkos sewa setiap bulannya senilai 400 ribu rupiiah. Untuk lebih jelasnya, simak tabel kalkulasi berikut!
Alhasil, dengan ongkos sewa senilai 400 ribu per bulaan, dan harga rumah senilai 80 ribu yang bisa diangsur setiap bulannya, maka total nilai penerimaan LKS lewat akad IMBT adalah sebesar 84.800.000 rupiah.
Semoga penjelasan di atas bermanfaat dalam menambah wawasan kita semua! Ada kekurang jelasan dari tulisan di atas, bisa menghubungi nomor kontak 082330698449, a.n. Ustadz Muhammad Syamsudin atau email: elsamsi2021@gmail.com.
Situs ini dihidupi secara Swadaya oleh jaringan Peneliti dan Pemerhati Bidang Ekonomi Syariah – eL-Samsi Group Consulting dan ditopang oleh para donatur pemerhati Kajian Fikih Muamalah dan masyarakat pelaku bisnis syariah. Salurkan donasi anda pada rekening yang telah dicantumkan demi kemajuan dakwah kami lewat situs ini! Semoga bermanfaat!