el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Latar Belakang Surat Pembaca

Menanggapi surat pembaca yang disampaikan ke penulis pada Rabu, 24 Januari 2024, telah disampaikan permohonan bantuan peninjauan terhadap klausul akad sewa guna antara penanya dengan perusahaan NOOP. Lebih tepatnya, kontrak tersebut disebutkan sebagai Kontrak Perjanjian dan Pengoperasian Powerbank milik ID mitra.

Adapun, isi dari kontrak tersebut perjanjian dan pengoperasian powerbank itu, adalah sebagai berikut:

  1. Jenis barang yang disewa adalah powerbank dan telah terperiksa sebagai ada bukti fisiknya
  2. Nilai sewa adalah sebesar 1.699.000 rupiah dan telah terperiksa ada bukti serah dan terima
  3. Masa sewa (periode kontrak) adalah 1 tahun

Baca Juga: Rancang Bangun Plan Bisnis Syirkah Inan

Permasalahan Pertama

Setelah penanya menyewa alat tersebut, selanjutnya alat itu diserahkan kembali kepada perusahaan PT NOOP Mitra Bersama untuk dioperasionalkan dan disewakan kembali kepada para pengguna yang membutuhkan jasa powerbank. Untuk itu, powerbank itu akan ditaruh oleh PT NOOP Mitra Bersama di berbagai tempat strategis dan berpotensi mendatangkan income bagi pemilik hak sewa powerbank tersebut, yang dalam hal ini adalah saudara penanya.

Setiap awal bulan, perusahaan menjanjikan akan mentransfer sejumlah Rp 141.583 ke saldo mitra (penanya). Dalam hal ini, penulis belum mengetahui, darimana asal uang ini.

  1. Apakah nilai uang ini adalah cicilan pengembalian modal?
  2. Ataukah hasil dari sewa powerbank selama 1 bulannya?

Kedua pertanyaan tersebut berpengaruh terhadap:

  • Status Akad yang sebenarnya berlaku, dan
  • Status Hak Milik Barang

Baca juga: ViPlus dan Aplikasi Money Game berdalih Marketplace

Jenis Kontrak dan Status Hak Milik Barang

Kedua pertanyaan ini telah penulis mintakan konfirmasi ke perusahaan lewat penanya. Jawaban dari perusahaan menyatakan, bahwa nilai uang sebesar 141.583 rupiah yang dibayarkan oleh perusahaan kepada mitranya, adalah cicilan pengembalian modal, disebabkan nilai itu berasal dari 1.699.000 dibagi 12 bulan (1 periode kontrak). Alhasil, pertanyaan nomor 2 sudah tidak berlaku lagi.

Makna dari jawaban ini, bisa diartikan sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya modal sebesar 1.699.000 rupiah itu tidak dimaknai sebagai kontrak sewa powerbank NOOP oleh penanya kepada PT NOOP Mitra Bersama. Kontrak sebenarnya dari akad ini, adalah akad jual beli, yaitu penanya (mitra) membeli Powerbank NOOP dengan harga 1.699.000 rupiah dan selanjutnya perusahaan akan membelinya kembali dengan jalan mengangsur setiap bulannya ke penanya (pemilik) senilai 141.583 rupiah hingga akhir periode kontrak.
  2. Penanya (mitra) akan diminta menghibahkan barang (powerbank NOOP) yang sudah dibelinya kepada perusahaan (PT NOOP Mitra Bersama) di akhir periode kontrak itu selesai (12 bulan).

Kesimpulan dari permasalahan pertama ini, adalah bahwa kontrak yang berlaku saat penyerahan modal tersebut adalah akad jual beli. Dengan demikian, saat periode kontrak ini berlangsung, maka status hak milik barang (powerbank NOOP) adalah milik penanya (mitra).

Baca Juga: Akad Syirkah Mudlarabah yang terlarang dalam Islam

Permasalahan berkaitan dengan Status Akad Bagi Hasil

Berdasarkan nota klausul akad yang disampaikan penanya kepada penulis, selanjutnya pihak perusahaan menjanjikan akan memberikan bagi hasil penyewaan powerbank kepada mitra (penanya) setiap harinya dengan jumlah beragam. Jika tidak ada yang menyewa, maka perusahaan berjanji akan menyewa powerbank NOOP itu sendiri senilai 0,5 jam x Rp. 1.500 x 6 buah = 4.500 rupiah per harinya.

Itu artinya, apabila powerbank NOOP milik penanya – sebagaimana hasil tahqiq di atas – dalam satu bulannya sama sekali tidak ada yang menyewa, maka perusahaan akan memberikan uang sewa sendiri dengan kisaran nilai 4.500 rupiah x 30 hari = 13.500 rupiah per bulan dan berasal dari kas perusahaan itu sendiri. Dengan demikian pula, maka dalam satu tahun, nilai sewa yang pasti diterima oleh penanya adalah senilai 13.500 x 12 bulan = 162.000. Walhasil, total pengembalian modal dan pasti diterima oleh penanya adalah senilai 1.699.000 + 162.000 = 1.761.000 rupiah, dengan asumsi tidak ada yang menyewa selain perusahaan itu sendiri.

Baca Juga: Landasan hukum Harta Digital Fikih Muamalah

Permasalahan yang muncul di sini, adalah:

  1. Apakah tepat bila uang senilai 4.500 rupiah itu disebut sebagai nilai sewa oleh perusahaan?
  2. Apa akad yang berlaku antara perusahaan dengan mitra?

Jawaban dari pertanyaan ini, adalah bahwa uang tersebut sah berlaku sebagai nilai sewa powerbank NOOP milik mitra (penanya) oleh perusahaan. Alhasil, akad yang berlaku antara PT NOOP Mitra Bersama dengan Mitra (penanya), adalah akad ijarah.

Bagaimana bila ada Pengguna yang menyewa jasa Powerbank NOOP? Bagaimana sistem Bagi Hasilnya itu dilakukan antara Perusahaan NOOP dan Mitra?

Pertanyaan ini juga sudah penulis konfirmasikan ke perusahaan lewat penanya. Jawaban dari perusahaan adalah sebagai berikut:

  1. Ada 2 jenis paket mesin powerbank yang dipromosikan
  2. Harga sewa mesin tunggal yang terdiri dari hanya 1 powerbank, adalah 3000 rupiah per jam dengan rincian bagi hasil: a) pemilik toko yang dititipi menerima 1000 rupiah, b) perusahaan 500, dan c) mitra (penanya) senilai 1500 rupiah.
  3. Harga sewa paket mesin dengan 6 powerbank, adalah 3000 x 6 = 18.000 rupiah (dengan asumsi disewa seluruhnya). Alhasil, pihak toko menerima 6000 rupiah, perusahaan 3000 rupiah dan mitra menerima 9000 rupiah.

Baca juga: Analisa Keanehan Skema Bisnis Warung Cashback dot Com

Jika menilik dari jawaban ini dan mengacu pada pola relasi akad jual beli sebagaimana yang telah disampaikan di atas sebelumnya, maka pendapatan yang diperoleh masing-masing pihak (pemilik toko, perusahaan, dan mitra), seluruhnya bisa naik dan bisa turun. Dengan demikian, pendapatan itu tidak bersifat tetap (fixed) sehingga berlaku floating (mengambang) dan bergantung pada ada tidaknya pengguna. Ciri pendapatan mengambang, hanya bisa terjadi, jika akad yang berlaku adalah akad ju’alah, dengan rincian sebagai berikut:

  1. Pihak toko dan perusahaan bertindak selaku ‘amil
  2. Pihak mitra (penanya) bertindak selaku pemberi proyek (ja’il).

Kesimpulan Akad

Berdasarkan klausul akad yang telah disepakati dan ditandatangani oleh PT NOOP Mitra Bersama dengan Penanya (Mitra), juga telah disebutkan bahwa di akhir purna kontrak, mesin powerbank NOOP akan kembali menjadi milik PT NOOP Mitra bersama.

Alhasil, berdasarkan ciri khas tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa akad yang terjadi antara penanya dengan perusahaan PT NOOP Mitra Bersama, adalah akad ju’alah muntahiyah bi nihayati al-tamlik (JMBT) dan merupakan cabang dari akad Ijarah Muntahiyah binihayati al-tamlik.

Baca juga:

Karakteristik dari akad ini adalah:

  1. Status hak milik barang selama periode kontrak adalah milik mitra, dan bukan milik perusahaan
  2. Modal yang disetor diawal oleh mitra ke perusahaan, adalah harga beli paket powerbank 
  3. Pengoperasian barang dan tanggung jawab pemeliharaan barang yang dilakukan oleh perusahaan adalah berstatus sebagai akad ju’alah
  4. Cicilan sebesar 141.583 adalah berlaku sebagai angsuran beli kembali powerbank NOOP dari mitra oleh perusahaan
  5. Nilai uang 4.500 rupiah sebagaimana yang dijanjikan oleh perusahaan ke mitra, berlaku sah sebagai ju’lu karena nilai mengambangnya (bisa naik dan turun) sebab tergantung pada keberhasilan perusahaan dalam menempatkan powerbank di tempat yang potensial banyak penggunanya.
  6. Sejauh ini, akad ju’alah muntahiyah bi nihayati al-tamlik (JMBT) memang belum ada keluar fatwanya. Namun, menilik dari akad ju’alah adalah rumpun (furu’) dari akad ijarah, maka dalam hemat penulis, akad tersebut sah digunakan.
  7. Apabila ada hasil keputusan lain berkaitan dengan legalitas JMBT oleh lembaga berwenang yang menerbitkan Fatwa dan isi keputusannya bertolak belakang dengan hasil telaah ini, maka penulis menyarankan agar mengikuti keputusan lembaga Fatwa tersebut seiring legalitas dan otoritas kewenangan yang dimilikinya.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik
Skip to content