Tahqiq Mal Mustafad Yusuf Qaradhawy
Syeikh Yusuf Qaradhawy telah mendefinisikan bahwa maal mustafadz merupakan segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan, bisa dimiliki sebagai kepemilikan yang baru, dalam rupa apapun, dan dengan wasilah apapun asalkan penguasaannya sesuai dengan syara.
Definisi ini selanjutnya menjadi pangkal tolak dari tahqiq: apa saja yang bisa dikelompokkan sebagai mal mustafad.
Untuk melakukan tahqiq terhadap apa itu maal mustafad, selanjutnya Syeikh Yusuf Qaradhawy menghadirkan beberapa pendapat:
- Pendapat dari kalangan shahabah dan para ulama generasi tabi’in, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Muawiyah, Al-Shadiq, al-Baqir, al-Nashir dan Dawud, Sirah Khalifah Umar bin Abd Al-Aziz, al-Hasan, Al-Zurhri dan al-Auza’i
- Pendapat para ulama’ terdahulu yang terkodifikasikan, seperti Ibnu Hazm, al-Mughny li Ibn Qudamah, Nail al-Authar, Al-Raudl al-Nadlir dan Subulu al-Salam.
Obyek Tahqiq
- Pendapat ashl: zakat itu dikenakan pada unit pengembangan harta. Ada ashl ra’su al-maal yang dikembangkan. Perkembangannya itu menempati derajatnya ribhun. Unit ini aslinya masuk dalam kelompok zakat tijarah (dengan obyek hewan gembala atau tanaman manshush). Namun, oleh nash dimasukkan dalam bagian Zakat al-Masyiyah Al-Saimah dan zakat zuru’ atau zakat habbun. Cara penghitungannya adalah baik ashl ra’su al-maal maupun ribhun dikumpulkan menjadi satu. Nishabnya jelas secara manshush. Kalau zuru’, maka cara mengeluarkannya ditetapkan menurut irigasinya, 5% atau 10%. Menurut beliau, baik hewan maupun tanaman, itu semua pada dasarnya adalah mal mustafad. Jadi, zakat zuru’ maupun zakat masyiyah saimah, itu hakikatnya adalah zakat maal mustafad. Butuh adanya ketentuan haul
- Pendapat yang tengah digodog, adalah maal mustafad, namun tidak memiliki ashlun sehingga tidak bisa disebut juga sebagai pengembangan harta sebab ketiadaan ashlun yang bisa ditaqwim. Namun, maal mustafad ini benar-benar bisa mendatangkan income yang setara dengan ribhun. Misalnya: upah kerja, hibbah, ghullahnya modal, dll.



Ruang Perdebatan
Yang diperdebatkan dari maal mustafad kelompok kedua, adalah:
Pertama, Bagaimana menentukan awal haul dari maal mustafad ini?
- Apakah dimulai sejak awal tahun berjalannya profesi itu dijalankan sehingga mendatangkan income?
- Ataukah ketika sudah tercapai pendapatan sebesar 1 nishab dan tidak ada utang?
- Dan ataukah ketika telah mencapai lebih dari hajat ashliyyah individu pemiliknya?
Kedua, bagaimana menghitung nishabnya? Sebab tidak mungkin bisa mengumpulkan antara ashlun dan ribhun sebagaimana pada zakat al-masyiyah al-saimah dan zakat zuru’ atau zakat tijarah.
Tanggapan dari Syeikh Yusuf Qaradhawy:
- Perlu dilakukan telaah terhadap awal disyaratkannya haul
- Perlu dilakukan telaah terhadap maksud disyaratkannya nishab
Kritik Syarat Haul pada Zakat
- Para ulama menetapkan syarat haul berdasar nash hadits yang berasal dari 4 jalur shahabah, yaitu ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Anas, dan Aisyah radliyallahu ‘anhum. Semua hadits ini diidentifikasi sebagai dla’if oleh Syeikh Yusuf Qaradhawy
- Karena hadits haul itu dianggap sebagai dlaif, maka Syeikh Yusuf Qaradlawy menyatakannya sebagai tidak bisa dijadikan hujjah / dalil istinbath hukum



Sebagai catatan:
Syeikh Yusuf Qaradhawy memakai standar kritik hadits yang berbeda dari para ulama’ al-madzahib al-arba’ah. Itu sebabnya, berangkat dari sini, pendapat Syeikh Yusuf Qaradhawy dipandang sebagai Syadz
Konsultasi Bisnis
Konsultasikan Plan Bisnis anda ke eL-Samsi Group Consulting & Planning. Pastikan bahwa plan bisnis anda sudah bergerak di atas rel dan ketentuan syara’! Awal perencanaan yang benar meniscayakan pendapatan yang halal dan berkah! Hubungi CP 082330698449, atau ke email: elsamsi2021@gmail.com! Negosiasikan dengan tim kami! Kami siap membantu anda melakukan telaah terhadap plan bisnis anda dan pendampingan sehingga sah dan sesuai dengan sistem bisnis syariah.
Muhammad Syamsudin
eL-Samsi Group Consulting & Planning bisnis berorientasi Bisnis Syariah. Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.