Menurut terminologinya, trading bermakna perdagangan / niaga. Di dalam fikih, akad ini dikenal dengan istilah akad tijarah, yang ditandai oleh adanya usaha taqlibu al-maal (membolak-balikkan harta) yang disertai dengan niat awal mencari “keuntungan” lewat perdagangan komoditas niaga (urudl al-tijarah) yang terjadi akibat “perbedaan” (difference) harga antara saat beli dan saat jual. Bagi tujjar (trader) yang melakukan akad tijarah ini, memiliki kewajiban syara’, yaitu mengeluarkan zakat urudl al-tijarah, apabila praktiknya sudah mencapai haul.
Sebagaimana telah disampaikan terdahulu, bahwa dalam trading forex, obyek komoditas yang diakadi (ma’qud ‘alaih) adalah valuta asing (valas). Berangkat dari hal ini, maka akad yang berlaku adalah akad sharf dengan uang ditempatkan dalam maqamnya komoditas emas (naqdun).
Karakteristik Valuta
Mata uang (valuta), merupakan medium of exchange (media pertukaran). Di lingkungan fuqaha’, istilah ini sering dikenal sebagai wasilat al-tabadduliyah. Meminjam bahasa yang disampaikan oleh Imamuna al-Ghazaly, valuta diciptakan dengan peran sebagai cermin harga dari suatu barang. Ia diciptakan tidak untuk “nilai intrinsik” (nilai bahannya), melainkan sebagai wasilah pertukaran dan sekaligus sebagai penyimpan kekayaan.
Memperdagangkan valuta untuk kepentingan “nilai intrinsik”-nya, adalah sebuah kezaliman. (Baca: Uang dalam Kacamata Syariat – El-Samsi)
وكل من عامل معاملة الربا على الدرهم والدنانير فقد كفر النعمة وظلم لأنهما خلقا لغيرهما لالنفسهما إذ لاغرض في عينهما فإذا اتجر في عينهما فقد اتخذهما مقصودا على خلاف وضع الحكمة إذ طلب النقود لغير ما وضع له ظلم وكموقع المرآة من الألوان فأما من معه نقد فلو جاز له أن يبيعه بالنقد فيتخذ التعامل على النقد غاية عمله فيبقى النقد مقيدا عنده وينزل منزلة المكنوز
“Setiap orang yang menjalankan muamalah riba pada dinar dan dirham, maka sesungguhnya ia telah kufur nikmat dan zalim. Sebab, kedua valuta tersebut diciptakan untuk pertukaran dengan barang selainnya, dan bukan karena unsur intrinsiknya. Karena tujuan dasar penciptaan adalah bukan pada fisik bahan valuta, maka apabila ada pihak yang memperdagangkan keduanya karena tujuan nilaii bahannya, maka tindakan itu merupakan yang di luar maksud utama hikmah diciptakan valuta. Memaksa nuqud (valuta) pada posisi yang bukan seharusnya adalah sebuah kezaliman.” [Al-Ghazali, Ihyâ Ulûm al-Dîn, Juz 4, Beirut: Dâr al-Fikr, tt.: 94]
Karena sebuah valuta tidak bisa ditempatkan sebagai “komoditas” seiring adanya pertimbangan terhadap hikmah diciptakannya valas tersebut adalah sebagai “medium of exchange,” maka secara fikih, akad pertukaran valuta adalah berlaku mengikuti ketentuan akad sharf.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa trading forex adalah mengikuti akad sharf. Akad ini dipandang sebagai berbeda dengan akad bai’ (jual beli). Meskipun pada dasarnya sharf adalah bagian dari cabang (furu’) dari akad bai’ itu sendiri, sebagaimana ijarah (sewa jasa).
Muhammad Syamsudin
Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jatim