Sebagaimana telah disampaikan di kesempatan beberapa waktu yang lalu bahwa jual beli bai’ amanah dibagi menjadi tiga, yaitu jual beli murabahah (berbagi keuntungan), bai’ tauliyah (harga kulak sama dengan harga jual) dan bai wadli’ah (harga kulak sedikit lebih rendah dari harga jual).
Baca: Jual Beli Muthlaq, Barter, Lelang dan Sharf
Sebenarnya masih ada satu lagi yang masuk kategori bai amanah, yaitu jual beli paruh harga, yang biasa dikenal dengan istilah bai’ isyrak. Menurut terma dari Syeikh Wahbah al-Zuhaily, jual beli ini pada dasarnya masuk kategori bai’ tauliyah.
Namun, jika direnungkan lebih dalam lagi, akad jual beli ini juga menyerupai bai’ wadli’ah disebabkan unsur potongan harganya. Dalam wilayah terapannya, bai isyrak ini layak bila disematkan pada jual beli barang seken (tangan kedua). Karena barang sudah dimanfaatkan sekian lama, akhirnya harganya jatuh tinggal separuhnya.
Masalahnya, di negeri kita, barang seken tidak selalu dijual dengan separuh harga. Terkadang, barang seken hanya diturunkan sedikit saja dari harga belinya.
Yang menjadi pertanyaan masyarakat, adalah: apa sih syarat berlakunya transaksi murabahah itu? Apa batasannya?
Baca juga:
Syarat dan Rukun Jual Beli
Obyek Barang yang bisa dijualbelikan dalam Islam
Jual Beli Kontan, Tempo, Kredit dan salam
Syarat Terjadinya Bai Murabahah
Meskipun pada dasarnya semua jual beli adalah dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan (ribhun) yang menjadi dasar dari bai’ murabahah, namun tidak semua jual beli dengan keuntungan tersebut bisa disebut murabahah.
Semua itu adalah bermula karena ushul (landasan) dari bai’ murabahah, adalah seluruhnya berangkat dari akad amanah. Alhasil, menghianati transaksi murabahah, maka pelakunya bisa dikenai pasal khianat. Khianat adalah salah satu ciri dari kemunafikan, sehingga merupakan dosa besar.
Agar terhindar dari terkena pasal khianat ini, maka para fuqaha kemudian merumuskan beberapa syarat bagi terjadinya transaksi murabahah, antara lain sebagai berikut:
Baca Juga:
Cara mengambil Keuntungan Niaga (Murabahah) dalam Islam
Pertama, harga kulak barang harus ma’lum bagi calon pembeli
Salah satu syarat bagi terjadinya bai’ murabahah, adalah harga kulak barang harus ma’lum bagi calon pembeli.
يشترط أن يكون الثمن الأول معلوماً للمشتري الثاني، لأن العلم بالثمن شرط في صحة البيوع. وهذا الشرط يشمل جميع أخوات المرابحة من التولية والإشراك والوضيعة؛ لأنها تعتمد كلها على أساس الثمن الأول أي رأس المال، فإذا لم يعلم الثمن الأول فالبيع فاسد إلى أن يعلم في المجلس، فلو لم يعلم حتى افترق العاقدان عن المجلس، بطل العقد لتقرر الفساد
“Disyaratkan jika harga kulak barang diketahui oleh calon pembeli, sebab itu merupakan syarat sahnya transaksi murabahah. Syarat ini juga mencakup seluruh elemen transaksi murabahah, antara lain bai’ tauliyah, isyrak dan wadli’ah. Semua ini adalah karena seluruh transaksi murabahah adalah memiliki landasan pada harga kulak itu, yakni ra’su al-mal. Sehingga, apabila harga kulak itu tidak diketahui sejak awal transaksi, maka transaksi tersebut menjadi fasid sampai kemudian dibertahukan di majelis akad. Namun, bila sampai majelis akad itu terjadi lalu kedua pihak yang bertransaksi itu berpisah dengan disertai ketidaktahuan pembeli akan harga awal, maka akad murabahah ini menjadi batal sebab istiqrarnya sumber fasadnya akad.” (al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu)
Kedua, Keuntungan yang akan diperoleh penjual, diberitahukan terlebih dulu kepada Penjual
Keuntungan yang akan diberikan oleh penjual, bersifat sudah diberitahukan oleh pihak pembeli. Pemberitahuan ini merupakan syarat sahnya transaksi murabahah. Ketiadaan pemberitahuan, menyebabkan transaksi tersebut menjadi fasad dan batal.
ينبغي أن يكون الربح معلوماً، لأنه بعض الثمن، والعلم بالثمن شرط في صحة البيوع
“Sepatutnya keuntungan itu diberitahukan, sebab untung merupakan bagian dari harga. Mengetahui harga adalah merupakan syarat sah dari transaksi murabahah.”(al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu)
Ketiga, Harga Kulak harus dinyatakan dalam bentuk Nominalnya (mitsliyat)
Syarat sah bagi terjadinya transaksi murabahah adalah harga kulak barang dari tangan pertama, harus bisa dinyatakan nominalnya. Jika barang itu dinyatakan dengan satuan uang, maka besaran uangnya harus diitegaskan. Jika dinyatakan dalam bentuk takaran, maka takaran pasnya harus ditegaskan. Demikian pula bila barang itu dinyatakan dalam bentuk timbangan, jumlah, dan lain sebagainya. Pernyataan secara tegas nominalnya harga barang dari tangan pertama ini, dikenal dengan istilah mitsliyat (harga bandrol pertama). (al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu)
Berangkat dari syarat ketiga ini, maka kondisi barang yang dijualbelikan secara murabahah, memungkinkan ada dalam beberapa situasi, yaitu:
Baca Juga: Jual Beli Muthlaq, Barter, Lelang dan Sharf – El-Samsi (elsamsi.my.id)
Pertama, Adakalanya barang, dibeli dari orang pertama yang mendapatkan barang tersebut atau bisa juga dari tangan orang lain namun diketahui harga dasar pertamanya. Jika barang berasal dari tangan pertama seperti ini, atau tangan kedua, namun harga beli pertamanya barang sudah diketahui, maka secara tegas barang tersebut bisa ditransaksikan dengan jalan murabahah.
Misalnya, Pak Anton membeli mobil dari Pak Ahmad. Dulu Pak Ahmad membeli mobil tersebut dari dealer dengan harga 100 juta. Selang beberapa waktu, mobil itu hendak dijual ke Pak Anton dan ia sudah ma’lum dengan harga awal barang. Ketika kondisi meliputi hal semacam ini, maka transaksi pembelian mobil antara Pak Ahmad dan Pak Anton adalah disebut murabahah.
Kedua, Adakalanya barang dibeli dari tangan kedua atau tangan ketiga. Namun, tidak diketahui riwayat awal harga barang tersebut dibeli dan berpindah tanagn. Dalam kondisi semaacam ini, maka transaksi penjualan barang ke pihak lain tidak bisa disebut transaksi murabahah disebabkan ketidaktahuan (jahalah) terhadap harga beli barang, pertama kalinya. Ciri khasnya, orang akan menaksir harganya (taqwim al-urudl) secara berbeda-beda. Perbedaan ini menandakan bahwa transaksi yang berlaku adalah bukan transaksi murabahah.
Ketiga, Syarat dari barang yang ditransaksikan secara murabahah, adalah tidak terdiri dari obyek barang ribawi, yang dihargai dengan barang ribawi sejenis.
Ingat bahwa yang dinamakan dengan murabahah adalah transaksii jual beli dengan harga patokan terdiri dari harga awal, dengan ditambah tambahan yang disepakati antara penjual dan pembeli. Pembelian barang ribawi sejenis dengan pola transaksi semacam ini, adalah termasuk riba al-fadhli atau bisa juga termasuk riba nasiah seiring barang itu sudah ada di tangan penjual selama beberapa waktu. Hal yang sama juga berlaku bila transaksinya dilakukan dengan bai’ wadli’ah. Namun, tidak bila ditransaksikan dengan bai isyrak, atau bai’ tauliyah sebab terpenuhi illat tamatsul (matsalan bi matsalin). Fafham!
Demikianlah rincian dari transaksi murabahah. Alhasil, transaksi murabahah adalah transaksi dengan patokan harga beli awal ditambah dengan keuntungan, atau harga beli awal dikurangi dengan keuntungan untuk pembeli. Barang ribawi sejenis, tidak bisa ditransaksikan dengan bai’ murabahah. Mentransaksikannya secara murabahah dapat menjatuhkan seseorang pada riba al-fadhli atau bahkan riba nasiah. Wallahu a’lam bi al-shawab
Baca Juga:
Jenis-Jenis Barang Yang Bisa Dijualbelikan – El-Samsi (elsamsi.my.id)
Jual Beli Kontan, Kredit, Tempo dan Salam – El-Samsi (elsamsi.my.id)