Ada banyak ragam utang produksi bagi sebuah perusahaan. Utang ini kadang dikelompokkan sebagai utang jangka pendek dan utang jangka panjang.
Utang jangka panjang sering diartikan sebagai kewajiban (liabilitas) perusahaan yang ditunaikan selama durasi waktu yang lama. Durasi ini bisa 5 tahun, bahkan 20 tahun. Semuanya tergantung pada kesepakatan.
Manfaat dari utang bagi perusahaan mencakup banyak hal. Adakalanya utang dipakai untuk membeli alat, pembayaran upah karyawan, proses pemasaran, operasional, sampai proses produksi serta pengembangan aset.
Nah, dari kesekian utang produksi itu, manakah yang masuk dalam bagian menambah modal (ra’su al-maal) harta produksi, dan mana yang tidak?
Itulah bagian penting yang perlu dijadikan pokok bahasan. Mengapa? Sebab, tidak semua utang bisa dihitung sebagai bagian dari harta tijarah. Kita bisa mengelompokkannya sebagai 2, yaitu:
- Utang yang wajib dizakati
- Utangg yang tidak wajib dizakati
Namun, sebelum menguraikan status masing-masing harta utang tersebut, penting kiranya disampaikan pengertian dari tijarah (niaga) itu sendiri sehingga mudah bagi kita untuk menempatkan status utang berdasar kriteria dari tijarah itu tersebut.
Pengertian Tijarah (Niaga)
Para ulama bersepakat bahwa yang dimaksud dengan tijarah, adalah:
التِّجارَةَ هِيَ تَقْلِيبُ العُرُوضِ بِقَصْدِ الإْرْباحِ،
“Niaga adalah suatu upaya memutar komoditas modal demi mendapatkan profit.”
Syeikh Zakaria al-Anshary di dalam sebuah kitabnya menyampaikan bahwa tijarah adalah:
التجارة هي التصرُّف في المال لقصد الربح
“Tijarah adalah suatu upaya pembelanjaan harta untuk niat mencari keuntungan.”
Definisi pertama menggunakan istilah urudl (komoditas niaga). Sementara definisi kedua, menggunakan istilah al-maal (harta).
Komoditas niaga (urudl al-tijarah) sendiri sering didefinisikan sebagai berikut:
عروض التجارة: هي كل ما أعد للبيع والشراء لأجل الربح.
“Urudl adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk dijualbelikan guna mendapatkan keuntungan.”
Ada juga definisi lain, bahwa urudl, adalah:
عروض التجارة هي كل ما أعد للبيع والشراء بقصد الربح من الأموال، والأراضي، والأطعمة، والحيوانات، والآلات، والسيارات، والمعادن، والملابس، والمباني وغيرها من الأشياء كالأسهم.
“Urudl adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk dijualbelikan guna mendapatkan keuntungan, yang terdiri atas harta, tanah, bahan makanan, hayawan, sarana prasarana, mobil, bahan tambang, tekstil, propertii, dan sejenisnya, termasuk di dalamnya adalah saham.”
Alhasil, maksud utama dari urudl al-tijarah yang menjadi obyek niaga, adalah segala sesuatu yang masuk kategori harta, dan tidak berupa uang. Urudl ada untuk diputar atau dikelola melalui praktik jual atau beli demi mendapatkan keuntuungan usaha (tijarah), yang mana keuntungan itu terdiri atas uang.
Kriteria Komoditas Niaga (urudl al-tijarah)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan urudl, adalah
- Terdiri dari barang selain uang
- Sejak awal dibeli dengan niiat untuk diniagakan kembali
- Diputar untuk mendapatkan profit
Apabila ada suatu komoditas yang dibeli, namun tidak disertai dengan niat untuk dijual kembali guna mendapatkan profit perniagaan, maka komoditas tersebut tidak disebut sebagai urudl, melain qinyah.
Suatu qinyah hanya berhak dipungut zakat apabila ia terdiri dari emas atau perak murni dan disimpan (kanzin) selama 1 tahun, serta telah mencapai nishab emas atau perak.
Obyek Zakat Tijarah
Tidak diragukan lagi bahwa yang dikenai hukum wajib zakat tijarah adalah urudl al-tijarah (komoditas niaganya). Alhasil, urudl ini terdiri dari barang yang dibeli dengan modal tijarah (ra’su al-maal) dengan niat untuk diputar kembali dalam suatu skema perniagaan (holding) guna mendapatkan keuntungan.
Utang yang wajib dizakati
Mencermati akan definisi dan batasan zakat tijarah di atas, maka utang yang masuk dalam ranah wajib dizakati adalah utang produksi yang bisa menambah urudl al-tijarah.
Adapun utang-utang yang lain yang tdak bisa menambah urudl, maka tidak masuk dalam bagian yang wajib dizakati. Alhasil, utang jenis terakhir, tidak dimasukkan ke dalam bagian akuntansi niaga, melaiinkan ke pembukuan perubahan aset niaga (alat al-taqlib).
Muhammad Syamsudin (Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa TImur