el-samsi-logo
Edit Content
elsamsi log

Media ini dihidupi oleh jaringan peneliti dan pemerhati kajian ekonomi syariah serta para santri pegiat Bahtsul Masail dan Komunitas Kajian Fikih Terapan (KFT)

Anda Ingin Donasi ?

BRI – 7415-010-0539-9535 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Komunitas eL-Samsi : Sharia’s Transaction Watch

Bank Jatim: 0362227321 [SAMSUDIN]
– Peruntukan Donasi untuk Pengembangan “Perpustakaan Santri Mahasiswa” Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri – P. Bawean, Sangkapura, Kabupaten Gresik, 61181

Hubungi Kami :

Img 20230815 Wa0003

Latar Belakang Masalah

Untuk menyelenggarakan suatu acara atau kegiatan tertentu, terkadang pihak panitia mengadakan sebuah kupon hadiah. Kemudian kupon tersebut dijualbelikan kepada pihak peserta. Misalnya, harga per kupon adalah Rp. 3.000. Adapun acaranya, terkadang hanya berupa praktik jalan sehat, dan semua peserta pemegang kupon berhak atas kesempatan mendapatkan hadiah melalui pengundian.  

Hal yang sama, juga terjadi di sejumlah platform tertentu atau program gifts (hadiah) yang disampaikan lewat program undian oleh sejumlah perusahaan. Suatu misal, pembelian voucher lewat harta poin telkomsel atau indosat yang pemenangnya juga disampaikan lewat program undian. Nah, apakah kedua akad ini termasuk yang dibolehkan oleh syara’? 

Berdasarkan hasil kajian peneliti dalam kesempatan ini, bahwa program-program semacam, pada dasarnya mengandung unsur perjudian (qimar) disebabkan 4 hal, yaitu:

  1. Ada tindakan spekulatif untuk mendapatkan hadiah
  2. Ada harta yang sah kedudukannya dipandang sebagai harta dan diserahkan kepada pihak penyelenggara dengan alasan pembelian voucher hadiah
  3. Harta yang terkumpul dari biaya pembelian voucher  atau kupon, dijadikan sebagai hadiah
  4. Tidak ada kegiatan yang bisa masuk dalam kategori ijarah (jasa), jualah (sayembara), musabaqah (perlombaan) atau munadlalah (adu keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’. 

Secara tegas, bahwa praktik semacam ini adalah termasuk tindakan yang dilarang oleh syariat, sebab termasuk akad muqamarah (perjudian). Bagaimana bisa? Simak penjelasannya! 

Jual Beli Kupon Hadiah

Kupon hadiah, merupakan harta yang tidak berjamin aset. Andaikata ada aset, namun jika kepemilikan aset itu masih harus melalui mekanisme pengundian (qar’ah), maka sifat kepemilikan aset tersebut, merupakan kepemilikan yang tidak pasti (gharar). 

Menjualbelikan kepemilikan yang tidak pasti, adalah sama dengan jual beli barang yang tidak pasti pula (gharar), sehingga tidak bisa dijamin pengadaannya. Jadi, sifat adanya barang menempati kedudukan antara barang ma’dum (fiktif) dengan barang yang bisa bisa disifati. 

Karena ketidakpastian itu, maka jual beli kupon semacam, cenderung syarat kepada timbulnya unsur kecurangan (ghabn), sebab salah satu pihak yang telah menyerahkan harga dapat berlaku sebagai yang yughram (dirugikan) sebab hartanya terambil. Dan ini adalah salah satu ciri utama dari perjudian (qimar). 

Undian Poin Voucher

Hal yang sama dengan kupon di atas, sering terjadi pada pola pengundian poin voucher. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa poin voucher ini  sering kita dapati pada beberapa produk yang berkaitan dengan teknologi digital. 

Ambil contoh misalnya, anda memiliki kebiasaan melakukan pengisian  pulsa lewat Telkomsel atau Indosat. Berdasar kebiasaan pengisian itu, pihak Telkomsel  atau Indosat mengidentifikasi setiap transaksi pengisian anda, dengan memberikan poin setiap bulannya sebesar  1 poin untuk pengisian di bawah 10 ribu sampai dengan 100 ribu per bulan, dan 2 poin untuk kelas pengisian di kisaran 100-300 ribu, dan 4 poin di kisaran 300 – 999.999 rupiah. 

Berbagai poin ini bisa ditukar dengan tiket menonton konser, atau berbelanja merchandise pada sejumlah outlet tertentu. Karena sifatnya yang  bisa ditukar dengan harta, maka poin semacam ini, secara tidak langsung menduduki posisi sebagai harta manfaat disebabkan posisinya yang bisa dirupiahkan. Tegasnya, adalah bahwa poin itu merupakan mal manfaat maushuf fi al-dzimmah (harta manfaat yang sifatnya bisa diketahui berdasarkan karakeristiknya). Bisa juga, poin itu disebut sebagai mal duyun (harta utang), yaitu utangnya pihak perusahaan kepada pemegangnya.  

Jika poin ini diserahkan dalam suatu program untuk membeli voucher undian, maka secara tidak langsung pula, sama artinya dengan menyerahkan harta dalam sebuah program undian judi (qimar), tanpa adanya unsur kerja, sayembara, atau program sibaqah (perlombaan) atau munadlalah (keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’. 

Alhasil, menyerahkan  poin untuk membeli voucher undian semacam ini, adalah sama kedudukannya dengan ikut serta dalam program judi modern. 

Apakah ada solusi mengatasinya?

Pada dasarnya, semua praktik muamalah pada dasarnya adalah ibahah (boleh) manakala tidak  ditemui adanya illat keharaman. Hal yang menyebabkan keharaman dari praktik jual beli kupon dan voucher, sudah disampaikan di atas, yaitu ada 4 hal. 

Dari keempat hal itu, yang paling penting untuk mendapatkan perhatian adalah wajib adanya 4 kriteria yang benar dalam pemberian hadiah (iwadl/bonus/hadiah). Selagi tidak ada 4 kegiatan itu, maka terpenuhi unsur spekulatif judinya. 

Musabaqah (Adu Cepat) dan Munadhalah (Adu Keterampilan)

Musabaqah merupakan istilah dalam perlombaan. Tiga kriteria perlombaan yang dibenarkan dalam syariat, yaitu olahraga renang, pacuan kuda dan memanah. Boleh bila ketiga perlombaan ini diqiyaskan dengan perlombaan di era modern sekarang ini, misalnya: pacuan kuda dengan balap motor atau mobil, lari maraton, lari cepat, balap sepeda, dan lain-lain . Illat kesamaannya, ada pada adu cepat (sibaq). 

Adapun munadhalah merupakan ajang adu keterampilan dan ketangkasan. Keterampilan ini merupakan furu’ (cabang) dari lomba memanah dan renang. Contoh olahraga yang menjadi cabang dari memanah adalah sepakbola, badminton, dan sejenisnya. Keduanya memiliki illat kesamaan berupa keterampilan dengan olahraga renang, dan ketangkasan serta ketepatan dengan olahraga memanah. 

Sudah barang tentu kriteria perlombaan itu harus jelas, dan peserta lomba dapat mengikutinya berbekal keterampilan dan ketangkasan yang dia miliki. 

Bagaimana dengan jalan santai dan Undian Poin Voucer berhadiah?

Jalan santai tidak memuat adanya unsur adu cepat, keterampilan dan ketangkasan. Alhasil, tidak masuk rumpun perlombaan. Apabila di dalam jalan santai terdapat pembagian hadiah yang diperoleh lewat undian kupon, maka sifat undian ini bisa masuk kategori judi, bilamana hadiah yang diberikan, berasal dari uangnya penonton yang diperoleh lewat jual  beli kupon atau penyerahan poin. Akad jual beli kupon itu dipandang sebagai akad yang tidak sah, sebab kupon sendiri adalah barang fiktif (tak berjamin aset). Harta sebenarnya dari kupon itu adalah undian untuk memperoleh hadiah, sehingga merupakan barang spekulatif yang memenuhi unsur judi.

Sebagai langkah solutif untuk mengatasi illat larangan praktik judi ini, maka diperlukan langkah lain untuk menengahinya, yaitu:

  1. Hadiah yang disajikan, hendaknya bukan dari jual beli kupon, melainkan harus dari pihak lain selaku pemberi sponsor. 
  2. Ada salah satu peserta jalan sehat atau poin undian voucer yang tidak dipungut biaya, namun memiliki peluang mendapatkan hadiah. Dengan adanya pihak yang tidak dipungut biaya pembelian kupon namun berhak mendapatkan hadiah ini, menjadikan uang dari hasil penjualan kupon  tidak berlaku sebagai uang serahan untuk judi, melainkan sebagai iuran sukarela (tabarru’) untuk menyelenggarakan suatu even bersama dalam rangka membina hubungan baik antar sesama anggota masyarakat. Di sini hal itu perlu difahami. 

Kesimpulan

Alhasil, jual beli kupon atau poin voucer untuk suatu even kegiatan, hukum asalnya adalah haram sebab (a) memenuhi unsur perjudian dan (b) even itu tidak memenuhi kategori musabaqah dan munadhalah

Akan tetapi, keduanya bisa menjadi halal, manakala disertai dengan adanya pihak yang tidak dipungut biaya, namun memiliki kesempatan untuk diundi sehingga berhak pula atas hadiah undian. Bisa juga  diberlakukan, bahwa hadiah yang diundi adalah murni dari pihak pemberi sponsor. Apabila uang hadiah itu berasal sepenuhnya dari hasil jual beli kupon atau poin voucer, tanpa adanya pihak yang tidak dipungut biaya, maka tak diragukan lagi, bahwa even itu berubah menjadi even perjudian,  sehingga hadiahnya menjadi haram.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Rujukan

الميسير والقمار ص : 168
المبيع فيه غرر وجهالة ذلك لان الهدية لها قيمة (ثمن) أي تؤثر في ثمن السلعة فلو علم الزبون بوجود الهدية في السلعة المشترة 10 ريالات مثلا أما إذا علم بعدمها فلا يدفع إلا 8 ريالات فإذن هذه الصورة فيها تغرير بالمشتري أن الباعة الذين يلجؤون إلى هذه الصورة يرفعون أثمان سلعتهم بحيث تأتى زيادة الثمن على الأقل قيمة الهدايا الموزعة وبهذا فإن قيمة الهدايا يمولها البائع من مجموع الزبائن فيكون رابحا أما الزبائن فبعضهم رابح وبعضهم خاسر تؤدى هذه الصورة إلى الإسراف في استهلاك السلع بشد اهتمام ربات البيوت والأطفال وأغرائهم بالجوائز تؤدى هذه الصورة إلى زرع الضغائن والأحقاد فيقلون الخاسرين وهم الجمهور في كل مرة وهم الجميع على مستوى المرات كلها فالزبائن بعضهم (وهم القلة) غانمون وبعضهم (وهم الكثرة) غارمون والغانم مجهول والغارم مجهول اهـ

ﺗﺤﻔﺔ اﻟﻤﺤﺘﺎﺝ اﻟﺠﺰء 4 ﺻ: 238
ﻭﻻ ﻳﺒﻴﻊ ﺃﺣﺪ اﻟﺤﻨﻄﺔ اﻭ اﻟﺰﺑﻴﺐ ﻭﻧﺤﻮ ﻋﺸﺮﻳﻦ ﺣﺒﺔ ﻓﺮﺩﻝ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻘﺎﺑﻞ ﺑﻤﺎﻝ ﻋﺮﻓﺎ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ اﻹﺧﺘﻴﺎﺭ ﻹﻧﺘﻔﺎﻉ اﻟﻨﻔﻊ ﺑﺬﻟﻚ ﺑﻘﻠﺘﻪ.

ﻧﻬﺎﻳﺔ اﻟﻤﺤﺘﺎﺝ اﻟﺠﺰء 3 ﺻ: 395
اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻣﻦ ﺷﺮﻭﻁ اﻟﺒﻴﻊ (اﻟﻨﻔﻊ) ﺑﻪ ﺷﺮﻉ ﻭﻟﻮ ﻣﺂﻻ (ﻗﻮﻟﻪ اﻟﺜﺎﻧﻲ اﻟﻨﻔﻊ) اﻱ ﺑﻤﺎ ﻭﻗﻊ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺸﺮاء ﻓﻲ ﺣﺪ ﺫاﺗﻪ ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺑﻴﻊ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ ﺑﻤﺠﺮﺩﻩ ﻭﺇﻥ ﺗﺄﺗﻲ ﺑﻪ اﻟﻨﻔﻊ ﺑﻪ ﺑﻀﻤﻪ اﻟﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻛﻤﺎ ﺳﻴﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﻧﺤﻮ ﺣﺒﺘﻲ ﺣﻨﻄﺔ اﻩـ.

ﻣﻊ اﻟﻨﺎﺱ ﻣﺸﻮﺭاﺕ ﻭﻓﺘﺎﻭﻯ اﻟﺠﺰء 2 ﺻ: 48-49
ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻣﺎ ﺳﻤﻲ(ﺑﺈﻣﺎﺭﺕ ﻛﻮﻝ) ﻭﻫﻮ اﻥ ﻳﺘﺼﻞ اﻟﺸﺨﺺ اﻟﻰ ﺭﻗﻢ ﻣﺎ، ﻭﻳﻜﻮﻥ اﻟﺴﻔﺮ اﻟﺪﻗﻴﻘﺔ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﺮﻗﻢ ﻣﻀﺎﻏﻔﺎ، ﻓﺈﺫا ﺩﺧﻠﺖ اﻟﻰ اﻟﺮﻗﻢ ﺳﺌﻠﺖ ﺑﻌﺾ اﻹﺳﺌﻠﺔ اﻟﺒﺴﻴﻄﺔ ﻭاﻟﺴﻬﻠﺔ، ﻓﺈﺫا ﺃﺟﺒﺖ ﺇﺟﺎﺑﺔ ﺻﺤﻴﺤﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻚ اﻟﻔﺮﺻﺔ اﻟﻤﺪﺧﻮﻝ ﻓﻲ اﻟﻘﺮﻋﺔ ، ﻭﻳﻤﻜﻦ اﻥ ﺗﺮﺑﺢ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﻘﺮﻋﺔ ﻣﻼﺑﻴﻦ اﻟﺪﻭﻻﺭاﺕ ﻣﻊ اﻟﻌﻠﻢ اﻥ ﺷﺮﻛﺔ (اﻣﺎﺭﺕ ﻛﻮﻝ) ﻣﺴﺘﻔﻴﺪﺓ ﻣﻦ اﻹﻋﺪاﺩ اﻟﻜﺒﻴﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﻤﺘﺼﻠﻴﻦ ﻭﺑﺄﺳﻌﺎﺭ اﻟﻤﻜﺎﻟﻤﺎﺕ ﻛﺄﻧﻬﺎ ﺩﻭﻟﺔ، ﻓﻤﺎ ﻫﻮ اﻟﺤﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﻫﻞ ﻫﻮ اﻟﻤﻴﺴﺮ ﺃﻡ ﻣﻦ اﻟﻤﺒﺎﺣﺎﺕ ؟
اﻟﻘﺎﻋﺪﺓ اﻟﺘﻲ ﺗﺤﺪﺩ ﻣﻌﻨﻰ اﻟﻤﻴﺴﺮ، ﺗﺘﻠﺨﺺ ﻓﻲ اﻥ ﻛﻞ ﻣﺎﻝ ﻳﺪﻓﻌﻪ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﻘﺎﺑﻞ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻳﺤﺘﻤﻞ اﻥ ﻳﺤﺼﻞ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻬﻮ ﺩاﺧﻞ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﻰ اﻟﻤﻴﺴﺮ، ﻭاﻟﻤﻴﺴﺮ ﻣﺤﺮﻡ ﺑﻨﺺ اﻟﻘﺮﺁﻥ. ﻭﻫﺬا اﻟﺬﻱ ﺗﺴﺌﻠﻨﻲ ﻋﻨﻪ ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﻘﺒﻴﻞ، ﻳﺪﻓﻊ اﻟﺸﺨﺺ ﻣﺎ ﻳﺪﻓﻌﻪ ﻣﻦ اﻟﺪﺭاﻫﻢ ، ﻣﺘﺄﻣﻼ اﻥ ﻳﺠﻴﺐ اﻹﺟﺎﺑﺔ ………………. ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻟﻪ ﻧﺼﻴﺐ ﻣﻦ ﺃﺭﺑﺎﺣﻬﺎ، ﻭﻗﺪ ﻳﻨﺎﻝ ﻣﺎ ﻳﺘﺄﻣﻠﻪ ﻭﻗﺪ ﻻ ﻳﻨﺎﻟﻪ. ﻟﻜﻦ اﻟﻜﻞ ﻳﺪﻓﻌﻮﻥ اﻟﺪﺭاﻫﻢ اﻟﺘﻲ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ ﺩﻓﻌﻬﺎ.

ﻳﺴﺄﻟﻮﻧﻚ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻭاﻟﺤﻴﺎﺓ اﻟﺠﺰء 5 ﺻ: 151
اﻟﺴﺆاﻝ : ﻣﺎ ﺣﻜﻢ اﻟﻴﺎﻧﺼﻴﺐ ﺑﺠﻤﻴﻊ اﻧﻮاﻋﻪ ؟
اﻟﺠﻮاﺏ : اﻟﻴﺎﻧﺼﻴﺐ اﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺑﺠﻤﻴﻊ اﻧﻮاﻋﻪ ﻧﻮﻉ ﻣﻦ اﻟﻘﻤﺎﺭ ﻻ ﻳﺒﻴﺤﻪ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭﻻ ﻳﺮﺿﻰ ﻋﻨﻪ، ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺟﻬﺎﻟﺔ ﻭﻏﺮﺭ، ﻭﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﺎﻷﻭﻫﺎﻡ ﻭاﻷﺣﻼﻡ، ﻭاﻷﻣﺎﻧﻲ اﻟﻜﺎﺫﺑﺔ، ﻭﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺗﺤﺮﻳﺺ ﻋﻠﻰ اﻟﻜﺴﻞ ﻭﺗﺮاء اﻟﻌﻤﻞ، ﻭﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺇﻳﺠﺎﺩ اﻟﺒﻐﻀﺎء ﻭاﻟﺴﺤﺬاء ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺘﻘﺎﻣﺮﻳﻦ، ﻭﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺗﻤﺰﻳﻖ اﻟﺮﻭاﺑﻂ ﺑﻴﻦ اﻟﻨﺎﺱ. ﻭﻗﺪ ﺣﺮﻡ اﻟﻠﻪ اﻟﻘﻤﺎﺭ ﻭﺟﻤﻌﻪ ﻣﻊ اﻟﺨﻤﺮ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻡ ﻭاﺣﺪ. ﻓﻘﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺳﻮﺭﺓ اﻟﺒﻘﺮﺓ : (ﻳﺴﺄﻟﻮﻧﻚ ﻋﻦ اﻟﺨﻤﺮ ﻭاﻟﻤﻴﺴﺮ ﻗﻞ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﺇﺛﻢ ﻛﺒﻴﺮ ﻭﻣﻨﺎﻓﻊ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻭﺇﺛﻤﻬﻤﺎ ﺃﻛﺒﺮ ﻣﻦ ﻧﻔﻌﻬﻤﺎ).

ﺣﻮاﺷﻲ اﻟﺸﺮﻭاﻧﻲ اﻟﺠﺰء 4 ﺻ: 238
ﻗﻮﻟﻪ: (ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻣﺎ ﻻ ﻳﻘﺎﺑﻞ ﻋﺮﻓﺎ ﺑﻤﺎﻝ اﻟﺦ) ﻳﺆﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺟﻮاﺏ ﺳﺆاﻝ ﻭﻗﻊ ﻋﻤﺎ ﺃﺣﺪﺛﻪ ﺳﻼﻃﻴﻦ ﻫﺬا اﻟﺰﻣﺎﻥ ﻣﻦ اﻟﻮﺭﻗﺔ اﻟﻤﻨﻘﻮﺷﺔ ﺑﺼﻮﺭ ﻣﺨﺼﻮﺻﺔ اﻟﺠﺎﺭﻳﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺎﻣﻼﺕ ﻛﺎﻟﻨﻘﻮﺩ اﻟﺜﻤﻨﻴﺔ ﻫﻞ ﻳﺼﺢ اﻟﺒﻴﻊ ﻭاﻟﺸﺮاء ﺑﻬﺎ ﻭﻳﺼﻴﺮ اﻟﻤﻤﻠﻮﻙ ﻣﻨﻬﺎ ﺃﻭ ﺑﻬﺎ ﻋﺮﺽ ﺗﺠﺎﺭﺓ ﻳﺠﺐ ﺯﻛﺎﺗﻪ ﻋﻨﺪ ﺗﻤﺎﻡ اﻟﺤﻮﻝ ﻭاﻟﻨﺼﺎﺏ ﻭﺣﺎﺻﻞ اﻟﺠﻮاﺏ ﺃﻥ اﻟﻮﺭﻗﺔ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻻ ﺗﺼﺢ اﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔ ﺑﻬﺎ ﻭﻻ ﻳﺼﻴﺮ اﻟﻤﻤﻠﻮﻙ ﻣﻨﻬﺎ ﺃﻭ ﺑﻬﺎ ﻋﺮﺽ ﺗﺠﺎﺭﺓ ﻓﻼ ﺯﻛﺎﺓ ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻥ ﻣﻦ ﺷﺮﻭﻁ اﻟﻤﻌﻘﻮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺛﻤﻨﺎ ﺃﻭ ﻣﺜﻤﻨﺎ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﻓﻲ ﺣﺪ ﺫاﺗﻪ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻣﻘﺼﻮﺩﺓ ﻳﻌﺘﺪ ﺑﻬﺎ ﺷﺮﻋﺎ ﺑﺤﻴﺚ ﻳﻘﺎﺑﻞ ﺑﻤﺘﻤﻮﻝ ﻋﺮﻓﺎ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ اﻻﺧﺘﻴﺎﺭ ﻭاﻟﻮﺭﻗﺔ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻟﻴﺴﺖ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﺈﻥ اﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﻤﻌﺎﻣﻼﺕ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﺑﻤﺠﺮﺩ ﺣﻜﻢ اﻟﺴﻼﻃﻴﻦ ﺑﺘﻨﺰﻳﻠﻬﺎ ﻣﻨﺰﻟﺔ اﻟﻨﻘﻮﺩ ﻭﻟﺬا ﻟﻮ ﺭﻓﻊ اﻟﺴﻼﻃﻴﻦ ﺫﻟﻚ اﻟﺤﻜﻢ ﺃﻭ ﻣﺴﺢ ﻣﻨﻬﺎ ﺭﻗﻢ ﻟﻢ ﻳﻌﺎﻣﻞ ﺑﻬﺎ ﻭﻻ ﺗﻘﺎﺑﻞ ﺑﻤﺎﻝ.

اﻟﻤﺬﻫﺐ اﻟﺠﺰء 1 ﺻ: 288
ﻣﻦ اﺷﺘﺮﻯ ﺳﻠﻌﺔ ﺟﺎﺯ ﻟﻪ ﺑﻴﻌﻬﺎ ﺑﺮﺃﺱ اﻟﻤﺎﻝ ﻭﺑﺄﻗﻞ ﻣﻨﻪ ﺑﺄﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ “ﺇﺫا ﺇﺧﺘﻠﻒ اﻟﺠﻨﺴﺎﻥ ﻓﻴﺒﻴﻌﻮا ﻛﻴﻒ ﺷﺌﺘﻢ”.

اﻟﻤﻴﺴﺮ ﻭاﻟﻘﻤﺎﺭ ﺻ: 168
اﻟﻤﺒﻴﻊ ﻓﻴﻪ ﻏﺮﺭ ﻭﺟﻬﺎﻟﺔ ﺫﻟﻚ ﻷﻥ اﻟﻬﺪﻳﺔ ﻟﻬﺎ ﻗﻴﻤﺔ (ﺛﻤﻦ) اﻱ ﺗﺆﺛﺮ ﻓﻲ ﺛﻤﻦ اﻟﺴﻠﻌﺔ اﻟﻤﺸﺘﺮﺓ 10 ﺭﻳﺎﻻﺕ ﻣﺜﻼ اﻣﺎ ﺇﺫا ﻋﻠﻢ ﺑﻌﺪﻣﻬﺎ ﻓﻼ ﻳﺪﻓﻊ ﺇﻻ 8 ﺭﻳﺎﻻﺕ ﻓﺈﺫﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮﺭﺓ ﻓﻴﻬﺎ ﺗﻐﺮﻳﺮ ﻟﻠﻤﺸﺘﺮﻱ ﺃﻥ اﻟﺒﺎﻋﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﺠﺆﻭﻥ اﻟﻰ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮﺭﺓ ﻳﺮﻓﻌﻮﻥ ﺃﺛﻤﺎﻥ ﺳﻠﻌﺘﻬﻢ ﺑﺤﻴﺚ ﺗﺄﺗﻲ ﺯﻳﺎﺩﺓ اﻟﺜﻤﻦ ﻋﻠﻰ اﻷﻗﻞ ﻗﻴﻤﺔ اﻟﻬﺪاﻳﺎ اﻟﻤﻮﺯﻋﺔ ﻭﺑﻬﺬا ﻓﺄﻥ اﻟﻘﻴﻤﺔ اﻟﻬﺪاﻳﺎ ﻳﻤﻮﻟﻬﺎ اﻟﺒﺎﺋﻊ ﻣﻦ ﻣﺠﻤﻮﻉ اﻟﺰﺑﺎﺋﻦ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺭاﺑﺤﺎ ﺃﻣﺎ اﻟﺰﺑﺎﺋﻦ ﻓﺒﻌﻀﻬﻢ ﺭاﺑﺢ ﻭﺑﻬﻀﻬﻢ ﺧﺎﺳﺮ ﺗﺆﺩﻱ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮﺭﺓ اﻟﻰ اﻹﺳﺮاﻑ ﻓﻲ اﺳﺘﻬﻼﻙ اﻟﺴﻠﻊ ﺑﺸﺪ اﻫﺘﻤﺎﻡ ﺭﺑﺎﺕ اﻟﺒﻴﻮﺕ ﻭاﻷﻃﻔﺎﻝ ﻭﺃﻏﺮاﺋﻬﻢ ﺑﺎﻟﺠﻮاﺋﺰ ﺗﺆﺩﻱ ﻫﺬﻩ اﻟﺼﻮﺭﺓ اﻟﻰ ﺯﺭﻉ اﻟﻀﻐﺎﺋﻦ ﻭاﻷﺣﻘﺎﺩ ﻓﻴﻘﻠﻮﻥ اﻟﺨﺎﺳﺮﻳﻦ ﻭﻫﻢ اﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﺮﺓ ﻭﻫﻢ اﻟﺠﻤﻴﻊ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﺘﻮﻯ اﻟﻤﺮاﺕ ﻛﻠﻬﺎ ﻓﺎﻟﺰﺑﺎﺋﻦ ﺑﻌﻀﻬﻢ (ﻫﻢ اﻟﻘﻠﺔ) ﻏﺎﻧﻤﻮﻥ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ( ﻭﻫﻢ اﻟﻜﺜﺮﺓ) ﻏﺎﺭﻣﻮﻥ ﻭاﻟﻐﺎﻧﻢ ﻣﺠﻬﻮﻝ ﻭاﻟﻐﺎﺭﻡ ﻣﺠﻬﻮﻝ اﻩـ.

ﻣﻐﻨﻲ اﻟﻤﺤﺘﺎﺝ اﻟﺠﺰء 2 ﺻ: 11
اﻟﺸﺮﻁ ( اﻟﺜﺎﻧﻲ ) ﻣﻦ ﺷﺮﻭﻁ اﻟﻤﺒﻴﻊ ( اﻟﻨﻔﻊ ) ﺃﻱ اﻻﻧﺘﻔﺎﻉ ﺑﻪ ﺷﺮﻋﺎ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ اﻟﻤﺂﻝ ﻛﺎﻟﺠﺤﺶ اﻟﺼﻐﻴﺮ ( ﻓﻼ ﻳﺼﺢ ﺑﻴﻊ ) ﻣﺎ ﻻ ﻧﻔﻊ ﻓﻴﻪ ﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﻌﺪ ﻣﺎﻻ ، ﻓﺄﺧﺬ اﻟﻤﺎﻝ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﺑﻠﺘﻪ ﻣﻤﺘﻨﻊ ﻟﻠﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ

الفقه الإسلامي وأدلته – (6 / 635)
وأما إن كان العوض من الجانبين بدون محلل، فيحرم السباق، كما إذا قال شخصان: من سبق منا فله على الآخر كذا؛ لأن هذا من القمار المحرم.
وهكذا تكون صور السباق أربعاً: ثلاث منها حلال، وواحدة منها حرام لها حكم الميسر (القمار)، أما الصور الحلال:
فأولها: أن يكون العوض من السلطان أو أحد الرؤساء أو شخص ثالث، يأخذه السابق، وهذا جائز اتفاقاً.
وثانيها: أن يكون العوض من أحد الجانبين يؤخذ منه إذا سبقه الآخر، وهذا جائز اتفاقاً.
وثالثها: أن يكون العوض من المتسابقين أو من الجماعة، ومعهم محلل يأخذ العوض إن سَبَق، ولا يغرم إن سَبَقه غيره؛ لأنهما لم يقصدا القمار، وإنما قصدا التقوي على الجهاد، وهذا جائز عند الجمهور. ومنعه الإمام مالك لجواز عود الجعل لمن قدمه إذا سبَق.

Muhammad Syamsudin
Direktur eL-Samsi, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah PW LBMNU Jawa Timur, Wakil Rais Syuriyah PCNU Bawean, Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syariah (MES) PD DMI Kabupaten Gresik

Tinggalkan Balasan

Skip to content